Mencoba Mandiri, Tak Bergantung Abang Adryansyah

PERJALANAN HAJIKU (BAGIAN 2)

UMROH WAJIB. Rombongan 9 Kloter 14 BTH tiba di Pintu Masuk Masjidil Haram untuk melaksanakan Umroh Wajib, pukul 02.30 WAS, Selasa (8/9). ARNINDA IDRIS

Alhamdulillah. Semua calon jamaah haji sampai di Jeddah dalam keadaan sehat dan selamat, tepat pukul 15.30 waktu setempat (Waktu Arab Saudi/WAS). Satu per satu turun dari pesawat menuju bus.

Arninda Idris, Rakyat Kalbar

 

JEDDAH, 7 September 2015

eQuator – Kontingen dari Kalbar, Rombongan 9 Kloter BTH 14, keluar paling terakhir karena kami duduk di ekor pesawat. Saat kakiku menginjak tanah kota di Arab Saudi ini, aku langsung sujud syukur. Dalam hatiku berbicara, “Terima kasih Ya Allah atas kesempatan yang telah diberikan untuk melaksanakan Ibadah Haji tahun ini, berikan kami semua kesehatan dan keselamatan. Aamiin”.

Perjalanan dari pesawat ke ruang tunggu cukup jauh memakan waktu 15-20 menit. Di sini, aku dan rombongan melihat kanan-kiri, tak satupun bangku tersisa. Akhirnya, kami duduk di lantai dekat toilet tepat di ujung kanan pintu masuk ruang kedatangan. Semua langsung sibuk, ada yang siap-siap berpakaian ihram, ada juga yang sedang makan.

Aku hanya melihat sekeliling sambil jalan-jalan. Karena pengumuman dari petugas Kloter, jamaah akan diberikan kesempatan mengganti pakaian ihram di luar nanti.

Sekitar pukul 19.00 WAS, saatnya paspor diperiksa. Kami mengantre, satu per satu paspor jamaah diperiksa dan difoto. Setelah itu, langsung mengambil koper besar di tempat pengambilan bagasi.

Saatnya giliranku dipanggil. Sesuai aturan yang berlaku, semua jamaah diperintahkan untuk mengurus barangnya sendiri. Tidak boleh mengurus barang orang lain.

Karena aku bertanggung jawab atas barang-barang seluruh anggotaku, plus niat untuk membantu abang mengurus anggota rombongannya juga, aku ikut membantu anggota reguku (Regu 33). Sampai-sampai ditegur sama petugas Saudi dengan bahasa Inggris. Awalnya, tidak kugubris teguran itu, tapi lama kelamaan menyerah juga saking banyaknya koper tersebut.

Akhirnya, aku hanya membantu para Lansia saja untuk mengangkat kopernya. Setelah itu, aku menuju ke pemeriksaan paspor dan barang bersama Bu Ponpon, Pak Alwi, Bu Dahlia, dan Pak Suparno. Saat itu, hanya bertemu mereka saja, yang lainnya masih dalam tahap pemeriksaan paspor.

Untuk keluar dari Bandara King Abdul Azis, kami diperiksa sampai tiga kali. Di pintu keluar, koper kami diambil lagi sama panitia untuk dimasukkan ke masing-masing bus. Dan, berangkatlah kami menuju tempat istirahat. Mengganti busana dengan pakaian ihram, untuk persiapan mengambil Miqat dan Umroh wajib.

Aku cukup kaget saat masuk ke ruang ganti, sangat luar biasa ramai sampai sesak. Semua toilet terisi. Cukup panjang mengambil antrian, untung aja sudah mandi ihram di Batam. Setelah itu, kami Salat sunnah ihram berjamaah dilanjutkan men-Jamak Salat Magrib dan Isya.

Sekitar pukul 20.30 WAS, kami masuk bus menuju Makkah berdasarkan rombongan. Sebelum masuk bus, semua paspor dikumpulkan. Makan malam pun dibagikan. Sebelum bus bergerak, kami berniat untuk Umroh dipimpin langsung oleh Ketua Regu 35, Pak Muslimin, “Labbaikallaahumma ‘umratan (Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah)”, yang kami ikuti dengan lantang.

