Garam yang dibuat dari air gunung di Kabupaten Sarolangun sudah ada sejak zaman dahulu. Dikelola secara tradisional. UPTD KPHP Limau Unit VII Unit Ulu Sarolangun terus mensosialisasikan garam air gunung itu agar dikenal secara luas. Saat ini sedang dilakukan pengurusan izin dan nama produk.
HADINATA DAMANIK, Sarolangun
eQuator.co.id – TIDAK hanya air laut yang bisa di oleh menjadi garam. Air gunung ternyata juga bisa diolah menjadi garam. Bahkan memiliki manfaat yang luar biasa. Selain menjadi penyedap rasa untuk berbagai macam makanan, juga bisa dijadikan obat-obatan herbal, seperti kurap, menghilangkan ketobe, menurunkan darah tinggi, gondok dan jenis penyakit lainnya.
Garam yang diolah dari air gunung itu di Desa Sungai Keradak, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun-Jambi. Masyarakat setempat sudah sejak lama menggunakan air gunung menjadi garam. Tak hanya dikonsumsi untuk masyarakat setempat saja, namun, juga digunakan sampai ke desa lain yang berada di Kecamatan Batang Asai dan Kabupaten Merangin.
Misriadi, Kepala UPTD KPHP Limau Unit VII Unit Ulu Sarolangun, saat ditemui Harian Pagi Jambi Ekspres mengatakan, saat ini pihaknya berencana akan mengembangkan garam gunung yang berada di Desa Sungai Keradak. Sebab, selain berpotensi bisa meningkatkan perekonomian masyarakat, juga bisa menjaga kelestarian hutan di desa tersebut.
“Saat ini kami sedang mencoba menjembatani agar dapat dikelola dan menghasilkan untuk masyarakat setempat khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya yang ingin mengkonsumsi garam gunung,” katanya
Namun, karna masih minim Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki, maka, pihaknya masih perlu pembelajaran dan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas. Tujuannya, agar mendapat bantuan dan dukungan dari semua pihak.
“Hasilnya sementara ini cukup memuaskan. Karna dari hasil sosialisasi kami, ternyata dilirik oleh Negara luar seperti Jepang dan Malaysia. Dan kami juga akan terus membuka diri kepada semua pihak yang memiliki sumber daya manusia untuk menggelola itu, karna ini menyangkut hasil hutan dan pelestariannya,” kata Misriadi.
Disampaikannya, saat ini pengolahan air garam gunung di desa Sungai Keradak, masih dilakukan secara tradisioanal. Dimana dalam satu minggu, bisa memproduksi sekitar 30 hingga 40 kilogram.
“Kedepan, kami yakin jika ini nantinya dikelola secara modern serta di dukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, maka, ini akan bisa memenuhi permintaan pasar secara luas,” terangnya.
Sementara untuk kondisi saat ini jelas Misriadi, pihaknya melakukan jual beli garam gunung tanpa menggunakan label nama prodak serta izin produksi. Akibatnya, pemasaran hanya bisa dilakukan secara khusus, karna konsumen tidak menuntut label.
“Izin dan nama prodak belum ada, dan saat ini kami sedang menyusun administrasi untuk arah kesana,” terangnya.
Saat ditanya bagaimana untuk kedepannya, Misriadi mengatakan, akan terus berupaya memperkenalkan garam gunung desa Sungai Keradak kepada masyarakat luas, baik itu lokal maupun internasional.
“Dalam waktu dekat ini kami akan menggirim sampel garam gunung desa Sungai Keradak ke Jepang dan Malasya. Dan kami sudah melakukan komuniskasi, mudah-mudahan, kedepan bisa merambah ke negara lain,” harapnya.
Diliriknya garam gunung tersebut, bukan lah tanpa alasan, selain karna sumbernya tidak tercemar seperti air laut, juga memiliki banyak khasiat.
“Garam gunung ini kami prodak elit, karna garam gunung tidak tercemar polusi, sebab langsung dari sumber mata air yang belum tercemar,” tambahnya.
Untuk cara pembuatannya sendiri, sebanyak 30 liter air gunung bisa dijadikan satu Kilo gram garam dengan cara dimasak selama empat jam dengan cara diaduk secara terus menerus dengan rata sampai mengkristal.
“Ada dua warna yang bisa diperoleh dalam pembuatan garam gunung. Yakni warna putih dan warna Orage. Namun, khasiatnya sama,”jelasnya.
Untuk diketahui, garam gunung di desa Sungai Keradak, Kecamatan Batang Asai, biasa disebut dengan air Inom oleh masyarakat setempat. Dan menurut cerita dari orang tua setempat, sejak dahulu kala sudah ditemukan mata air yang asin dan menjadi garam. Dengan kondisi, saat musim kemarau tidak pernah kering, sementara saat musim penghujan tidak pernah berlimpah, artinya selalu stabil. (*/Jambi Ekspres)