eQuator.co.id – Pontianak-RK. Sekolah Menegah Pertama (SMP) Bruder Pontianak, tahun ini telah mencapai usia 62 tahun. Banyak karya dan perjuangan yang dilewati SMP Bruder untuk mencapai usia yang lebih dari setengah abad itu.
Saat ini, bangunan SMP Bruder telah selesai direnovasi total. Rencananya akan diresmikan pada Kamis, 16 Agustus 2018 dalam Misa Pemberkatan oleh Uskup Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus, Pr.
Acara yang akan digelar di halaman SMP Bruder ini akan dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari Pejabat Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Pontianak, Keuskupan Agung Pontianak, Yayasan Pendidikan Sekolah Bruder, para Kepala Sekolah SMP di Rayon 1 Kota Pontianak, para guru, mantan guru, para alumni dan donatur, tamu undangan serta seluruh siswa-siswi SMP Bruder.
Kepala SMP Bruder Pontianak, Br. Stefanus Petrus Tiyon, MTB, S.Pd, M.Pd menerangkan, pembangunan gedung baru SMP Bruder Pontianak ini bukan tanpa rencana. “Ini merupakan pemikiran dalam jangka waktu panjang,” ujar Senin (13/8).
Dikatakannya, rencana pembangunan ini mulai kencang bergulir sejak tahun 2003. Hal itu dilakukan karena tuntutan dunia pendidikan yang mengharuskan bahwa setiap sekolah mempunyai gedung sendiri.
“Seiring dengan program jangka panjang dalam agenda prioritas Bruder Maria Tak Bernoda (Kongregasi MTB) dan didukung penuh para panitia serta koordinator pertemuan alumni saat reuni 60 tahun SMP Bruder, maka disepakati untuk mendukung dan memulai pembangunan gedung baru SMP Bruder Pontianak pada akhir tahun 2016,” jelasnya.
Ia menceritakan, SMP Bruder Pontianak merupakan pengembangan karya pendidikan para Bruder MTB. Hal ini sebagai salah satu wujud kepedulian dan keprihatianan akan ketertinggalan bangsa dan negara di bidang pendidikan, khususnya di Kalbar. Khususnya Pontianak.
Yayasan Pendidikan Sekolah Bruder ini, dijelaskan Stefanus, dikelola oleh para Burder-Bruder MTB yang berpusat di Pontianak. Penyerahan kedaulatan dari kolonial Belanda kepala Indonesia membawa akibat yang berarti dalam dunia pendidikan di Indonesia umumnya pada saat itu dan khususnya sekolah-sekolah yang ditangani oleh para Bruder MTB di Pontianak.
Dalam pengakuan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) disepakati bahwa para pejabat kolonial (sebagai guru, para Bruder termasuk dalam kalangan ini) diberi kesempatan untuk memilih kewarganegaraan.
Mgr. Van Valenberg dengan mengutip ensiklik ‘Maximum Illud’ yang menyatakan bahwa para misionaris dianjurkan tidak melibatkan diri dalam politik, menyesuaikan diri dengan masyarakat setempat dengan mempelajari bahasanya dan tidak membawa adat kebiasaan tanah air sendiri serta tidak mengabdikan diri demi kepentingan tanah air sendiri.
Akhirnya setelah mendengar kutipan dari Mgr. Van Valenberg, para Bruder yang waktu itu menjabat sebagai kepala sekolah atau pimpinan lokal dengan senang hati menjadi warga Negara Indonesia dan terus menangani pendidikan (sekolah).
Dikatakannya, cikal bakal keberadaan SMP Bruder tidak terlepas dari keberadaan sekolah dagang. Ini dimulai pada tahun 1937 sampai 1946. Bruder Bruno MTB kala itu dipercayai sebagai kepala sekolah. Sekolah dagang ini didirikan karena keprihatinan para pioneer Bruder-Bruder MTB akan situasi anak-anak yang kurang bisa diterima serta enggan untuk bersekolah di sekolah-sekolah orang Belanda saat itu. Karena pekerjaan orang tuanya kebanyakan berniaga baik kecil-kecilan maupun besar.
Sekolah ini kemudian menjadi sangat favorit karena lulusannya segera bisa mendapatkan pekerjaan di kantor-kantor pemerintahan dan kantor perusahaan. Bahkan pengusaha-pengusaha dari pulau Jawa memakai jasa perantara untuk menarik lulusannya agar bekerja pada perusahaannya. (huijbergen dan ujung-ujung dunia 179, 2004).
Suksesnya sekolah dagang ini, diceritakan Stefanus, tidak bisa bertahan lama. Kemudian berganti menjadi SMEP (Sekolah Menegah Ekonomi Pertama). Sekolah ini tidak berlangsung lama juga usianya. Karena setelah Indonesia merdeka sistem pendidikan Indonesia hanya mengenal 3 tingkatan sekolah yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMEA/STM. Maka pada tahun 1956-1957 setelah Indonesia merdeka, SMEP beralih menjadi SMP
Sesuai dengan tuntutan zaman, SMEP oleh pemerintah telah diperuntukan untuk anak setingkat SMP maka menjadi SMP pada tahun 1956 sampai sekarang. “Jadi, keberadaan SMP Bruder Pontianak dengan aneka ragam pengalaman suka dan duka, raihan prestasi dan prestise tidak terlepas dari para nahkoda yang menjalankannya,” tutur Stefanus.
Para nahkoda SMP Bruder itu diantaranya, Br. Boromeus, MTB menjadi pimpinan sekolah pada tahun 1964-1966. Kemudian pada tahun 1966-1972 SMP Bruder dipimpin oleh Br. Valentinus, MTB. Tahun 1972-1976 dipimpin oleh Br. Hermanus, MTB. Tahun 1976-1998 dipimpin oleh Drs. Marcus Alin. Karena sudah masa pension, maka tahun 1998-2002 posisi Marcus diganti oleh Drs. Petrus Djeranding.
“Tetapi Tuhan berkehendak lain, pada tahun 2002 Bapak Drs. Petrus Djeranding dipanggil Tuhan sehingga Bruder Yohanes Anes, MTB pada tahun 2002-2005 mengantikan sisa masa jabatannya,” papar Stefanus.
Estafet kepemimpinan kemudian beralih ke Dra. Regina, M.Si dari tahun 2006-2014. “Dan karena masa jabatan hanya boleh dua periode maka pada tahun 2015 sampai sekarang SMP Bruder dipimpin saya,” tutup Stefanus.
Laporan: Antonius
Editor: Ocsya Ade CP