eQuator.co.id – Sekadau-RK. Tim Saber Pungli Sekadau menciduk salah seorang Kepala SMA swasta di kabupaten tersebut. Pria berinisial DEH itu dituding melakukan Pungli lantaran minta uang Rp300 ribu kepada mantan siswanya saat pengambilan ijazah kelulusan
Wakapolres Sekadau, Kompol Onisimus Umbu Sairo sekaligus Ketua Tim Saber Pungli Sekadau menuturkan, sebelumnya pihak kepolisian mendapat informasi tentang adanya pungutan tidak wajar sebesar Rp 300.000 guna pengambilan ijazah. Mendapat informasi tersebut Unit Dua Sat Reskrim Polres Sekadau selaku Unit Pokja Penindakan Tim Saber Pungli Sekadau melakukan penyelidikan dan merencanakan dilaksanakannya Operasi Tangkap Tangan (OTT).
“Dimana pada saat akan mengambil ijazah, para siswa tersebut diwajibkan untuk membayar uang sebesar Rp300 dan ijazah tersebut harus diambil di rumahnya,” ujar Wakapolres sebagaimana keterangan pers yang diterima Rakyat Kalbar, Minggu (9/9).
Sementara Kasat Rekrim Polres Sekadau, Iptu M Ginting menjelaskan kronologis penangkapan DEH. Bermula selasa (4/9), petugas melakukan pengintaian terhadap DEH di kediamannya. Saat itu, petugas mendapati orangtua murid SMA swasta tersebut datang ke rumah DEH untuk mengambil ijazah. Tidak berselang lama, Unit Pokja Penindakan Saber Pungli Sekadau melakukan OTT terhadap DEH.
“Saat itu, DEH tidak menyangkal akan perbuatannya dalam memungut uang sebesar Rp300.000 kepada setiap siswa yang lulus tahun 2018 bila akan mengambil Ijazah tersebut,” ungkap Ginting.
Dari sekitar 28 ijazah yang akan dibagikannya, DEH mengakui telah melakukan pungutan yang sama terhadap enam siswanya. Pelaku
melakukan aksinya bukan di sekolah. Melainkan di rumahnya sendiri. “Ijazah para siswa dibawa ke rumahnya. Bagi siswa yang hendak mengambil ijazah tersebut diwajibkan membayar Rp300 ribu dan mengambil di rumahnya,” jelasnya.
Dari hasil OTT tersebut, petugas juga mendapati barang bukti. Yaitu 1 unit laptop warna hitam, 19 ijazah SMA, 28 SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional), uang sebesar Rp1.800.000, dan 1 lembar daftar Siswa. DEH berikut barang-barang tersebut dibawa ke Polres Sekadau.
Dari hasil pemeriksaan petugas, ternyata DEH sudah tidak menjabat lagi sebagai Kepala SMA. Ia sebelumnya sudah diberhentikan pihak yayasan. DEH kemudian dikembalikan ke rumahnya setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di Mapolres Sekadau. Selanjutnya, dilakukan penyelidikan dan pengambilan keterangan terhadap saksi-saksi.
Pada Kamis (6/9) dilaksanakan ekspos terhdap tindakan OTT tersebut di hadapan Tim Saber Pungli Sekadau. Ekspos dilakukan di Ruang Rapat Asisten I Kabupaten Sekadau.
Kapolres Sekadau AKBP Anggon Salazar Tarmizi mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti serta keterangan para saksi untuk memperjelas kasus tersebut. “Kita masih mendalami lagi, apakah kasusnya masuk ke dalam ranah korupsi, penggelapan, atau penipuan,” ucapnya.
Pasal sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak dapat diterapkan. Mengingat tidak ditemukannya unsur-unsur sebagaimana terdapat dalam pasal-pasal Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan DEH dalam menahan ijazah para siswa yang sudah lulus dengan meminta uang Rp300 ribu, belum dapat disimpulkan sebagai perbuatan yang dapat disangka dengan pasal pemerasan. Mengingat belum tergambar dengan jelas adanya perbuatan kekerasan ataupun ancaman kekerasan.
Ditambah lagi adanya pemberian ijazah yang dilakukan DEH secara gratis kepada tiga siswa yang tidak mampu. Kalau dibilang korupsi DEH sudah tidak pegawai negeri lagi. Kalau dibilang penggelapan bisa juga. Dibilang pemerasan hampir bisa. Tinggal masing-masing unsurnya di perdalam dari keterangan saksi-saksi mana yang lebih berat. “Tinggal jaksa yang memilih pasal penggelapan, pasal penipuan, atau pasal pemerasan,” jelas Anggon.
