Ini bukan seni kaligrafi. Hanya ratusan ayat suci Alquran yang ditulis dengan tangan di atas selembar kertas. Mengagumkan kan?
Fatih Kudus Jaelani, Mataram
eQuator.co.id – Usman Khalid harus berkonsentrasi. Seratus persen pikirannya mesti tertuang ke atas kertas. Sedikit saja terganggu, ia bisa belepotan. Huruf bisa keluar dari garis. Tinta bisa meluber menindih huruf lainnya yang sudah tertulis.
Pena bertinta emas juga begitu erat di tangannya. Itu harus. Karena huruf Alquran yang ditulisnya berukuran kurang dari satu senti. Apalagi bukan satu atau dua ayat. Melainkan ratusan. Satu surat. Di hari ke tujuh, ia berucap syukur sebab menyelesaikan surat pertama dalam kitab suci umat Islam. Surat Al Baqarah.
“Satu juz lebih sedikit,” kata Usman menerangkan jumlah ayat yang telah berhasil dibuatnya.
Ukuran kertas itu hanya 110×60 centi meter. Lebih sedikit setelah diberikan bingkai. Ayat suci Alquran yang ditulis tangan oleh Usman sangatlah indah. Rapi. Apalagi selain mendatar biasa, bentuknya juga ada yang melingkar dan segitiga. Untuk kedua bentuk itu, Usman harus bisa menulis huruf dengan terbalik.
Luar biasa. Bukan memutar kertasnya, tapi ia sendiri yang melatih tangan untuk menulis terbalik. Untuk bagian itu, ia menunjukkan langsung kepada Lombok Post (Jawa Pos Group) kecakapan menulis ayat suci Alquran dengan gaya terbalik.
Rabu (6/6) siang, Usman membawa hasil karyanya tersebut untuk diberikan kepada seorang tamu dari Malaysia. Ia menyebut apa yang dikerjakannya itu sebagai rajah, atau yang diartikan sebagai azimat.
Menyebut kata azimat, Usman sedikit berhati-hati. Ia menilai orang-orang terkadang salah mengartikan rajah yang selama ini dibuatnya.
Pria kelahiran Dusun Longserang Barat, Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Lobar, itu bukan mempercayakan kekuatan, atau syirik pada sebuah kertas bertuliskan ayat suci Alquran. Akan tetapi rajah yang ia buat adalah sebuah medium. Di mana esensinya adalah meyakini Alquran sebagai kitab suci yang diturunkan Allah SWT sebagai pedoman hidup manusia.
“Alquran mengandung pengetahuan masa lalu, masa kini, dan mendatang,” terang Usman.
Menuliskan ayat suci Alquran merupakan salah satu yang diyakininya bisa mendatangkan berkah. Ia meyakini, selain membaca dan menghafal, menulis ayat suci Alquran juga mendatangkan pahala. Karena Usman bukan hanya sekedar bisa menulis dan membaca, akan tetapi ia juga bisa menafsirkan Alquran.
“Dalam tafsir juga kita mesti memahami kiasnya,” kata Usman menambah informasi tentang pengetahuannya.
Usman tidak menulis ayat suci Alquran untuk dijual layaknya kaligrafi. Ia tidak membuat rajah dalam jumlah berjamaah. Tapi satu dalam waktu yang tak tentu. Bisa sebulan, dua, atau bahkan setahun. Tapi setiap bulan suci Ramadan, pasti ada satu atau dua rajah yang jadi. Hal itu karena setiap membuat rajah, Usman terlebih dahulu mesti berpuasa, dibarengi salat hajat.
Puasa mendatangkan berkah dan menambah konstrasi di malam hari. Usman menulis ayat suci Alquran di malam hari. “Dari pukul 12 malam. Terkadang saya lanjutkan bakda salat duha di pagi harinya,” terang Usman.
Pria kelahiran 1975 itu pertama kali belajar menulis indah pada tahun 1994. Akan tetapi ia fokus membuat rajah sejak tahun 2007 lalu. Dari tahun itu, sudah ratusan rajah yang dibuatnya.
“Salah satu karya saya ada di Brunei Darussalam,” kata Usman.
Bagi Usman, membuat rajah bisa mendatangkan berkah yang tak diduga. Memang ia sama sekali tak pernah menghargakan rajah buatannya. Padahal untuk membuat satu rajah ia bisa menghabiskan tujuh hari. Tapi menurutnya, materi selalu datang tanpa diduga. Dari sanalah ia meyakini bahwa berkah dari menuliskan ayat suci Alquran memang selalu datang padanya.
Sebab sekali lagi, Usman tidak hanya menulis. Tapi ia juga membaca, menghafal dan mengkaji. Ia mengatakan dengan Alquran, umat Islam bisa melihat apapun yang ingin diketahuinya. Semua ada. Karena itulah Alquran dikatakan sebagai pedoman hidup manusia. Itulah esensi rajah bagi Usman. Bukan azimat. Tapi mengambil hikmah dari setiap ayat yang dituliskannya. Dengan indah. Begitu. (Lombok Pos/JPG)