eQuator.co.id – “Jabatan” utamanya adalah menantu. Tapi di mata Donald Trump, Jared Kushner melebihi ketua tim pemenangan pemilunya. Mungkin Jared juga tidak mau namanya tertulis sebagai tim kampanye. Secara formal. Tapi dialah yang serba menentukan.
Jared Kushner, 35 tahun. Muda, tinggi, ganteng, atletis, dan kaya raya. Sejak sebelum menjadi menantu orang kaya. Jared memang terkenal bukan karena menjadi menantu Trump. Ia terkenal karena masih begitu muda sudah menjadi raja properti. Di New York pula.
Bukan soal kayanya saja. Tapi juga karena cara mengembangkan perusahaannya. Terutama caranya bernegosiasi. Agresif, keras dan tidak mau kalah.
Di umur 26 tahun, tiga tahun sebelum menikahi Ivanka Trump, Jared sudah bikin heboh: membeli gedung pencakar langit di jalan paling bergensi di New York: Fifth Evenue. Nomor 666. Hanya tiga blok dari gedung milik calon mertuanya saat itu: Trump Tower. Nomor 725.
Saat di New York, saya pernah mencoba jalan kaki dari nomor 666 ke 725. Mengarah ke Central Park. Hanya 6 menit. Jalan kaki di Fifth Evenue satu jam pun tidak terasa.
Inilah sebuah jalan yang kalau musim gugur mirip cut walk. Pejalan kaki di situ seperti peragawati: pakaian mereka secantik butik-butik di kanan kiri jalan itu.
Waktu Jared membeli pencakar langit No 666, kegemparan terjadi. Itulah pembelian termahal sebuah gedung saat itu. Tahun ini rekor itu dikalahkan oleh pembelian hotel paling bergensi di New York, Waldorf Astoria. Yang membeli perusahaan Tiongkok.
Cara negosiasi Jared juga mengesankan Trump. Sejak sebelum Jared menjadi menantunya. “Melihat cara dia negosiasi, saya seperti melihat diri saya pada diri anak itu,” kata Trump seperti ditulis The New York Times pekan lalu.
Bukan berarti Jared terus-menerus menang.
Suatu saat dia terlibat perselisihan yang rumit. Partnernya juga tidak mau kalah. Akhirnya dia menantang partnernya untuk menyelesaikannya dengan duel. Bukan duel cara lama adu tembak. Tapi duel panco.
Partnernya melayani. Jared kalah.
Itu yang membedakannya dengan Trump. Calon presiden dari partai Republik ini terkenal justru karena gertakan hukumnya. Sedikit-sedikit Trump mengancam partnernya untuk diperkarakan.
Dan itu bukan gertak sambal. USA Today membuktikannya dengan investigasi. Saat ini Trump tercatat sebagai calon presiden yang paling banyak punya perkara di pengadilan. Menurut catatan USA Today, lebih 3.000 perkara yang melibatkan nama Trump. Masih ratusan yang sedang berproses di pengadilan.
Sebagian besar perkara itu memang Trump penggugatnya. Tapi banyak juga Trump lah yang digugat. Termasuk digugat oleh para mantan pengacaranya sendiri. Yang merasa tidak dibayar sesuai dengan komitmen. Yang terbanyak adalah gugatan dari karyawan dan sub kontraktor casinonya yang bankrut di Atlantic City, pantai timur Amerika. Tahun lalu saya mampir ke casino ini sekedar untuk tahu barang yang heboh itu: Casino Taj Mahal.
Kegemaran Trump menggugat ini menimbulkan banyak gurauan. Misalnya ini: Hati-hatilah para gubernur dan walikota, bisa-bisa Anda nanti digugat presiden Anda.
Beberapa waktu lalu, Trump memang menggugat seorang walikota di Florida. Ini karena sang walikota memperkarakan dirinya. Soalnya sepele: Trump dianggap melanggar Perda. Memasang atribut di lokasi terlarang. Trump merasa tidak memasang atribut. Yang dia lakukan adalah menancapkan bendera Amerika ukuran besar. Dan lokasi itu di propertinya sendiri. Dekat rumah pribadinya.
“Masak saya harus dihukum karena memasang bendera negara,” katanya. Tentu sambil memaki-maki sang walikota. Walikota tetap menganggap Trump melanggar Perda.
Di AS, soal bendera memang tidak dianggap sakral. Di acara resmi peringatan Hari Kemerdekaan Amerika ke 240 tanggal 4 Juli lalu, saya hadir. Di kota yang paling bersejarah: Philladelphia. Tempat proklamasi kemerdekaan diumumkan di tahun 1776.
Untuk menghormati tuan rumah, saya mengenakan topi dan kacamata dengan corak bendera Amerika. Ternyata, saya lihat justru ada yang menggelar bendera Amerika di atas rumput. Di lapangan tempat acara berlangsung. Lalu anak-anak duduk dan makan-makan di atas bendera itu.
Saya perhatikan tidak satu orang pun menunjukkan reaksi kaget. Biasa saja. Saya juga melihat banyak gadis musim panas (pakai celana pendek yang minim) di acara itu. Yang celana minimnya bermotif bendera Amerika.
Sang walikota juga tidak peduli apa yang dikibarkan Trump. Kini gugat menggugat itu masih berproses di pengadilan.
Sang menantu rupanya dianggap bisa mengendalikan “keliaran” Trump. Jared jadi tumpuan kegelisahan pendukung Trump. Yang menganggap gaya Trump itu harus diubah. Gaya itu hanya cocok untuk mengalahkan calon internal partai. Tidak cocok lagi untuk mengalahkan Hillary Clinton dari partai Demokrat.
Mereka menyampaikan itu pada Jared. Agar sampai pada Trump. Dan Trump mau berubah. Ini karena Jared sangat dipercaya Trump. Dan Trump sangat mendengar Jared.
Ivanka yang memeluk agama Yahudi demi perkawinannya dengan Jared kini memiliki tiga anak. Jared tidak merasa gelisah Jadi keluarga Trump. Meski pada dasarnya banyak kontradiksi dengan latar belakangnya.
Orang kulit putih garis keras pendukung utama Trump pada dasarnya tidak menyukai Yahudi. Padahal Jared Yahudi. Bapaknya tokoh Yahudi. Penyumbang besar lembaga-lembaga Yahudi. Bahkan kakeknya adalah orang Yahudi yang lolos dari holocaus. Lari dari Rusia ke Polandia lalu ke Amerika.
Teman-teman Jared pada umumnya pendukung Demokrat. Bahkan ayah kandungnya adalah pendana besar Partai Demokrat. Sang ayah, pendiri kerajaan properti ini, sampai masuk penjara. Gara-gara money politik itu. Dan perpajakan.
Waktu bapaknya harus masuk penjara, Jared belum lulus kuliah di Harvard University. Tempat ayahnya menyumbang kampus itu 2,5 juta dolar. Jared harus mengurus tiga hal sekaligus: kuliah, menjalankan perusahaan keluarga dan menengok ayahnya di penjara.
Kini, Jared harus mendekat ke pendukung mertua yang anti Yahudi. Padahal ayahnya tokoh Yahudi. Dia juga harus bergaul dengan orang-orang Republik. Dan yang utama dia harus manis pada Gubernur New Jersey yang Republik. Pendukung utama Trump. Yang ketika masih jadi jaksa di New Jersey dialah yang menjembloskan ayahnya ke penjara. Itulah politik. (*)