SIAPA calon presiden dan wakil presiden yang akan melawan Joko Widodo di Pemilu 2019? Pelan tapi pasti, sudah mulai terungkap. Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah menemui kesepakatan mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan berdampingan dengan kader PKS. Lantas, bagaimana sikap Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat?
Dilianto -Jakarta
eQuator.co.id – “Ya sudah fix. Kita sudah deal (sepakat) untuk mengusung Pak Prabowo sebagai capres dan cawapresnya dari kader PKS. Dan duet ini akan dideklarasikan pada 13 Mei nanti,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, kepada INDOPOS (Jawa Pos Group), Senin (23/4).
Menurutnya, kesepakatan itu diputuskan saat Prabowo menghadiri acara sepeda Road to Jakarta dalam rangka Milad PKS ke-20, Sabtu (21/4). “Setelah Minggu kemarin bertemu di DPP PKS, maka disepakati deklarasi pada 13 Mei nanti akan dilaksanakan bertepatan dengan perayaan puncak Milad PKS ke- 20. Dan juga akan kembali dihadiri oleh Prabowo,” ungkapnya.
Lalu, siapa cawapres yang akan mendampingi Prabowo? Mardani menjelaskan, saat ini mengerucut pada dua nama, yakni Ahmad Heryawan (Aher), yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat dan Sohibul Iman, selaku Presiden PKS.
“Ya dimungkinkan antara Pak Aher dengan Pak Sohibul. Tapi masih dibicarakan lagi. Yang pasti sudah disepakati cawapresnya diserahkan kepada kader PKS,” jelasnya.
Kenapa harus terburu-buru dideklarasikan, sedangkan pendaftaran capres masih lama di bulan Agustus? Mardani pun menjelaskan, sebagai penantang, harus memiliki ruang yang lebih lama untuk menaikan elektabilitas.
“Dibanding incumbent, kita tertinggal jauh. Incumben tiap saat dapat kampanye. Jadi kita perlu merebut momentum. Lebih cepat lebih baik,” imbuhnya.
Selain itu, dengan deklarasi dipercepat, ucapnya, akan memperkecil ruang bagi pihak-pihak yang berupaya mencari keuntungan dalam koalisi.
“Pastinya kami ingin menutup syak wasangka masuknya penumpang gelap dan pemburu keuntungan,” ucapnya.
Lebih lanjut Mardani menyatakan, Gerindra dan PKS siap membuka diri jika ada partai lain yang mau bergabung dengan koalisinya.
“Untuk saat ini baru koalisi yang terbangun adalah Gerindra dan PKS. Jika PAN, Demokrat, PKB atau partai lainnya mau bergabung, kami sangat senang. Mari kita berjuang untuk kesejahteraan rakyat di Pilpres 2019 nanti,” pungkasnya.
Sementara Ketua DPP Gerindra Nizar Zahro mengatakan, ada komunikasi politik ke arah finalisasi pasangan capres dan cawapres untuk koalisi pemilu presiden 2019 nanti.
“Iya, di pertemuan kemarin di DPP PKS kami ketahui ada deal politik antara Pak Prabowo dengan Pak Sohibul Iman untuk pilpres,” kata Nizar saat dihubungi INDOPOS.
Dari pertemuan itu, ujar Nizar, Gerindra juga menyerahkan mekanisme pencalonan nama cawapres sesuai aturan PKS. “Kami menghormati apapun keputusan PKS nantinya mengenai siapa calon yang akan dimajukan sebagai cawapres. Termasuk juga penentuan kapan dan dimana acara deklarasinya,” tambahnya.
Lalu, bagaimana PAN dan Demokrat menyikapi rencana deklarasi ini? Sekjen PAN Eddy Soeparno mengutarakan, akan menghormati keputusan deklarasi itu. “Kalau (deklarasi) itu terjadi, kami sangat menghormati,” ucapnya kepada INDOPOS.
Eddy pun menuturkan, hingga saat ini PAN masih melakukan penjajakan dengan sejumlah pimpinan partai politik. “Saat ini kita masih bicara dengan semua parpol dan semua tokoh. Harapannya agar Indonesia memiliki pemimpin terbaik nantinya,” ucapnya.
