eQuator.co.id – Sekarang semua begitu mudah. Terutama bagi generasi milenial yang begitu lekat dengan teknologi. Dunia seperti dalam genggaman.
Iman Santosa, Pontianak
Buka seluler, tekan aplikasi, pesan barang yang diinginkan, dan zap, yang dipesan datang dalam hitungan menit. Tidak heran, bisnis berbasis teknologi digital tumbuh subur bak cendawan. Digitalpreneur, pengusaha dunia digital, jadi tren luar biasa diminati.
Namun, kehadiran mereka ini tidak dilahirkan seperti barang yang diantar. Tidak zap, tidak langsung sukses.
Menurut Edoardo, owner Ponjek (telepon ojek), kelahiran usaha berbasis teknologi lebih kepada kejelian merubah masalah menjadi peluang. Ponjek sendiri bermula dari temuannya yang kesulitan mencari moda transportasi di Kota Pontianak.
“Berbeda dengan di kota-kota besar lainnya yang begitu keluar rumah langsung ketemu angkutan umum, di Pontianak ini hampir nggak ada angkutan umum,” papar Edo, sapaan akrabnya, ketika berbagi pengalaman di Klinik Bisnis, Kamis (3/11), di De’Pac Cafe, Jalan Pulau We, Pontianak.
Moda transportasi publik yang tak memadai di Pontianak ini dirasakan dia tatkala hendak mengantar kerabatnya yang sakit. “Waktu itu mobil sedang masuk bengkel, jadi telpon taksi,” ceritanya.
Namun, ketika mendapatkan taksi, ia dikenai tarif pulang-pergi yang tinggi. “Pulangnya itulah saya pikir, kenapa ini nggak dijadikan peluang bisnis,” terang Edo.
Ponjek pun dimulai, menyediakan layanan ojek berbasis ponsel. Baik itu dengan sambungan langsung, layanan pesan, hingga aplikasi digital. Ia berharap Ponjek bisa menjadi salah satu solusi bagi masyarakat yang membutuhkan jasa transportasi di Kota Pontianak.
Edo menilai, selama kebutuhan masyarakat ada, maka sampai kapanpun peluang juga selalu ada. Ia mencontohkan, ketika hendak memulai mengembangkan Ponjek dengan layanan Ponbike, ojek sepeda motor, banyak yang meragukan idenya tersebut.
“Banyak yang bilang Pontianak belum siaplah, apalagi motor sudah ada dimana-mana,” kisahnya.
Tapi, dia meyakini ada peluang yang bisa diraihnya dari bisnis pengantaran dengan kendaraan roda dua. Setelah dicoba, keyakinan tersebut terbukti.
“Ada yang hujan malas keluar, Ponbike jadi solusi bantu membelikan, ada juga orangtua yang sibuk nggak sempat jemput anak sekolah, Ponbike juga jadi solusi,” tukas Edo.
Dalam acara besutan Hipmi Perguruan Tinggi Kalbar, Rakyat Kalbar, dan Pon TV ini, ia menyatakan, usaha yang sehat itu adalah yang dinamis dan dapat berkembang. Itu sebabnya, layanan Ponjek tidak berhenti sampai Ponbike dan Poncar saja. Kini hadir dua lini baru, Ponpickup untuk melayani jasa pengangkutan barang, dan Ponmassage, jasa pesan pijat.
“Moto kita, awak capek kamek pijit,” ungkapnya.
Dahulu, lanjut dia, ketika orang ingin pijat harus datang ke tempat pijat dan harus menunggu. Hal yang melelahkan, tentu saja. Ironis, karena tujuan untuk pijat adalah menghilangkan lelah.
“Tak payahlah awak pijit di luar, kamek yang datang,” seloroh Edo.
Tidak cukup hanya di situ, ia menjanjikan terobosan Ponjek lainnya. Dalam waktu dekat, bakal ada Ponbus dan Ponfly. Keduanya merupakan jasa untuk membantu pemesanan tiket bus dan pesawat.
Namun, yang sedang dalam rancangan dan menjadi unggulan Edo adalah Ponjob. “Kita melihat banyak sekali job seeker-job seeker di Pontianak, jadi di Ponjob kita ingin menyediakan informasi dunia kerja untuk mereka,” bebernya.
Tak dipaparkan keuntungan yang bisa diraup Ponjek, yang pasti, bagi Edo, berbisnis itu adalah soal action. Tidak peduli seberapa baik rencana, tidak akan berarti jika tidak pernah direalisasikan.
“Jangan pusing soal aplikasi dan segala macamnya, mulai saja dengan apa yang ada, nanti kalau sudah berjalan kita akan temukan sendiri jalannya,” ucap dia.
Ponjek pun, diakuinya, lahir bertahap. Setelah ide soal Ponjek muncul di benaknya, awal-awal cuma iseng membuat logo dan mengunggahnya di sosial media.
“Ternyata banyak yang menelpon, ya udah saya langsung kerjakan,” kata Edo.
Saat Ponjek dimulai, dia sendiri yang menyupir, memenuhi semua pesanan. “Selama sebulan, saya belajar membuat sistem, berhitung berapa biaya sekali antar, berapa tarifnya supaya bisa untung,” tuturnya.
Dari pengalamannya tersebut, pria asal Sintang ini mengingatkan, permasalahan akan selalu timbul dalam bisnis. Tapi, waktu adalah teman yang baik. Seiring berjalan, solusi dapat ditemukan.
“Yang penting kita yakin dulu dengan diri kita,” tegas Edo.
Imbuh dia, “Saya juga pernah gagal, ini saja usaha ketujuh. Dan tampaknya bisnis ketujuh ini justru yang saya yakin bisa makin berkembang”.
Edo berharap, Ponjek tidak sekedar bisnis semata. Ia pengin bisnisnya ini benar-benar jadi solusi untuk warga Pontianak dan kota itu sendiri. Visinya, Ponjek bisa membangun pemahaman bahwa masyarakat tidak perlu memaksakan diri membeli kendaraan pribadi.
“Jadi, kalau merasa udah ada ojek murah, buat apa lagi beli mobil mahal-mahal. Kan setidaknya mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalanan,” terangnya.
Dan, ia kembali meyakinkan bahwa masalah bukan musuh bagi seorang digitalpreneur. “Biar saja orang lain yang melihatnya sebagai masalah, kalau kita harus melihatnya sebagai peluang,” pungkas Edo. (*)