eQuator.co.id – SINTANG-RK. Angka kemiskinan di Kabupaten Sintang setiap tahun bukannya menurun, tapi malah stagnan. Bahkan sedikit mengalami kenaikan. Angkanya kini mencapai 10,30 persen atau 42 ribu jiwa.
“Sehingga ini masih menjadi permasalahan kita bersama, bagaimana caranya kita untuk menurunkan angka itu,” ujar Bupati Jarot Winarno, Selasa (22/1).
Jarot dalam perayaan Natal bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dharma Wanita dan PGRI Kabupaten Sintang, di Gedung PGRI Sintang, memaparkan, tahun 2016 hingga Maret 2017, garis kemiskinan ditetapkan Rp477 per kapita per orang per bulannya.
Sehingga jika dihitung satu keluarga ada empat orang, dengan penghasilan dua juta per bulan baru lepas dari garis kemiskinan.
“Pada Maret 2017 hingga Maret 2018, garis kemiskinan dinaikan Rp551 per orang. Sehingga kalau satu keluarga ada empat orang, mesti berpenghasilan Rp2,2 juta per bulan. Itu baru dinyatakan lepas dari garis kemiskinan,” terangnya.
Hal ini kata jarot, dikarenakan adanya inflasi. Tentu ini akan terus terjadi di Sintang selamanya, apabila tidak mampu membangun dari pinggiran.
“Kita tidak mampu menangani kegawatdaruratan infrastruktur dasar, sehingga ekonomi biaya tinggi pasti terjadi di pedalaman, dan garis kemiskinan dinaikkan,” terangnya.
Jarot menjelaskan, masalah dasar di Sintang yakni kemiskinan, ketahanan pangan, gizi dan pendidikan. Alam dan sumber daya belum bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk memberantas permasalahan yang dihadapi tersebut.
“Setiap kali saya pergi ke pedalaman, pinggiran kota, kiri kanan lahan masih dipenuhi padang ilalang. Belum termanfaatkan untuk meningkatkan ketahanan pangan,” katanya.
Jarot berharap, tantangan dan permasalahan berjubel yang terjadi di daerah ini, agar semua pihak dapat bekerja sama untuk memberantasnya. (pul)