-ads-
Home Features Menyamakan Konsep Pendidikan Negeri dan Swasta

Menyamakan Konsep Pendidikan Negeri dan Swasta

Forum Komunikasi Sekolah Swasta Kota Pontianak Audiensi ke DPRD Pontianak

GURU SWASTA Forum Komunikasi Sekolah Swasta se-Kota Pontianak foto bersama anggota DPRD Pontianak, usai melakukan audiensi, Selasa (19/3). Maulidi Murni/ Rakyat Kalbar

Sekolah swasta dan negeri selayaknya diperlakukan sama. Dari alokasi bantuan untuk sekolah dan para guru, maupun kesempatan bersaing menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).   

Maulidi Murni, Pontianak

eQuator.co.id – Menyuarakan aspirasi tersebut, Forum Komunikasi Sekolah Swasta se- Kota Pontianak mendatangi Gedung DPRD Pontianak untuk melakukan audiensi dengan wakil rakyat, Selasa (19/3).
Guru di sekolah swasta berharap diikutkan dalam pengangkatan P3K, karena selama ini kesempatan itu hanya untuk sekolah negeri. “Lalu masalah pengurusan inpassing, kawan-kawan yang sudah sertifikasi mengurus inpassing sulit, bagaimana caranya dipermudah,” ucap Ketua Forum Komunikasi Sekolah Swasta se-Kota Pontianak, Maryanto.
Masih banyak keluhan yang disampaikan, seperti mengenai pendaftaran peserta didik baru. Kata Maryanto, mereka dari sekolah swasta berharap, sekolah negeri membatasi pilihannya. Seumpama pilihan sampai lima, kalau bisa hanya tiga saja. “Kemudian jumlah siswanya, jika 200 ya 200 saja jangan jadi 250 siswa,” sambung dia.
Terkait penerimaan siswa baru, dia mengaku, ada penurunan murid yang masuk ke swasta. Bahkan, sekolah swasta ada yang nyaris kolaps. Dimana sebelumnya tiga kelas, sekarang hanya satu kelas dengan murid 15-20 orang. “Ini berjalan sekitar enam tahun lalu, dimana sebelumnya sekolah negeri ada enam room menjadi 10 room-12 room. Tadinya per room 32 anak, sekarang ada yang menerima 36-40 anak,” ujarnya.
Dengan berkurangnya jumlah siswa, otomatis berdampak terhadap gaji guru swasta. Dari pengakuan rekannya, ungkap Maryanto, ada yang tiga bulan gajinya belum dibayar, karena siswa sedikit, malah ada yang menunggak 3-4 bulan. “Mau ditagih gimana. Gaji guru untuk swasta ada Rp50 ribu, ada yang Rp100 ribu sebulan. Mereka rata-rata S1 semua,” ucapnya.
Kendati demikian, dia mengakui, kalau siswa di sekolah banyak akan berdampak pada dana BOS, yang pastinya juga akan ikut besar. Kata dia, satu anak pertahun sebesar Rp1 juta. “Ini bisa nutup, kalau siswanya banyak bisa nutup dari dana BOS, itu bisa untuk gaji guru, untuk swasta itu 30 persen. Untuk BOSDA , swasta tidak dapat sama sekali,” ungkapnya.
Permasalahan lain, insentif untuk guru di sekolah swasta yang belum punya Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Menurutnya, kadang-kadang yang mendapatkannya insentif dari pemerintah hanya yang punya NUPTK. Tak hanya itu, dari sekolah swasta juga mengharapkan fasilitas seperti komputer. “Apalagi sekarang ada UNBK, sekolah swasta banyak yang belum punya komputer,” aku dia.
Maryanto mengaku, mendapatkan respon yang baik dari anggota dewan. Kata dia, nantinya akan memanggil Dinas Pendidikan untuk menyampaikan apa yang telah disampaikan, lalu menyamakan persepsi.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi D DPRD Kota Pontianak, Akbar Riyanto mengatakan, solusi dari masalah – masalah yang telah disampaikan oleh Forum Komunikasi Sekolah Swasta se-Kota Pontianak tersebut, adalah menyamakan konsep pendidikan antara negeri dan swasta. “Saya bilang saat rapat, bagaimana sekolah swasta untuk fasilitas, tingkat pendidikannya sama. Kalau bisa kita gratiskan,” ujarnya.
Menurut dia, jika hal seperti itu dilakukan. Dia yakin sekolah swasta akan menjadi primadona. Tapi dia tak menampik ada juga siswa yang dikategorikan tidak mampu, dengan iuran SPP yang mencapai Rp200 ribu. Sehingga akhirnya difokuskan ke sekolah negeri.
Diakui dia, sekolah negeri selama ini memang membuka bina lingkungan. Tujuannya, agar jangan sampai ada anak di Kota Pontianak putus sekolah. “Anak yang tidak mampu, yang di lingkungan sekolah setempat, itu yang menjadi masalah mereka,” ujarnya.
Mengenai dana BOSDA yang diharapkan oleh sekolah swasta. Kata Akbar, nanti akan dilakukan audiensi bersama untuk mencari solusinya. Apakah BOSDA diperbolehkan. “Kita juga takut dalam hal aturan, tahu – tahu kita salah, hal seperti ini bisa mengantarkan kita ke pemeriksaan di KPK, cukup menyulitkan juga,” ujarnya.
DPRD rencananya akan membuat perda tentang CSR. Pihak swasta yang punya kemampuan membantu sekolah. CSR tersebut menurut dia, bisa menjadi solusi untuk meningkatkan pendidikan di Kota Pontianak, hususnya sekolah swasta.

-ads-

 

Editor: Yuni Kurniyanto

 

Exit mobile version