Dilanjutkan dengan Talbiyah, “Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak (Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu)”.

Perjalanan dari Bandara Jeddah ke Mekkah membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Bus berjalan sangat kencang, rata2 sekitar 80 km/jam. Sepanjang perjalanan alunan Talbiyah terus didengungkan sampai air mataku menetes karena haru, senang, dan merinding. Semua jadi satu. Rasanya, masih tak percaya bisa melaksanakan haji pada tahun 2015 ini.

Di perjalanan, kami beberapa kali stop untuk menerima makanan ringan dan minuman, juga diperiksa lagi. Semua terlihat lelah.

MEKKAH, 8 September 2015

Alhamdulillah, sekitar pukul 00.00 WAS sampailah di Hotel wilayah Aziziah Gedung Nasamat No. 401. Cukup lama mencari penginapan ini, untung saja ada aplikasi di Android yang sangat membantu. Namanya ‘Haji Pintar’. Ini rekomendasi buat calon jamaah haji yang akan berangkat pada periode selanjutnya.

Koper-koper diturunkan dan kamipun menunggu pembagian kamar oleh ketua rombongan masing-masing. Aku dipanggil oleh Ketua Rombongan 9 yang juga abangku, Adryansyah Idris Usman. Aku mendapatkan kamar di lantai 4, tepatnya di 401. Aku meminta agar pasangan suami istri tidak dipisahkan jauh agar lebih mudah berkomunikasi. Sempat ada perdebatan diantara para jamaah karena ingin sekamar dengan Si Ini- Si Itu.

Kami semua istirahat sejenak dan ada pengumuman berkumpul di lobi penginapan pada pukul 02.00 WAS. Aku dan abang pun bergegas memberi tahu semua jamaah untuk bersiap-siap dan membawa keperluan seadanya. Lumayan jauh jarak dari hotel ke Masjidil Haram, sekitar 3-4 Km dan dua kali transit.

Pukul 02.00 WAS, kami berjalan kaki menuju ke tempat perhentian bus. Aku mencari abang tidak ada. Sampai aku harus kembali lagi ke hotel. Ternyata, ini miskomunikasi. Abang mengira masih ada yang di kamar. Akhirnya, aku dan abang buru-buru ke bus. Sempat terjadi perdebatan panjang selama perjalanan sampai di Terminal Mahbas Jin. Alhamdulillah, karena kita sudah berniat Umroh dan tidak mau batal, jadi tetap mencoba tenang.

Dari Terminal Mahbas Jin, kami melanjutkan perjalanan ke Masjidil Haram dengan bus umum yang bercampur dengan jamaah dari negara lain. Sempat terjadi perebutan dengan orang-orang negara luar yang bertubuh besar. Berkat kesabaran kita, akhirnya didapatlah bus yang hanya berisi Rombongan 9. Perjalanan tidak terlalu jauh, sehingga dalam beberapa menit kami sampai. Satu persatu turun melewati lorong yang hanya dipagari dengan besi untuk masuk ke halaman Masjidil Haram.

SUNGGUH INDAH NIKMATMU YA ALLAH

Tiada henti aku berucap syukur dan bertalbiyah sambil menyisir halaman Masjidil Haram yang sangat luas. Kami menuju tangga bawah untuk masuk ke lantai 1 yang langsung menghadap Kabah. Yang menggunakan kursi roda di lantai atas.

Kami diperintahkan untuk tidak berlepas tangan diantara satu dengan lainnya. Masjidil Haram sangat ramai pada musim haji ini. Fokusku hanyalah kepada yang sudah Lansia dan anggota reguku saja. Kami mulai masuk kedalam dan membaca doa melihat Kabah.

