Mahalnya Buat Surat Keterangan Kematian

Duitnya Dipakai Beli Gula-Kopi

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Sudah susah, malah dibikin susah. Seperti itulah layanan birokrasi di Desa Balai Sebut, Jangkang, Sanggau. Untuk mendapatkan surat keterangan kematian, harus membayar Rp250 ribu.

Fransiskus Kicun, 46, warga Jangkang mempertanyakan mahalnya tarif pembuatan surat keterangan kematian di kantor Desa Balai Sebut. Sebagaimana dialami adik iparnya saat mengurus surat keterangan kematian, dimintai uang Rp250 ribu.

“Melihat biaya yang menurut saya mahal itu, saya meragukan. Apa dasar hukumnya? Kalau ada Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur, nomor berapa? sehingga menetapkan tarif sebesar itu,” tanya Kicun, belum lama ini.

Dia meminta aparatur desa mengoreksi tarif surat keterangan kematian yang menurutnya mahal. Tidak semua masyarakat mampu membayarnya. Sementara surat tersebut masuk dalam dokumen negara, agar bisa mengurus berbagai administrasi kenegaraan.

“Saya minta diubah. Tampaknya di setiap desa sama tarifnya. Saya rasa biaya ini memberatkan. Apalagi bagi keluarga yang sedang berduka,” kesal Kicun.

Seharusnya biaya pembuatan surat keterangan kematian itu dibebankan kepada negara. Bukan kepada masyarakat yang suka rela mengurus. Bagaimanapun juga negara punya kepentingan terhadap data itu. “Kalaupun ada biaya, saya yakin tidaklah sebesar itu,” kata pria yang juga Anggota Komisi B DPRD Sanggau itu.

Kicun berencana akan menyampaikan apa yang dialami adik iparnya kepada Komisi A. Masalah ini masuk dalam tugas dan fungsi (tupoksi) Komisi A.

“Saya tidak berani mengatakan ini Pungli (pungutan liar) atau bukan. Tetapi kalau mereka tidak bisa menjelaskan dasar hukumnya, sudah pasti itu masuk kategori Pungli,” tegasnya.

Diakuinya, peraturan desa banyak memberatkan masyarakat. Seperti yang terjadi di Desa Balai Sebut, Desa Selampung, Desa Sape dan beberapa desa lainnya. Apalagi di desa itu ada perkebunan sawit.

Setiap transaksi jual-beli lahan sawit, aparatur desa meminta fee tiga sampai lima persen dari harga jual beli. Katanya itu berdasarkan peraturan desa. Padahal peratura desa bisa dilaksanakan itu, apabila disetujui BPD dan sudah diverifikasi dan dievaluasi oleh Sekda. “Apabila belum, tentunya tidak bisa diterapkan. Karena belum memiliki kekuatan hukum,” beber Kicun.

Kepala Desa Balai Sebut, Mikael Riduan Mariadi mebantah adanya Pungli yang dilakukan jajarannya. Khususnya dalam pengurusan surat administrasi dan keterangan kematian. Hal itu diakuinya langsung saat diwawancarai melalui telpon seluler, Kamis (20/10).

Mikael, menegaskan, pembuatan surat-menyurat di kantor Desa Balai Sebut memang dikenakan biaya administrasi. Namun tidaklah Rp250 ribu. “Kita tidak ada Pungli dengan melakukan penarikan sebesar itu,” kilahnya.

Diakuinya, jika mengurus surat kematian tidak dikenakan biaya. Kecuali jika mengurus keluarnya asuransi atau santunan dari CU (Credit Union). “Dikenakan administrasi sebesar Rp100 ribu,” ungkapnya.

Jika uang yang ditarik sebesar Rp100 ribu dari para pembuat surat kematian, sebagai sarat pencairan dana santunan tersebut. Dana itu digunakan untuk operasional kantor desa, seperti makan dan membeli gula dan kopi.

Jika ada biaya lainnya, seperti penarikan denda adminstrasi, sangat kecil sekali. Tidak ada yang mencapai ratusan ribu seperti yang diadukan masyarakat.

Laporan: Kiram Akbar

Editor: Hamka Saptono