-ads-
Home Features Main Balogo Setelah Salat Tarawih

Main Balogo Setelah Salat Tarawih

Kemeriahan Warga Pagatan Sambut Ramadhan

PERMAINAN TRADISIONAL. Balogo sering dimainkan warga Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir. Karyo-Radar Banjarmasin

Permainan Balogo ramai dimainkan selama bulan Ramadan. Menjadi semacam pengisi jeda. Biasanya Balogo dimainkan warga setelah menjalankan salat tarawih di jalan kampung dan lorong-lorong gang dekat musala.

Karyono, Batulicin

eQuator.co.idBALOGO dikenal sebagai permainan tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan. Tidak hanya dimainkan anak-anak dan remaja, tapi juga oleh orang dewasa. Umumnya dimainkan kaum pria. Nama permainan Balogo diambil dari kata logo, yaitu bermain dengan menggunakan alat logo.

-ads-

Belakangan Balogo jadi “musim” di Tanbu. Terutama sejak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Bumbu menggelar lomba Balogo di event Pesta Adat Mappanretasi 2017, Peminat permainan tradisional ini semakin banyak.

Di Kota Pagatan Kecamatan Kusan Hilir, permainan Balogo sering dimainkan selama Ramadan. Biasanya, Balogo dimainkan warga setelah menjalankan ibadah salat tarawih.

“Hampir setiap Ramadan ramai dimainkan Balogo. Biasanya dilakukan setelah salat tarawih,” cerita Kepala Desa Mattone Kampung Baru Kecamatan Kusan Hilir Andi S Jaya, Sabtu (26/5).

Menurutnya, hampir semua desa-desa yang ada di Kecamatan Kusan Hilir memainkan permainan ini. Biasanya permainan Balogo dilakukan di jalan-jalan masuk gang. “Dulu pernah di jalan umum, tapi dilarang karena mengganggu arus lalu lintas. Sekarang kondisi jalan di gang sudah diaspal semua,” jelasnya.

Menurut cerita warga lainnya, hampir setiap malam selama bulan Ramadan, puluhan warga di Pagatan berkumpul di satu tempat untuk bermain Balogo. Nyaris di setiap kampung, berbagai lapisan masyarakat memadati jalan atau lapangan berukuran 5 x 30 meter. Lapangan ini biasa digunakan warga Kecamatan Kusan Hilir untuk menggelar lomba Balogo.

“Balogo merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang populer sejak tahun 1980-an,” ujar Amrullah, warga Desa Batuah Kecamatan Kusan Hilir.

Logo terbuat dari tempurung kelapa. Garis tengahnya berukuran sekitar 5 sampai 7 sentimeter dan memiliki ketebalan satu sampai 2 sentimeter. Bentuk logo bermacam-macam, ada yang berbentuk bundar, hati dan berbentuk getas. Sementara motifnya sangat variatif. Dari motif bunga, burung, ular, wajah manusia dan beragam jenis motif lainnya.

Dalam permainan, seseorang harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut penapak. Masyarakat Kecamatan Kusan Hilir biasa menyebutnya dengan campa, yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 sentimeter dengan lebar 2 sentimeter.

Campa berfungsi untuk mendorong logo agar dapat meluncur dan merobohkan logo milik lawan yang sudah dipasang dengan teknik khusus.

Ketua Lembaga Ade Ogie Tanah Bumbu Burhansyah menjelaskan bangkitnya permainan tradisional Balogo merupakan sebuah pelajaran berharga bagi generasi muda, bahwa tradisi dan budaya, yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, sportivitas, kerja keras dan persaudaraan memang perlu dibangkitkan kembali.

“Hal ini tentu sangat penting jika melihat fakta bahwa sebagian remaja masa kini terkesan apatis dengan hal-hal yang bersifat tradisional,” terangnya.

Ditambahkannya, selain Balogo, masih banyak permainan tradisional yang perlu dibangkitkan. “Upaya untuk membangkitkan ini harus mendapat dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat. Akan lebih baik lagi, jika pemerintah daerah ikut mendorong bangkitnya berbagai permainan tradisional yang telah lama dilupakan oleh masyarakat,” paparnya.

Sementara itu, Bupati Tanbu Mardani H Maming dalam sebuah kesempatan mengatakan akan memasukan permainan Balogo ke dalam kalender event budaya masyarakat Suku Banjar.

Nantinya, permainan tersebut akan mencul secara berkala dalam setiap pagelaran event budaya. Salah satunya ikut meramaikan Pesta Laut Mappanretasi. “Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian budaya agar Balogo tidak punah,” jelas Mardani.

Permainan Balogo ini bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang” (pemain yang logonya dipasang untuk dirobohkan).

Jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Dengan demikian jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan.

Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Karenanya inti dari permainan balogo ini adalah keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan, mereka itulah pemenangnya.

Sebagai akhir permainan, pihak yang menang biasanya disebut dengan “janggut” dan boleh mengelus-elus bagian dagu atau jenggot pihak lawan yang kalah sambil mengucapkan teriakan “janggut-janggut” secara berulang-ulang yang tentunya membuat pihak yang kalah malu, tetapi bisa menerimanya sebagai sebuah kekalahan. Namun cara seperti sudah jarang dilakukan lagi. (*/Radar Banjarmasin/JPG)

Exit mobile version