Ia melanjutkan, DEH meminta uang Rp300 ribu dengan alasan untuk biaya transportasi dan akomodasi dalam pengambilan ijazah ke Dinas Pendidikan Kalbar. Padahal DEH mengambilnya di SMA lainnya. Sehingga ia dapat dipersangkakan dengan Pidana Penipuan lantaran statusnya yang sudah tidak lagi menjabat kepala sekolah. Namun, DEH masih menguasai ijazah dengan tidak menyerahkannya ke SMA tersebut. Ini merupakan perbuataan yang dapat dipersangkakan dengan perbuatan Pidana Penggelapan. “Kalau dibilang penggelapan dia menggelapkan ijazah yang semestinya tidak sama dia,” sebutnya.
Kalau dibilang penipuan, mungkin DEH bisa saja menggunakan tipu muslihatnya. Karena dia mengatakan ijazah diambil ke Pontianak. sehingga harus ada uang pengganti.
“Kalau dibilang pemerasan, belum kita temukan ancamannya. Kan pemerasan harus ada ancamannya, sebab itu masih kita dalami,” tandasnya.
Anggon berpesan, kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat serta instansi pelayanan publik. Mulai dari desa hingga kota, agar tidak melakukan praktik pungli sekecil apapun. Sebab pungli termasuk masalah serius yang harus diberantas.
“Hal tersebut juga sudah digencarkan kepada masyarakat melalui Bhabinkamtibmas setiap Polsek jajaran Polres Sekadau agar menyapu bersih segala bentuk pungutan liar,” tutup Anggon.
Dikutip dari Jawa Pos, Polri berupaya membersihkan pungli dalam layanan publik. Dua kasus dugaan pungli di sektor layanan publik terungkap.
Sesuai data Bareskrim, ada dua kasus yang baru saja diungkap, pertama kasus pungli ganti rugi pembebasan tanah di Medan. Kasus tersebut bermula dari pembebasan tanah di Jalan Karya Wisata Medan. Pemilik tanah bernama Roger Taruna dimintai uang pungli dari Kepala Lingkungan berinisial KK.
Lalu, dilakukan operasi tangkap tangan terhadap KK di sebuah restoran. Saat itu KK menerima uang Rp 30 juta dari Roger. Direskrimsus Polda Sumut Kombespol Toga Panjaitan menuturkan bahwa KK tersebut melakukan pungli dengan alasan menguruskan ganti rugi. ”Padahal, tidak ada biaya pengurusan semacam itu, apalagi yang diminta itu Rp 30 juta,” ungkapnya.
Menurutnya, operasi tangkap tangan itu terjadi pada 7 September lalu. Saat ini pelaku telah ditetapkan menjadi tersangka. ”Pelapornya itu korban bernama Roger, yang kemudian bersama-sama membantu OTT,” ujarnya.
Kasus lainnya terjadi di Jember, dua lembaga PAUD dipungli oleh oknum penilik PAUD kecamatan yakni, S dan AR. Awalnya, terdapat bantuan dana layanana khusus untuk PAUD Nurul islam dan PAUD Cempaka. Untuk satu PAUD mendapatkan Rp 25 juta.
Direskrimsus Polda Jatim Kombespol Agus Santoso menjelaskan bahwa dua oknum penilik PAUD itu meminta bagian 15 persen atau Rp 3.750.000 dari bantuan yang diterima. ”Artinya, total Rp 7.5 juta yang diminta dari dua PAUD,” ungkapnya.
Keduanya saat ini menjadi terlapor dalam kasus tersebut, dia mengatakan bahwa pungli semacam ini tentu akan mempengaruhi layanan dalam PAUD. ”Kami masih dalam pemeriksaan untuk saksi dan terlapor. Barang bukti juga telah disita,” paparnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Arief Sulistyanto menjelaskan bahwa Bareskrim berupaya mendorong agar reserse membantu dalam perbaikan layanan publik. Sehingga, masyarakat tidak terus menerus menjadi korban dari pungli. ”Kami berupaya menghentikan pungli hingga ke akar-akarnya,” terangnya.
Laporan: Abdu Syukri, Jawa Pos/JPG
Editor: Arman Hairiadi