Saat akan memulai Tawaf putaran pertama, aku dan yang lain terpisah. Hanya bersama abang, Bu Ponpon, Bu Solhanur, Bu Muslimah, dan Dini anaknya. Abang memelukku dan yang lainnya, sedangkan Dini memeluk bundanya, Bu Muslimah.

Kami mulai tepat di lampu hijau dengan mengucapkan “Bismillahi Allahuakbar” dan berzikir, karena tidak bisa lagi membuka buku pedoman saking ramainya manusia yang melakukan Tawaf. Saat akan masuk putaran kelima, tiba-tiba salah seorang anggota reguku terlihat mulai lelah, aku berusaha menguatkan. Kalau sudah keluar dari putaran, akan susah lagi untuk masuk.

Akhirnya, kami bisa menyelesaikan tujuh putaran pada waktu Subuh. Masuklah kami ke dalam Masjidil Haram, bersiap-siap menunaikan Salat Subuh berjamaah. Sebelumnya, menyempatkan mencari air zam-zam dan minum karena telah melaksanakan Tawaf. Sebelum Salat Subuh, kami melaksanakan salat sunnah setelah Tawaf, tidak dapat tempat di belakang makam Nabi Ibrahim AS. Setelah itu, kami bersiap untuk Sa’i.

Saat Sa’i berlangsung, kami tinggal berlima, perempuan semua. Semua rangkaian Sa’i dilakukan sampai selesai berpatokan pada buku pedoman yang kami bawa dan baca. Di putaran terakhir dari Bukit Safa ke Bukit Marwah, kami bertemu dengan rombongan Pak Muslimin dan abangku. Disitulah kami bertemu dan melakukan Tahallul bersama. Waktu itu, aku di-Tahallul oleh abangku sendiri. Setelah selesai, kami bergegas Salat Dhuha. Aku berjalan menyisir sepanjang tempat Sa’i sampai ke dalam.

Pukul 07.30 WAS, aku melanjutkan perjalanan keluar Masjidil Haram dan menunggu anggota lainnya sesuai kesepakatan di bawah peta yang berhadapan dengan Zam-Zam Tower. Barulah sadar tidak menggunakan sandal karena dititipkan kepada jamaah lain. Sandal abangku juga terjatuh saat Tawaf, kamipun ‘nyeker (bertelanjang kaki)’ menuju bus untuk pulang ke penginapan. Saat itu, terik matahari mencapai 50 derajat celcius.

Sesampainya di hotel, makanan ditanggung hanya sekali sekitar pukul 09.30 WAS yang diambil di Lantai M. Berhubung semuanya sudah lelah, jadi kami makan di kamar sambil istirahat. Hari itu, tidak pergi ke Masjidil Haram untuk mengumpulkan stamina lagi untuk esok hari. Sedih sebenarnya, tapi kalau sakit tidak bisa melakukan rangkaian ibadah haji nantinya.

MEKKAH, 9 September 2015

Kami dibangunkan pukul 02.00 WAS. Kita bersiap-siap ke Masjidil Haram melaksanakan salat malam dan Subuh. Aku menggedor pintu abang dan regu lainnya untuk mengajak pergi bersama. Sambil menunggu yang lainnya, aku menyempatkan berfoto bersama beberapa anggota regu. Dalam hati bergumam, “Hmmm sepertinya pakaianku yang paling mencolok karena warna sendiri, hehe”. Tapi gakpapa deh, santai saja. Kan yang penting niatnya.

Hari itu, kami merasakan ibadah di lantai dua Masjidil Haram. Salat Subuh di depan Multazam. Cukup sempit, karena semua berlomba-lomba untuk bisa salat di depan Multazam. Setelahnya, kami berpindah tempat untuk Salat Dhuha, mencari yang lebih luas agar lebih khusyuk.

Dalam perjalanan pulang, sempat singgah di Terminal Mahbas Jin. Jalan-jalan dan membeli makanan, barulah pulang ke hotel. Sesampai di penginapan, aku mencari abang. Tidak ada, di kamar juga tidak ada. Kemana dia gerangan???

