Midji Minta KLHK Cabut Izin Korporasi Bakar Lahan

Martin: Ribuan Karyawan di-PHK, Siap-siap Didemo

STQ NASIONAL Gubernur Kalimantan Barat, H Sutarmidji meninjau persiapan Seleksi Tilawatil Qur'an dan Hadist (STQ) Tingkat Nasional Tahun 2019 di Alun-alun Kapuas, Sabtu (16/3). Humas Pemprov Kalbar for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gubernur Kalbar Sutarmidji terus bersikukuh dan begitu yakin kalau penyumbang asap terbesar, yang sudah tak bisa ditangani lagi di Kalbar, bersumber dari lahan konsesi perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Idustri (HTI). Namun, pada akhirnya Sutarmidji mengakui penindakan korporasi yang lahannya terbakar hanya bisa efektif kalau pemerintah pusat turun tangan.

Menurut gubernur, proses perizinan penggunaan lahan konsesi diterbitkan oleh pemerintah pusat bersama pemerintah kabupaten. Sedangkan pemerintah provinsi tidak ikut campur dalam pemberian izin tersebut.

Sebelumnya, ia sudah menyegel dan menyetop operasional perkebunan yang lahannya terbakar maupun dibakar dengan Pergub, juga menginstruksikan pemerintah kabupaten menanganinya. Kini gubernur mendorong bupati dan pemerintah pusat untuk memberikan sanksi terhadap perusahaan penyumbang Karhutla.

“Semuanya harus ditangani secara komprehensif, tidak bisa secara parsial, ini tak akan selesai dari tahun ke tahun,” tutur Sutarmidji diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (16/9).

Pria yang karib disapa Midji itu berang dengan pernyataan, yang entah dari mana, menilai pemerintah provinsi kurang tanggap dengan bencana asap ini. “Kalau dibilang kepala daerah kurang respon, yang kurang itu di mana lagi? Pagi, sore, siang, malam ni kita cuma ngurus Karhutla jak,” tukasnya. Imbuh dia, “Apalagi gubernur, gubernur itu ketika urusan perizinan perkebunan, yang beri izin lahan kan bupati, kemudian kementerian, bukannye gubernur”.

Ia menilai pemberian izin konsesi tidak dengan perhitungan yang tepat. Bahkan, menurutnya cenderung abai terhadap aturan. Termasuk pemberian izin HTI.

“Jadi HTI itu dievaluasi kembali. Lahan yang tidak ditanam cabut semua izinnya. Kenapa? Karena mereka mendapat konsesi itu untuk HTI kayu, yang ada di situ ditebang semua. Setelah itu tidak ditanam kembali. Lahan gambut pun jadi terbuka,” beber Midji.

Lantas, ia pun meminta ada pemeriksaan terhadap oknum pejabat atau pegawai di Dinas di kabupaten yang terindikasi melindungi perusahaan terkait kebakaran lahan. “Saya setuju tu kalau Pak Kapolda periksa yang bersangkutan, periksa aja, apa sih maksud dia, kita ini mau nyelesaikan masalah Karhutla,” sebutnya.

Kebakaran lahan yang mencapai ribuan hektar di Kalbar, diyakininya, bukan dari ladang berpindah. Ia tak yakin masyarakat menguasai lahan hingga ribuan hektar.

“Sekarang masih lagi nyalahkan masyarakat. Saya mau tanya saja. Buka saja kordinat. Titik api itu berada di titik kordinat apa, mana? Buka data. Ada sampai 900 hektar lahan terbakar, apa itu lahan petani? Ada yang 500 hektar, apa itu petani? Ada 250 hektar, apa itu petani? Ada 90 hektar, apa itu petani?” ujar Midji memuntahkan kejengkelannya terhadap perkebunan sawit dan HTI.

Data-data tersebut, dimintanya dibuka secara gamblang. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ditegaskannya, yang harus menyelesaikan masalah kebakaran lahan yang libatkan korporasi. “Gak bisa daerah (Pemrov), atau bisa juga bupati yang ngusulkan pencabutan izin ke pemerintah pusat,” terangnya.

