LINTAH ONLINE

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Saya menerima pesan pendek. Lewat Whatsapp. Dari seorang wanita. Ibu rumah tangga. Single parent. Anaknya dua.

“Kapan ada webinar cara melunasi utang?” tanyanya.

“Kami sedang memastikan tanggalnya,” jawab saya.

“Kalau bisa jangan lama-lama Pak, saya sudah terdesak,” katanya.

Saya tidak kenal ibu bernama Natasha itu. Tapi ia memperkenalkan diri berasal dari Surabaya. Sejak bercerai dengan suaminya, ia pindah ke Semarang.  Agar lebih mudah melupakan trauma rumah tangganya.

Sebagai single parent Natasha harus banting tulang lebih keras. Dua anaknya yang mulai menginjak remaja butuh uang sekolah lebih banyak.

Aneka peluang bisnis ia ambil. Yang penting menghasilkan uang. Penghasilannya sebagai tenaga marketing freelance memang tidak pasti. Kadang gede. Kadang kosong blong. Sementara kebutuhan dapurnya tak bisa ditunda.

Akhirnya Ia berkenalan dengan bisnis online. Lewat salah satu customernya. “Bisnis mudah. Tidak perlu keahlian. Bisa dikerjakan dari rumah. Modalnya cukup punya HP. Hasilnya wow.”

Begitu promosinya. Siapa yang matanya tidak langsung “hijau” mendapat tawaran begitu?

Awalnya hanya setor duit Rp 1 juta. Setelah membuktikan menerima bagi hasil pertama, is percaya saja. Ditambahlah setorannya. Jadi Rp 10 juta.

Tergiur dengan model bisnis yang sangat menyenangkan itu, ia pun mulai mengajak teman-temannya agar menitipkan uangnya. Ada 8 orang yang berhasil direkrut. Natasha menjadi uplinernya.

Dasar apes. Bisnis money game itu mendadak tutup. Kedelapan orang penitip dana itu tidak menikmati keuntungan. Mereka pun mengejar Natasha. Meminta uangnya kembali.

Natasha bingung. Uang Rp 80 juta itu sangat besar. Untuk ukurannya saat ini. Tapi downlinernya tidak mau tahu.

Tiba-tiba. Dalam kekalutan itu. Datang dewa penolong: aplikasi pinjaman online.

Natasha mengajukan permintaan pinjaman ke beberapa aplikasi sekaligus. Beberapa disetujui. Genaplah Rp 80 juta. Untuk mengembalikan dana downlinenya.

Bereskah masalah Natasha? Belum. Justru di sinilah masalah yang lebih pelik bermula.

Kini Natasha jadi bulan-bulanan debt collector. Mereka meneror setiap hari. Nama Natasha disebar ke banyak nomor HP kawan-kawannya.  Sebagai orang yang tidak ber tanggung jawab: ngemplang utang.

“Hancur hidup saya Pak. Banyak yang tidak percaya dengan saya lagi. Saya sulit mendapatkan pekerjaan dari teman-teman karena ulah para debt collector,” katanya.

Aplikasi pinjaman online memang tengah marak dalam dua tahun terakhir ini. Kata kawan saya, saat ini sudah ada 80 aplikasi pinjaman online yang terdaftar di OJK. Yang liar alias tanpa pengawasan lebih banyak lagi.

Aplikasi pinjaman online sebenarnya baik. Kalau ketentuan bunganya dibatasi. Seperti dulu pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Yang akhirnya melahirkan Bank Van Leening. Cikal bakal Pegadaian.

Sayangnya, aplikasi itu seperti bebas-bebas saja menentukan besaran bunganya. Tak terkendali. Bahkan tingkat bunganya lebih tinggi dibandingkan rentenir!

Atau, jangan-jangan aplikasi pinjaman online ini aplikasinya para rentenir? Bukan lintah darat lagi namanya. Tapi lintah online.

Apa pun istilahnya. Aplikasi pinjaman online memang harus segera ditertibkan.  Bila hanya sekedar menggunakan keahlian programmer untuk membuat aplikasi, jadinya memang seperti itu: uang tanpa hati.

Aplikasi juga tak akan peduli walau nasabahnya mati bunuh diri. (jto)

 

*Redaktur Tamu Rakyat Kalbar, www.equator.co.id