“Izin sudah keluar?“ tanya saya. Entah sudah yang ke berapa.
Tidak hanya saya yang berharap nonstop: agar ventilator yang diciptakan di masjid Salman di ITB itu bisa segera memperoleh izin.
“Izin Vent-I sudah keluar?” tanya saya pada Hari Tjahjono kemarin.
Hari adalah alumnus ITB jurusan mesin penerbangan. Ia lulus tahun 1990. Lalu dapat beasiswa untuk meraih gelar master di Twente, Belanda.
Hari masuk ke dalam tim Vent-I bagian penggalangan modal.
Hari adalah pendiri PT Abyor International. Yang kini karyawannya sudah 250 orang. Yakni perusahaan konsultan IT. Bersama Gu Gun Gunawan.
Setelah perusahaannya mapan, kini Hari lebih banyak aktif di kegiatan sosial.
Dengan adanya tim Hari Tjahjono ini Dr Syarif Hidayat, pemilik ide Vent-I, bisa lebih fokus ke masalah teknologinya.
Tapi Dr Syarif sendiri tidak ikut ke Jakarta –ke Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK).
Ia yakin dua orang anggota tim Vent-I bisa menjawab pertanyaan penguji di BPFK itu.
Jadi kapan izin akan keluar?
Apa jawaban Hari?
Baiknya jawaban Hari itu saya copy apa adanya. Untuk Anda baca sendiri. Seperti yang di bawah ini. Sekalian agar Anda setuju dengan penilaian saya: bahwa Kang Hari ini ternyata alumni ITB yang pandai menulis:
Banyak yang menanyakan ke saya kapan Vent-I lolos uji dari BPFK, Kementrian Kesehatan.
Mereka tidak saja para donatur yang sudah mentransfer dananya, tapi juga para calon donatur. Yakni mereka yang baru akan segera mentransfer dananya setelah Vent-I lolos uji.
Semuanya ingin Vent-I segera lolos uji. Dan segera diproduksi masal. Korban meninggal akibat Covid-19 terus bertambah.
Siapa tahu kalau Vent-I segera lolos uji dan dan diproduksi bisa membantu mengurangi angka kematian itu…
Tim Vent-I pun punya keinginan yang sama. Dokter yang terlibat dalam pengembangan Vent-I pun ingin segera memakai alat ini. Kebutuhan di lapangan sudah sangat mendesak. Tetapi karena alat ini menyangkut nyawa manusia, keadaan sedarurat apapun tidak dapat dijadikan alasan untuk mem-bypass prosedur uji. Proses uji harus dilakukan dengan tertib, agar tidak menimbulkan masalah yang tidak perlu.
Menyaksikan proses uji di BPFK (di Jakarta) kemarin membuat tim Vent-I deg-degan. Karena status PSBB, hanya 2 orang anggota tim yang ikut proses uji. Anggota yang lain hanya bisa mengikuti proses itu dari Bandung. Secara remote. Lewat aplikasi virtual meeting. Tidak semua dialog di proses uji itu dapat diikuti dengan jelas. Itu semakin membuat anggota tim deg-degan. Akankah Vent-I lolos uji?
Syukur alhamdulillah hasil uji kemarin berhasil dengan cukup baik. Terima kasih. Terutama kepada tim BPFK yang telah melakukan proses uji dengan baik itu.
Di bidang fungsi ventilator CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) berjalan dengan baik. Semua parameter menghasilkan angka yang konsisten. Sesuai dengan spesifikasi desain.
Demikian juga laju aliran udara, laju aliran oksigen, laju aliran campuran, tekanan campuran dan kadar oksigen. Semuanya terukur secara konsisten sesuai dengan desain. Syukur alhamdulillah. Kerja keras tim siang dan malam selama beberapa minggu terakhir berbuah manis. Harapan agar Vent-I segera lolos uji semakin membuncah…
Apakah dengan demikian Vent-I otomatis lolos uji?
Tunggu dulu.
Vent-I adalah alat bantu nafas. Alat yang butuh jaminan keselamatan bagi pasien 100 persen. Alat yang butuh ambang batas ketahanan yang sudah ditentukan. Alat ini masih harus lolos uji ketahanan. Harus pula diadakan beberapa perbaikan minor. Alhasil, demi kebaikan semua, kita mesti sabar menunggu. Sampai alat ini benar-benar lolos uji secara resmi.
Mohon dukungan semua sahabat agar proses yang kritikal ini dapat segera dilewati, dan alat yang kita tunggu-tunggu ini benar-benar lolos uji BPFK. Mohon doanya.
Begitulah. Semoga tidak ada lagi uji yang ketiga.
Dr Syarif Hidayat sendiri yang tidak ikut ke Jakarta memonitor proses uji itu dari sebuah ruang di masjid Salman ITB.
Berarti tes kemarin itu adalah tes yang kedua. Tes pertama sudah dilakukan Selasa minggu lalu.
Kini giliran saya yang deg-degan.
Indonesia belum pernah memproduksi ventilator. Ventilator yang ada di rumah sakit kita semuanya impor. Bahkan semuanya adalah ventilator yang jenisnya invasive.
Berarti kita belum punya standar industri di bidang ini. Apalagi untuk ventilator jenis non-invasive yang ingin diproduksi ITB ini.
Saya pun lantas bertanya-tanya. Ke diri saya sendiri.
Ingin tahukah Anda apakah pertanyaan saya untuk diri saya sendiri itu?
Inilah pertanyaan itu (Sssstttt…. , karena ini pertanyaan untuk diri saya sendiri, tolong membacanya lirih saja): Jangan-jangan standar uji yang dipakai menguji Vent-I adalah yang dari luar negeri. Yakni standar ventilator yang sudah ada di rumah-rumah sakit itu. Yang, sssstttt, invasive itu.(*)