-ads-
Home Features Melirik Kehidupan Petani Buah Naga di Papua

Melirik Kehidupan Petani Buah Naga di Papua

Tanam Enam Bulan Sudah Panen, Sebulan Bisa 3-4 Kali

PETIK. Samirun, petani buah naga di Arso 14 Kabupaten Keerom saat memetik buah naga dengan menggunakan gunting di lahan buah naga yang terbentang seluas ½ hektar, Selasa (30/8). Nur Said-Cenderawasih Pos

eQuator.co.id – Para petani di daerah transmigrasi Kabupaten Keerom, Papua, khususnya di Arso 14 mulai getol budidaya buah naga. Cara tanam dan perawatannya memang relatif mudah dan harga jual buah naga cukup tinggi.

Buah naga memang bukan tanaman endemik di Papua. Buah dari tanaman sejenis kaktus itu selama ini biasanya hanya dijual di sejumlah supermarket. Buah-buah ini didatangkan dari sejumlah daerah yang lebih dulu membudidayakan seperti Jawa.
Namun, belakangan, sejumlah penjual buah di pinggiran jalan juga mulai banyak menjual buah yang diyakini memiliki khasiat yang besar bagi kesehatan ini. Informasi yang diterima Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group), buah ini sudah banyak dibudidayakan mulai dari Besum, Distrik Namblong Kabupaten Jayapura, dan belakangan juga dikembangkan oleh petani di daerah Arso 14 Kabupaten Keerom.
Budidaya buah naga ini diprediksi masih akan terus berkembang. Pasalnya, di Jawa, harga buah naga di tingkat petani rata-rata berkisar Rp15 ribu, bahkan bisa lebih rendah dari harga itu saat panen raya. Namun di Arso 14 Keerom, harga di tingkat petani masih Rp50 ribu per kg. Bila sudah dijual di supermarket di Kota Jayapura bisa mencapai Rp 75 ribu/kg.
Penasaran dengan budidaya buah Naga ini, Cenderawasih Pos, Selasa (30/8) lalu, berangkat menuju ke Arso 14 Kabupaten Keerom, yang jaraknya sekitar 50 km lebih dari Kota Jayapura. Untuk menuju lokasi budidaya ini, harus melewati jalan depan RS Kwaingga dan Polres Keerom di Arso Swakarsa lurus ke arah barat. Perjalananan tidak bisa cepat, karena selain jalan belubang, juga ada jembatan yang baru dibangun memasuki Arso 14.
Hanya saja, tidak sulit untuk menemukan lokasi budidaya buah naga ini, karena letaknya yang ada di pinggiran jalan. Terdapat sebuah pondok berlantai dua, terlihat di tengah hamparan ladang yang masih dibiarkan kosong. Sementara, di belakang pondok, lahan seluas ½ hektar dengan ukuran 50 x 100 meter terlihat berjajar rapi tanaman buah naga merah dan pepaya california yang dibudidayakan di bagian depan.
Bahkan, pagar pembatas juga tak luput dari tanaman buah naga. Beberapa pohon kelengkeng juga terlihat mulai dibudidayakan di lokasi ini.
Saat masuk ke lokasi, tercium sedikit aroma aneh, yang ternyata berasal dari kotoran ternak yang ditumpuk di sudut pondok milik Samirun. Sejumlah batang pohon buah naga terikat rapi di atas tumpukan pasir, yang disiapkan untuk bibit.
Dua orang wanita dengan menggendong balita, menyambut ramah Cenderawasih Pos saat tiba di lokasi. Setelah menunggu beberapa saat, pemilik lahan, Samirun tiba bersama dengan ibu Sarah, pimpinan Rumah Pintar (Rumpin) Papua Penuh Damai (Papeda) yang menjadi pembina masyarakat petani di Arso 14.
Samirun mengaku, baru beberapa hari lalu memanen untuk memenuhi permintaan supermarket di Kota Jayapura. Awalnya, dia enggan untuk memetik buah naga masak yang masih tersisa di kebunnya, lantaran dia tidak mau mengecewakan langganan supermarket yang sudah rutin membeli buah naganya.
“Kalau dituruti, banyak yang datang ingin beli dan memetik langsung di sini,” ujarnya.
Namun karena dibujuk, rombongan Cenderawasih Pos yang sudah jauh-jauh datang, akhirnya Samirun tak tega dan mengantar untuk memetik buah naga di kebunnya sambil menceritakan usaha yang baru digeluti Samirun 2 tahun terakhir ini.
Pohon buah naga ini masing-masing tumbuh dan diikat dalam sebatang kayu balok ukuran 10 x 10 cm berdiri setinggi 1,5 meter. Di bagian atasnya dipasang ban bekas bagian luar sepeda motor, untuk menahan juntaian batang tanaman kaktus ini. Beberapa batang terlihat bunga hijau keputihan, sebagian juga telihat buahnya yang memerah siap panen.
Pria berdarah Jawa ini mengaku saat membuka usaha, ketika membeli bibit, sempat tertipu karena dia buta aksara. Namun berkat usaha dan kerja kerasnya ia berhasil menjadi petani Buah Naga di Arso 14 dan pusat-pusat perbelanjaan di Jayapura menjadi penampung hasil panennya.
