eQuator.co.id – PERBINCANGAN netizen-netizen latah pascagempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB) menimbulkan banyak kegaduhan. Mereka menyebarkan informasi yang bersumber dari ”katanya-katanya”. Padahal, faktanya tidak demikian.
Jawa Pos bersama Lombok Pos menghimpun sejumlah pesan berantai yang dampaknya merugikan masyarakat NTB. Pesan tersebut, antara lain, adanya isu maling yang menyatroni rumah warga dan tempat pengungsian. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran berlebihan di kalangan warga. Baik yang mengungsi maupun tidak.
Kekhawatiran juga menyelimuti warga maupun jurnalis yang melakukan peliputan. Sebab, warga sering curiga dengan orang baru yang datang. Jawa Pos menemukan banyak posting-an yang menyebutkan terjadi aksi pencurian dan perampokan pascagempa di NTB. Foto-foto dan video terkait hal tersebut disebar netizen yang tidak melihat dan mengalami kejadiannya langsung.
Misalnya, yang disebar akun Facebook Purniawirawan Gookk (Fb.com/nia.gok). Dia dengan pede mem-posting sebuah gambar di akun Facebook resmi milik Polda NTB. ”Ini kan di kopang pak. Baru aja temen live,” tulis Purniawirawan. Jawa Pos juga menemukan akun lain yang mem-posting gambar serupa. Yakni, akun Dinde Ninge (fb.com/jaman.new.39).
”Nasib TRAGIS MALING TERNAK di Kopang Lombok Tengah kejadiannya pukul 11:30 ..malam ini.. dimassa oleh warga hingga tewas ditempat….ya Allah SWT…masih ada juga manusia yg memanfaatkan kesempatan di saat saudara2 nya masih dalam kesusahan..ndk bisa mau ngomong apa lagi…!!!” tulis Dinde Ninge.
Ternyata, foto yang diunggah Purniawirawan dan Dinde Ninge bukan kejadian di Kopang, Lombok Tengah. Foto tersebut ternyata kejadian amuk massa terhadap pencuri anjing di Medan. Sejumlah portal berita di Sumatera Utara pernah memberitakan peristiwa yang terjadi Desember 2017 itu. Anda bisa mengakses berita dari kejadian tersebut di situs Sumut Pos (Jawa Pos Group) lewat link bit.ly/SumutPos.
Beredar pula informasi penjarahan bantuan bagi warga Lombok. Kata sejumlah netizen, bantuan dicegat di tengah jalan dan diminta paksa. Dari penelusuran Lombok Pos, itu tidak terjadi. Yang ditemukan Lombok Pos di lapangan klop dengan keterangan relawan di lapangan.
Salah satunya relawan bernama Irwan Efendi. Lewat akun Facebook-nya yang juga dikonfirmasi kembali via telepon, Irwan menerangkan bahwa memang ada bantuan yang dicegat warga. Namun, kejadian itu bisa dimaklumi karena dampak dari gempa yang begitu dahsyat.
”Itu insting bertahan hidup menurut saya,” kata Irwan. ”Peristiwa tersebut hanya terjadi di hari pertama dan kedua pascabencana,” imbuhnya.
Irwan mengalami sendiri apa yang terjadi pada hari ketiga dan seterusnya. Menurut mereka, kondisi di atas tidak terjadi lagi. Saat itu dia memberikan bantuan ke dua posko di sebuah desa di Lombok Utara. ”Masyarakat yang berada di pinggir-pinggir jalan itu malah mengarahkan untuk dibantu. Mereka melancarkan lalu lintas, sudah tidak ada pemaksaan. Apalagi sampai menodong dengan golok dan bambu di tengah jalan,” terangnya. (Jawa Pos/JPG)