Menjawab Tantangan Global Berkaitan Perempuan

Sekolah Islam Gender

OPENING. Wakil Bupati Sambas Hj. Hairiah SH, MH saat memberikan sambutan dalam pembukaan kegiatan Sekolah Islam Gender di Aula Kantor Camat Sambas, Sabtu (25/11)—Sairi/RK

eQuator.co.id – Sambas-RK. Tidak semua orang menerima dan bisa memahami konteks dari kesetaraan gender. Masih banyak orang yang berpikir bahwa kesetaraan adalah mengadopsi ilmu dari barat. Tapi, menurut Wakil Bupati Sambas Hj. Hairiah SH, MH, pada zaman sebelumnya peran perempuan dan laki-laki cukup jelas.

“Kita lihat sekarang perempuan banyak bekerja di pabrik dan beraktivitas lainnya. Pada zaman Rasulullah juga ada wanita karir, seperti Siti Khatijah juga melakukan berniaga,”kata Hairiah saat membuka kegiatan Sekolah Islam Gender yang dilaksanakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Sambas di Aula Kantor Camat Sambas, Sabtu (25/11).

Kegiatan ini mengusung tema ‘Peluang dan Tantangan Perempuan di Daerah Perbatasan pada Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)’.

“Sekolah Islam Gender yang dilakukan PMII ini merupakan kemajuan yang patut disyukuri. Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Hairiah juga mempromosikan bahwa Sambas mempunyai banyak potensi. Baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kebudayaan dan jasa. “Semuanya bisa dan berkembang di Kabupaten Sambas,” terangnya.

Ketua Korps PMII Putri Cabang Sambas, Sri Wulandari mengatakan, Sekolah Islam Gender merupakan kaderisasi formal di tubuh Koprs PMII. Kegiatan ini merupakan yang kali pertama dilakukan PMII Sambas.

“Semoga dengan kegiatan peranan Koprs PMII Sambas ini mampu memberikan perannya dan menjawab isu-isu strategis serta mampu menjawab tantangan nasional maupun global yang berkaitan dengan isu-isu gender,” katanya.

Hasil kajian yang telah dilakukan Sekolah Islam Gender ini menjadi bahan penting bagi perempuan untuk belajar bersama dalam menjaga wilayah perbatasan yang berkaitan dengan isu-isu perempuan. Baik di bidang ekonomi politik dan lain sebagainya.

“Untuk mewujudkan itu, tidaklah mudah. Peran serta pemerintah sangat dibutuhkan baik dalam regulasi maupun politik yang berhubungan dengan isu-isu gender dalam konteks MEA,” tutupnya. (sai)