“Awalnya ada orang yang datang dan menawari saya untuk menjadi petani Buah Naga. Saya beli bibit dari Jawa melalui dia 100 batang dengan harga Rp 15 juta. Kemudian saya pesan sendiri di Jawa dengan jumlah yang sama hanya Rp 2 juta,” ungkapnya.
Baru kemudian ia sadar kalau saat membeli bibit ia tertipu karena perbedaan harganya yang sangat jauh. “Tapi ya sudahlah, itu saya jadikan pelajaran,” ucapnya.
Di lahan seluas ½ hektar ini, ia menanam bibit-bibit tersebut dan sebagai langkah awal ia tanam 170 pancang. Untuk saat ini, sudah menjadi ribuan pancang.
Pertumbuhan Buah Naga ini cukup pesat. Sejak usia 6 bulan tanam, ia sudah bisa panen dan dalam sebulan bisa panen 3 sampai 4 kali. Sedangkan perkembangannya dari bunga hingga buah siap panen hanya membutuhkan waktu 33 sampai 35 hari.
“Sekali panen bisa mendapat 1 sampai 3 kwintal, bahkan pernah mendapatkan 5 kwintal sekali panen,” jelasnya. Asal rajin merawat, buah ini katanya bisa berbuah sampai umur 20 tahun. “Katanya bisa sampai umur 20 tahun, karena saya baru menanamnya selama 2 tahun dan sudah berkali-kali panen,” ucapnya.
Untuk menghasilkan buah naga yang berkualitas, sampai sekarang ia tak pernah berhenti belajar. Bahkan ia juga mengambil bibit buah naga dari petani lain untuk perbandingan.
“Ini ada bibit dari Besum yang saya coba tanam di sini. Saya juga menyiapkan bibit sendiri untuk ditanam lagi karena ada rencana untuk membuka kebun buah naga di lokasi lain, tapi masih di Arso 14 seluas 1 hektar, tapi itu kebun bersama,” ungkapnya.
Diakuinya, tidak semua buah naga yang ia tanam berbuah. Ada juga yang tidak berbuah ataupun buahnya kecil-kecil.  “Kalau sudah begitu, saya biasa cari apa penyebabnya. Termasuk bagaimana bisa menghasilkan buah naga yang berkualitas dan berbuah besar,” ungkap Samirun yang mengaku juga belajar buah merah dari siaran televisi.
Pengetahuan itulah yang kemudian ia terapkan, sehingga pohon Buah Naga yang ditanamnya selalu berbuah. “Merawatnya cukup memberikan pupuk dan membersihkan tunas-tunas yang tidak terpakai karena kalau 1 batang ada banyak tunas, maka bisa membuat perkembangan buahnya tidak maksimal,” jelasnya sambil memetik Buah Naga yang sudah siap panen.
Diakuinya pasaran penjualan Buah Naga di Jayapura cukup bagus, bahkan ia sampai kewalahan, tak bisa memenuhi permintaan karena tingginya animo masyarakat pada Buah Naga.  “Kalau untuk melayani permintaan pengunjung yang datang masih kurang, karena banyak yang mau beli, tapi saya lebih mengutamakan permintaan pusat perbelanjaan karena mereka siap menampung berapapun dan kapanpun saya panen. Jadi saya utamakan mereka karena ini menyangkut kepercayaan,’’ ungkapnya.
Buah naga ini ia jual dengan harga Rp 50 ribu/kg. Biasanya 1 kg isi 2 atau 3 buah. “Terkadang pusat perbelanjaan sampai telepon-telepon minta stok ditambah karena cukup laris dibandingkan buah lain. Tapi ya bagaimana lagi kalau belum saatnya panen ya belum bisa dipetik,” ujarnya.
Menyikapi tingginya permintaan, ia bersama teman-teman sedang menyiapkan 1 hektar lahan untuk ditanami buah naga lagi. “Untuk sekarang memang masih sedikit petani yang jual Buah Naga di Arso 14 saja hanya 4 orang dan semua adalah adik-adik saya yang saya ajak untuk menanam Buah Naga,” tuturnya.
Ditambahkan, Buah Naga ini ada yang merah dan ada yang putih. Namun ia memilih menanam Buah Naga yang merah karena di pasaran Buah Naga putih kurang diminati pembeli.  Sementara itu, Pimpinan Rumpin Papua Penuh Damai, ibu Sarah, mengakui bahwa para petani ini dulu sempat tertipu oleh orang yang tinggal di Rumah Pintar miliknya. Namun pria berinisial WHS itu kini telah dikeluarkan dari Rumpin sejak Desember 2015 lalu. Pria yang datang tanpa tanda pengenal atau identitas KTP itu, memang sempat memanfaatkan Rumpin untuk kepentingan pribadinya.
“Dia datang dan tinggal di Rumpin, tanpa sepengetahuan saya selaku pemilik dan pimpinan lembaga ini,”ujarnya. Pihaknya berkomitmen untuk mendorong para petani di Arso 14 ini, untuk terus meningkatkan kemampuan mereka dalam membudidayakan buah naga, termasuk untuk meningkatkan produksi dengan memperluas areal budidaya buah naga ini. (*/CENDERAWASIH POS/JPG)

Sundari Sulistyani, Keerom

Exit mobile version