Siapa yang tak kenal dengan Bukit Kelam di seantero Kalbar ini. Destinasi wisata yang menjadi andalan Kabupaten Sintang itu selalu membuat decak kagum setiap wisatawan yang datang melihat keindahan dan pesonanya.
Saiful Fuat, Sintang
eQuator.co.id – BUKIT terbesar di dunia setelah Ayers Rock Australia ini keberadaannya tak jauh dari Kota Sintang. Hanya berjarak kurang lebih 20 km. Hanya saja, di balik keindahan alam bukit itu, sarana dan prasarana tangga untuk mendaki hingga ke puncaknya agak memprihatinkan.
Sejak dibangun pada 1987, tangga Bukit Kelam tak pernah diperbaiki. Ironisnya, kewenangan untuk mengelola ikon Bumi Senentang itu tidak lagi di tangan Pemkab Sintang. Kini telah menjadi kewenangan penuh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Camat Kelam Permai, Maryadi mengatakan, Bukit Kelam mampu menarik wisatawan lokal, nasional, dan internasional. Apalagi saat berada di puncaknya, akan tersaji panorama alam yang asri dan sejuk.
“Hanya kita akui kondisi infrastruktur untuk mencapai puncaknya sangat memprihatinkan. Mirisnya ada satu anak tangga yang sudah disambung dengan kayu yang lain,” ujarnya, Kamis (20/12).
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada para wisatawan lokal, nasional dan internasional untuk berhati-hati ketika mendaki. Kalau tidak terlalu urgen, sebaiknya tidak usah naik ke atas. “Karena kita menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya.
Ia yakin pemerintah tidak akan tutup mata dengan aset wisata itu. Sebab, beberapa waktu lalu, BKSDA sudah melakukan presentasi di hadapan Bupati dan Wakil Bupati Sintang, terkait perencanaan ke depan pengelolaan bukit itu. “BKSDA pun sepertinya ada planning untuk Bukit Kelam,” terang Maryadi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Sintang, Hendrika mengatakan, Pemkab mendukung penuh perencanaan BKSDA. “Bukit Kelam adalah miliknya Kabupaten Sintang sejak dulu. Tetapi untuk kewenangannya dari BKSDA agar tidak dirambah dan dirusak,” katanya.
Ia bangga karena telah berhasil menaklukkan bukit setinggi 970 m tersebut. “Senang aja ya, bisa menaklukkan gunung batu yang curam. Melihat pemandangan menarik dari atas,” tutur Hendrika.
Salah satu hal menarik dilihatnya saat mendaki adalah tanaman kantong semar yang berbeda dengan daerah lainnya. Dan anggrek hitam. “Kalau kita mendakinya pasti akan ketemu dengan kedua tanaman itu,” tuturnya.
Untuk sampai puncak Bukit Kelam, Hendrika mengaku membutuhkan waktu 3 jam. Itupun harus melalui perjuangan dan tenaga yang ekstra.
“Karena mendaki anak tangga yang curam. Sampai di puncaknya kita pun disajikan dengan panorama alam yang masih asri,” ungkapnya.
Berdasarkan data Polsek Kelam Permai, tahun 2017 lalu tercatat dua korban meninggal dunia akibat terjatuh saat mendaki bukit itu. Tahun 2018 nihil. Meski begitu, Kapolsek Kelam Permai, Iptu Hariyanto tetap mengimbau wisatawan untuk tidak naik ke puncak Bukit Kelam. Ditambah kondisi intensitas hujan akhir-akhir ini cukup tinggi.
“Kondisinya kabut dan licin. Jika pun mau mendaki bukit harus memperhitungkan cuaca dan waktu serta didampingi oleh para ahli pendaki gunung atau bukit,” saran Kapolsek. (*)
Editor: Arman Hairiadi