Minta Dugaan Penistaan Agama Tak Dikait-kaitkan dengan Etnis

Sutarmidji Luruskan Pernyataan "Siap Pimpin Demo”

H Sutarmidji SH MHum/Walikota Pontianak

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Wali Kota Pontianak Sutarmidji meluruskan maksud dari rekaman gambar pernyataannya yang mulai beredar di media sosial terkait Aksi Bela Alquran. Video dimaksud diambil saat Sutarmidji menemui konsentrasi massa pendemo yang berkumpul di dekat Pasar Flamboyan, Jalan Gajah Mada, Pontianak, Jumat (4/11) malam.

Statement kala itu yang dia klarifikasi adalah “Siap memimpin massa demo hari ini (Senin, 7/11), jika Basuki Tjahaja Purnama, yang lebih dikenal dengan Ahok, tidak ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama”. “Konteksnya tentu setelah melalui proses penyelidikan dan gelar perkara,” tutur Sutarmidji, dalam keterangan pers di kediaman dinasnya, Minggu (6/11).

Karena Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menjamin kasus tersebut beres dalam kurun dua minggu, dan Bareskrim akan memanggil Ahok (Basuki T. Purnama) untuk diperiksa hari ini, dia meminta semua pihak mengikuti dan menghormati proses hukum yang berjalan.

“Bapak Kapolri juga sudah menyampaikan akan melakukan gelar perkara secara terbuka dan bila perlu disiarkan langsung melalui televisi,” terang pemilik akun Twitter @BangMidji ini.

Ia mengaku paham dengan kegeraman umat Islam atas kasus tersebut. Namun, Midji juga memahami kekhawatiran sebagian masyarakat lainnya akibat dampak yang disangkakan ke Ahok.

Dia pun mendukung seratus persen agar masalah ini diusut tuntas. Dan, meminta umat Islam tetap bersatu untuk fokus pada kasus dugaan penistaan agama, tidak merembet ke hal-hal di luar itu.

“Keadilan harus diwujudkan, tetapi saya minta ini (kasus dugaan penistaan agama) tidak dikait-kaitkan dengan etnis. Kasihan masyarakat yang tidak tahu-menahu tetapi dia merasakan akibatnya secara psikologis,” tegasnya.

Sembari menghormati proses hukum yang berjalan, selaku pemimpin Pontianak, Midji mengajak seluruh masyarakat setempat tetap menjaga iklim kondusifitas di kota ini. Aktivitas sehari-hari dilakukan seperti biasa.

Jujur, kata dia, sebagai pemeluk Islam hatinya terluka. Karena itu, Midji siap menyuarakan aspirasi umat. Dan kalaupun aspirasi itu disampaikan dengan demo, ia juga siap untuk itu.

“Dengan catatan, semua harus dilakukan secara damai. Islam adalah agama rahmatan lil alamin (membawa rahmat bagi alam semesta). Sehingga, sebagai muslim, kita harus memberikan ketenangan pada saudara kita yang berbeda agama maupun etnis dalam menjalani kehidupan sehari-hari,” pintanya.

Lebih lanjut, Midji berharap umat Islam di Pontianak mengikuti anjuran para ulama kepada para peserta Aksi 411 lalu. Semua tindak lanjut dari unjuk rasa 4 November itu hendaknya dirembukkan dengan para ulama.

“Mari mendukung perjuangan para ulama yang telah menjadi panutan dengan tidak berbuat anarkis atau mudah terprovokasi dengan isu-isu yang bisa saja sengaja dihembuskan untuk merusak kemurnian perjuangan ulama dan umat,” tegas Wali Kota Pontianak dua periode ini.

Imbuh dia, “Jadi, saya berharap semuanya harus terkoordinir, semuanya harus gunakan aturan hukum. Semuanya jangan mudah terprovokasi”.

Dia pun mengimbau masyarakat di luar Islam, jika perlu, ikut memberikan simpati atas apa yang dirasakan oleh umat Islam supaya tetap terpelihara toleransi, persatuan, dan kebersamaan, dengan menyerahkan semuanya kepada aparat penegak hukum.

“Tujuan dari demo kemarin (Jumat, 4/11) adalah agar orang (Ahok) yang diduga melakukan penistaan agama ditindak secara hukum. Kita percayakan kasus ini kepada kepolisian,” demikian Sutarmidji.

Sabtu (5/11), Kapolri Jenderal Tito Karnavian memang telah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden berkaitan dengan penanganan kasus Ahok. Ada beberapa tahap yang akan dilakukan Polri. Yang paling utama, gelar perkara bakal dilakukan secara terbuka.

”Presiden meminta gelar perkara disiarkan secara live,” kata Tito, seperti dilansir dari Jawa Pos.

Gelar perkara itu ditujukan untuk menentukan apakah kasus tersebut bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan atau tidak. Ka­bareskrim akan memimpin langsung gelar perkara itu. Sebanyak 11 pelapor diikutsertakan dalam gelar perkara. Begitu pula saksi ahli dari masing-masing pihak. Ahok sebagai terlapor juga diundang.

”Kami harap dengan gelar perkara terbuka, publik bisa melihatnya secara jernih,” ujar mantan Kapolda Papua dan Metro Jaya itu.

Gelar perkara tidak pernah dilakukan secara terbuka, dalam arti boleh diliput. Apalagi disiarkan secara live atau langsung. Gelar perkara umumnya hanya menghadirkan para pihak yang terkait dengan kasus.

Tito mengakui, gelar perkara secara live memang tidak wajar bagi penyidik. ”Tapi, ini adalah perintah exceptional dari presiden untuk membuka secara transparan,” ujarnya.

Bila dalam gelar perkara nanti tidak terdapat tindak pidana, penyelidikan kasus Ahok otomatis akan berhenti. Penyelidikan bisa dibuka kembali bila terdapat bukti-bukti baru. ”Kalau diputuskan ada tindak pidana, kami tingkatkan menjadi penyidikan dan akan kami tentukan tersangkanya, dalam kasus ini adalah terlapor (Ahok),” kata Tito.

 

Laporan: Fikri Akbar

Editor: Mohamad iQbaL