Meski begitu, Eddy mengimbau agar semua pihak mengendepankan demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. “Jangan sampai ada pernyataan bahwa seakan-akan calon itu hanya ada dua. Padahal kalau kita lihat di lapangan itu tidak demikian. Saya pikir bisa ada opsi lain,” selorohnya.
Namun, keputusan apakah PAN berkoalisi dengan Gerindra-PKS, atau ingin membentuk poros baru, lanjut Eddy tetap akan diputuskan di dalam rapat kerja nasional (rakernas).
“Nanti untuk urusan pencapresan kita akan putuskan di Rakernas. Ya kami usahakan secapatnya. Atau paling lambat setelah lebaran, akhir Juni nanti,” jelasnya.
Jika PAN masih tetap melakukan penjajakan, Partai Demokrat sudah menunjukkan sinyal menginginkan adanya poros ketiga di luar koalisi Jokowi dengan Prabowo. Nama capres dan cawapres yang akan diusung itu akan diumumkan setelah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan safari politik ke sejumlah daerah.
“Saya akan pasangkan nanti, capres-cawapres yang mengerti keinginan rakyat. Insya Allah nanti ada pemimpin baru yang amanah, cerdas dan memikirkan rakyat banyak,” kata SBY di hadapan ratusan ulama, santri dan masyarakat Kota Cilegon, Banten, Minggu (24/4). SBY tidak melanjutkan penjelasan soal kemungkinan nama yang akan diusung partai berlambang bintang mercy itu.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, saat ini Partai Demokrat sedang memainkan sebuah strategi cantik jelang Pilpres. Dia mengibaratkan Pilpres sebagai permainan sepakbola.
“Terus tik tok tik tok (menggiring giring bola) sampai depan gawang. Ini sudah babak kedua. Kalau hanya mengumumkan capres-nya saja, belum lengkap. Kami akan selesaikan dulu Pilkada sampai Juni, Juli bercakap-cakap ke situ (pilpres). Kemudian Agustus akan kami ambil langkah,” kata Hinca.
Hinca menambahkan, capres yang diusung atau berkoalisi dengan Demokrat akan memiliki tiga keuntungan. “Istilahnya, beli satu dapat tiga,” kata Hinca.
Pertama, calon tersebut memperoleh suara 10 persen pendukung Demokrat. Kedua, pengalaman SBY sebagai Presiden dua periode. Ketiga, mendapatkan dukungan politik dari 100 juta pemilih milenial yang merupakan pendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Jadi koalisi bukan soal siapa cawapresnya, tapi kami akan berkoalisi dengan program yang kami terima,” ujarnya.
Partai Demokrat, menurut Hinca, akan terus mendongkrak elektabilitas AHY sebagai cawapres, yang saat ini menurut lembaga survei Cyrus Network mencapai 15 persen. Demokrat menginginkan elektabilitas AHY mencapai 20 persen hingga Agustus 2018.
“Survei terakhir, AHY naik mencapai 15 persen. Kami yakin akan naik lagi,” kata Hinca.
Menurut Hinca, target untuk mendongkrak elektabilitas AHY kemungkinan akan mudah diraih. Sejauh ini, Demokrat telah melakukan langkah-langkah strategis untuk menaikan elektabilitas putra sulung SBY itu, diantaranya melalui safari politik ke sejumlah wilayah.
“Kami yakin bisa kembali ke 2004 dan 2009. Mana ada partai yang turun ke bawah naik bus, karena kami tidak punya uang untuk beli pesawat,” bebernya.
Sementara itu, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mengakui, Ahmad Heryawan atau Aher adalah sosok yang berkualitas sebagai gubernur dua periode. Aher dinilai sebagian pihak telah memajukan Provinsi Jawa Barat.
“Namun, jika tetap Aher atau Sohibul Iman yang sama-sama dari Jawa Barat, maka suara pasangan pilpres ini hanya besar di Pulau Jawa saja,” ujarnya.
Jika ingin dukungan kepada pasangan Gerindra-PKS lebih meluas, menurut Pangi, maka harus mengambil kader PKS yang berasal dari wilayah Indonesia Timur. “Artinya ada duet antara Prabowo yang notabene Jawa dan non Jawa,” kata Pangi. (INDOPOS/JPG)