eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Cara membaca cerita pendek (Cerpen) tak biasa dilakukan dalam kegiatan Ngabuburit Literasi. Mengenalkan dan menghargai karya-karya sastra daerah Kalimantan Barat dilakukan dengan menampilkan ciri khas Kota Pontianak yang indah, fenomena dan sejarah kawasan tepian Sungai Kapuas.
Pegiat literasi menyusuri Sungai Kapuas sambil membaca cerpen dari buku “Demikianlah Pada Mulanya” karya Yusakh Ananda. Sementara di kejauhan tampak Masjid Jami Sultan Syarif Abdurahhman Alkadrie.
Rabu (22/5), kegiatan dimulai dari Taman Alun Kapuas yang dahulu dikenal sebagai Taman Larrive (Larrive Park), dilanjutkan ke Waterfront City. Kemudian, di atas kapal bandong sekaligus buka bersama menyusuri Sungai Kapuas.
Buku kumpulan cerpen “Demikianlah Pada Mulanya” merupakan karya sastra yang ditulis Yusakh Ananda. Sastrawan senior bahkan bisa dikatakan sebagai sesepuh di Kalbar. Diterbitkan tahun 1980. Namun, penulisan karya tersebut sudah dimulai pada rentang tahun 1940-an. Terdapat sembilan cerpen, yaitu Kampungku yang Sunyi, Penunggu Bukit yang Nakal, Sebuah Kelumit Terlepas, Penjual Keriping, Demikianlah Pada Mulanya, Si Hitam dan Anak-anaknya, Suatu Saat Telah Lewat, Juara Drumband, serta cerpen Lanun. “Saya senang, ini pertama kali saya mengikuti kegiatan literasi yang berbeda, membaca di atas kapal wisata sekaligus menyusuri Sungai Kapuas. Semoga kegiatan seperti ini terus digalakkan, karena bisa menjadi salah satu bentuk upaya dalam mengkampanyekan budaya membaca di kalangan masyarakat Kota Pontianak,” ujar Hari, salah satu peserta.
Dia berharap, masyarakat tergerak hatinya keinginan untuk membaca buku, tidak hanya di atas kapal, tapi dimana saja. Karena akan menyenangkan apabila kesadaran membaca bisa dilakukan dimana saja, tumbuh di benak masyarakat.
Sementara itu, Ahmad Sofian, penggiat buku lainnya berharap, kegiatan seperti ini bisa dilakukan rutin setiap bulan. Dengan bentuk yang sederhana, namun nyata dan berkelanjutan. “Yang terpenting dalam kegiatan ini, kita semua berembuk perihal pendanaan. Dari menyiapkan takjil, membayar biaya naik kapal dan lainnya. Crowdfunding istilahnya,” ucapnya.
Penulis buku Heritage ini berharap, dikesempatan berikutnya bisa lebih banyak lagi penggiat buku yang terlibat. Disesuaikan dengan momen, seperti Idulfitri. Diantaranya melakukan silaturahmi sastra dan budaya. “Jadi para penulis, sastrawan atau penggiat literasi yang muda akan berlebaran ke penulis, sastrawan yang lebih tua,” pungkasnya.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Yuni Kurniyanto