Karhutla yang kini sudah terlanjur meluas harus diselesaikan secara bersama. Pemangku  kepentingan mesti duduk satu meja. Agar masalah ini bisa diselesaikan tuntas.

“Jangan kita saling nyalahkan kalau sudah terbakar. Kalau sudah terbakar seperti saat ini, kita kerahkan 100 heli pun untuk padamkan Karhutla tak akan padam. Apinya padam, asapnya belum tentu hilang,” papar Midji.

Sehingga, kedepan, ia ingin semua pihak sinergi menangani Karhutla. BRG, BNPB, KLHK, harus kompak menyelesaikan masalah ini.

“Jangan ketika sudah ditegur Presiden, baru kalangkabut. Jangan tidak paham apa yang harus dibuat. Harus paham dari sisi prosedur dan aturan,” ingatnya,

Menurut Gubernur, hingga saat ini total perusahaan yang diberi teguran karena terbukti lahannya terbakar terus bertambah. Dari 103  menjadi 133 perusahaan.

“Ada tambahan 33 perusahaan lagi yang sudah diberi peringatan. Saya minta ke KLHK, berani tu disegel. Nah sekarang sudah ada 40-an perusahaan yang disegel, 17 sudah disanksi berdasarkan Pergub,” bebernya.

Midji memastikan, Pemerintah Provinsi tak punya kepentingan apapun dalam penindakan korproasi yang terlibat Karhutla. “Kita tidak ada kepentingan apa-apa. Perkebunan sawit juga, APBD kita gak ada terima apa-apa. Bahkan (aktivitas angkutan sawit) rusak jalan kita. Saya yakin, dengan sanksi ini kita terapkan penegakan hukum kita tegak betul, mikir juga tu perusahaan,” pungkasnya.

Efek Sosial

Kabut asap yang saat ini menyelimuti Kabupaten Ketapang lah yang menjadi perhatian serius Gubenur Sutarmidji. Menurutnya, ada tiga kabupaten yang sangat banyak hotspot (titik api). Salah satunya Ketapang yang dipimpin Martin Rantan,SH, M.Sos. Dua daerah lainnya adalah Kubu Raya dan Kayong Utara.

Menanggapi pernyataan tersebut, Bupati Martin Rantan memberikan penjelasan lumayan rinci. “Saya tidak keluar, ada di tempat. Buktinya hari ini (Senin, 16/9) memimpin pelantikan puluhan pejabat di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ketapang,” terang Martin sambil tersenyum.

Kondisi kebakaran lahan yang terjadi di sejumlah wilayah di kabupatennya, diakui Martin, sudah mendapat penanganan maksimal dari pihaknya. Dan satuan tugas terpadu Karhutla.

“Kita sudah rapat penanganan Karhutla. Kita minta koordinasinya, langkah langkahnya, peralatan, semua. Kita maksimalkan kemampuan kita sebagai manusia. Kita berdoa kepada Tuhan yang Maha Kuasa, supaya hujan cepat turun,” tuturnya.

Terkait beberapa perusahaan yang disegel KLHK dan Polda Kalbar beberapa waktu lalu, Martin tidak sepaham. “Ini perlu dilakukan pengkajian kembali. Mengingat efek dari penyegelan hingga  pencabutan izin akan berdampak serius kepada karyawan di perusahaan tersebut,” ujarnya.

Bahkan, ia mengingatkan penyegelan dan pencabutan izin perusahaan sawit akan menjadi persoalan yang lebih berdampak sosial di masyarakat. Sehingga, tidak menutup kemungkinan akan terjadi aksi demonstrasi ketika ribuan karyawan harus di-PHK oleh pihak perusahaan.

“Kita akan lakukan kajian. Apa bila ada pelanggaran di dalam perundang-undangan maka ada sanksi. Namun, kita juga harus melihat efek berikutnya. Kalau kita melakukan penghentian, dan pencabutan izin, siapa yang bertanggung jawab dengan karyawan seribu orang? Orang yang kehilangan pekerjaan akan lebih parah, akan kita tangani secara komprehensif,” tegas Martin.

 

Laporan: Abdul Halikurrahman, Muhammad Fauzi

Editor: Mohamad iQbaL