Sampai waktunya makan, abang masih tidak kutemukan. Kutelpon pun tidak diangkat. Aku mulai resah dan muncul emosi sesaat. Karena semuanya menunggu makanan datang, aku berinisiatif mengambil makanan sendiri. Saat menuju pintu lift terlihat Pak Huardi. Aku pun meminta Beliau untuk sama-sama mengambil makanan. Saat itulah, akhirnya bertemu abangku. Terjadilah perdebatan diantara kami. Nada bicaraku agak tinggi kala itu.

Aku bahkan sempat menelpon papa, H. Usman Idris, Curhat tentang kejadian hari ini. Dengan sabar papa memberikan solusi. Aku harus bisa sabar dan tenang karena niat ke Mekkah untuk beribadah bukan berdebat. Apalagi ribut sama saudara sendiri.

Pukul 02.00 WAS, sampailah waktu Asar. Aku dan jamaah lainnya menuju Masjidil Haram lagi. Setelah Salat Asar, kami kelaparan kemudian mencari tempat untuk makan meski hanya makanan kecil. Sampailah masuk waktu untuk menunaikan Salat Isya.

Usai salat, semua jamaah dari berbagai negara ternyata berpikiran sama. Hendak pulang ke penginapan masing-masing. Orang-orang berdesakan menuju pintu keluar, sangat padat. Untuk melewati pagar masjid pun, badanku terjepit sampai diketekin sama orang tinggi besar.

Perjuangan sangat luar biasa untuk keluar dari Masjidil Haram hingga Terminal Mahbas Jin. Hatiku sampai berkata, “Cukup hari ini sampai Isya, besok-besok hanya sampai Magrib, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Bisa mati konyol nih kalau jatuh dan diinjak ribuan manusia di sini”.

Saat akan masuk ke dalam bus pun, kami harus berebutan dengan jamaah negara lain yang notabene badannya gueeede-gueeede. Apalah kami orang Indonesia yang pendek, disikut-sikut.

MEKKAH, 10 September 2015

Pukul 02.00 WAS, kami bangun dan bergegas siap-siap ke Masjidil Haram. Tapi tidak bersama abangku karena dia belum siap sama sekali. Aku pun pergi sama-sama rombongan. Sempat sedih sebenarnya, sebab aku ingin selalu bersama abang. Tapi abang sangat cuek saat itu, sampai bilang begini, “Dek, coba mandiri pergi sama ibu-ibu yang lainnya, jangan tergantung abang, bisa kan.?”.

Aku kembali ingin Salat Subuh di lantai dua. Sayang, saat hendak meletakkan sajadah, ada petugas mengusir kami, para wanita, sambil berteriak, “Hajja (minggir)”. Dengan kecewa kami mencari tempat lain. Akhirnya dapat juga, bergabung dengan jamaah asal Iran dan Turki. Aku dan mereka sempat berbincang dengan bahasa inggris sambil menunggu waktu Salat Subuh tiba.

Macam-macam gaya jamaah negara lain menunaikan salat. Ada yang tangannya lurus saat takbir, ada yang duduk dengan kaki diluruskan. Ya, inilah dunia. Setiap negara memiliki ciri khas dengan keyakinan masing-masing dan kita menghormati satu sama lain. Seusai salat, aku diajak jamaah dari Iran foto bersama setelah itu kami pindah tempat untuk melaksanakan Salat Dhuha.

Kami sempat Tawaf sunnah di lantai tiga. Cuaca hari itu sungguh teduh, selesailah tawaf tujuh putaran. Hari itu, salat di Masjidil Haram hanya sampai waktu Magrib. Ambil amannya saja.

Saat pulang, sempat singgah ke salah satu restoran di Mahbas Jin untuk membeli ayam bakar dan nasi. Dibungkus dan makan bersama di hotel. Sempat bertemu abang di lobi penginapan, aku cerita apa saja yang dilakukan hari itu. Sampai jam menunjukkan pukul 23.00 WAS, kami naik ke kamar masing-masing untuk istirahat. (*/bersambung)