Pantai Srau merupakan salah satu lokasi untuk memantau hilal. Di lokasi itu pula tim Badan Hisab dan Rukyat Kemenag Pacitan berburu bulan sabit muda yang menandai datangnya bulan Ramadan itu.
SUGENG DWI NURCAHYO, Pringkuku
eQuator.co.id – PETANG mulai menjelang. Matahari di ufuk barat pun perlahan tenggelam. Bersamaan dengan itu, para wisatawan yang memadati Pantai Srau di Desa Candi, Pringkuku, beranjak pergi. Namun, M. Rofik dan rekannya justru baru memulai aktivitasnya.
Mereka mengeluarkan sejumlah peranti dari tas warna cokelat di bagasi mobil. Ada beberapa paku, palu, benang, serta sebuah alat tongkat. ‘’Hari ini kami mau rukyatul hilal,’’ kata anggota Badan Hisab dan Rukyat Kemenag Pacitan itu.
Ada beberapa cara untuk memantau hilal. Namun, Rofik dkk memilih menggunakan metode tradisional dengan benang dan beberapa alat ukur. Tiga benang ditata sejajar menunjuk arah berbeda. Yakni, ke barat, bulan, dan matahari.
‘’Sudah ada patokan derajatnya. Benang paling utara benang matahari, titik 18 derajat dari barat ke utara. Benang bulan ada di 14 derajat dari barat ke utara,’’ urainya.
Selain benang, ada dua tongkat yang disiapkan Rofik dkk untuk melihat hilal. Satu tiang dengan ujung memiliki lingkaran serta satu tongkat lainnya berbentuk kotak besar.
‘’Kotak ini untuk memberi batas antara ufuk serta terbenamnya matahari dan bulan. Sedangkan yang berlubang untuk mengintipnya,’’ terang Rofik.
Sejatinya bulan-bulan ini lokasi pantai selatan kurang cocok untuk rukyatul hilal. Oktober hingga pertengahan April disebut-sebut waktu yang pas untuk berburu hilal di lokasi tersebut.
‘’Bulan ini Tanjung Kodok dan Gresik lebih cocok,’’ kata Heri siswanto, rekan Rofik.
Dalam kondisi ideal, hilal terlihat dengan jelas dapat dilihat di ketinggian empat hingga lima derajat. Jika pada posisi dua derajat seperti beberapa hari lalu sulit terpantau. (Radar Madiun/JPG)