eQuator.co.id – Menjamurnya rumah sakit di Kota Pontianak dan sekitarnya memang mempermudah masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan yang oke. Namun, tanggung jawab penyedia jasa medis tak hanya berkenaan dengan kesehatan pasiennya. Pasalnya, jika tidak ditangani dengan baik, sisa-sisa dari aktivitas di rumah sakit justru membahayakan lingkungan sekitar.
“Kalau dicampur dan dibuang di pembuangan sampah umum, akan membahayakan warga sekitar. Karena itu menyangkut bakteri. Rumah Sakit wajib memiliki pembuangan limbah khusus, baik cairannya maupun limbah lainnya,” ungkap anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalbar, dr. Nursyam Ibrahim, kepada Rakyat Kalbar, Kamis (17/11).
Hal ini diamini anggota IDI lainnya, dr. Sidiq Handanu Widoyono Mkes. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak ini menjelaskan, pada dasarnya, limbah rumah sakit dibagi dalam dua kategori. Padat dan cair.
Limbah padat dibedakan dua jenis. Pertama, limbah yang berasal dari medis, seperti bekas botol bekas-bekas infus, bekas cairan obat, dan lain sebagainya. Kemudian, limbah jenis rumah tangga, seperti limbah dari dapur, kertas-kertas, dokumen administrasi yang telah digunakan, dan lain-lain.
Sebagaimana pembagian limbah padat, lanjut Sidiq, prosedur standar penanganan limbah juga terbagi dua. “Pertama, limbah padat yang masuk dalam kelompok bahan medis harus masuk ke incinerator untuk dibakar. Sementara, untuk limbah-limbah dari rumah tangga rumah sakit bisa masuk ke tempat-tempat sampah umum,” tuturnya kepada Rakyat Kalbar, Jumat (11/11).
Untuk limbah cair, ia menerangkan, pun dibagi dua jenis. Ada bahan-bahan medis bekas operasi, bekas laboratorium, dan lainnya. Juga ada limbah yang berasal dari air mandi, dari kamar mandi, dan sebagainya.
Nah, limbah cair ini yang harus jadi perhatian. Sebab, kata Sidiq, sebenarnya semua limbah cair rumah sakit, kecuali air hujan, harus masuk ke IPAL (instalasi pengolahan air limbah).
“Jadi di sana (IPAL), limbah ini akan diolah sedemikian rupa, secara kimia dan biologis. Sehingga keluarnya itu sudah merupakan cairan air baku. Itu standarnya,” jelasnya.
Selain dua jenis limbah ini, adapula yang namanya limbah khusus. Yang masuk kategori khusus adalah sisa operasi, seperti bekas kulit sunat, ari-ari bayi, potongan tubuh pasien yang diamputasi, dan lain-lain yang berhubungan dengan pembedahan.
“Kalau yang ini, merupakan benda padat bekas operasi. Standar di rumah sakit harus ada tempat pembuangan khusus. Semacam septic tank. Jadi itu tidak dibuang di tempat limbah bakar atau masuk ke tempat limbah cair. Harus khusus itu,” ungkap Sidiq.
Limbah khusus ini, lanjut dia, dapat segera ditangani setelah kegiatan operasi selesai untuk dibawa petugas ke septic tank khusus. “Tidak dimusnahkan. Dimasukkan ke dalam tanah, dia akan diurai oleh alam. Artinya ada hole (lubang) khusus untuk itu,” ucapnya.
Menurut dia, septic tank sebagai tempat penampungan limbah bekas operasi ini harus dihubungkan dengan saluran IPAL. Tujuannya, memisahkan limbah cair yang dihasilkan dari benda padat sisa-sisa operasi tersebut.
“Ini terkoneksi dengan IPAL untuk cairan-cairannya. Ketika septic tank-nya penuh, dia akan masuk ke dalam IPAL dan diproses di sana secara kimia dan biologis,” tandas Sidiq.
Terpisah, Ketua IDI Kalbar, dr. Berli Hamdani menjelaskan, rumah sakit yang tidak mempunyai IPAL bisa dinonaktifkan dan dicabut izin operasionalnya. Bahkan, pengelolanya bisa dibawa ke ranah hukum.
Ia menambahkan, jika dalam jangka waktu tertentu rumah sakit diketahui tidak ber-IPAL dan tidak bisa membangunnya, maka harus ditutup. “Kalau RS punya Pemda, maka Pemda-nya akan kena sanksi. Kalau punya swasta/yayasan, maka pemiliknya bisa di-blacklist sehingga tidak bisa lagi menyelenggarakan pelayanan publik di bidang medis,” tegas Berli.
Tapi, pihak rumah sakit yang tidak punya IPAL masih bisa bekerja sama dengan rumah sakit atau institusi lainnya yang punya fasilitas tersebut. “Kalau RS tipe C ke atas, harus memiliki IPAL dan incenerator (alat pembakaran sampah medis) sendiri. Itu wajib,” tandasnya. Lantas, apakah yang dipaparkan ahli-ahli kesehatan ini telah dilakukan para penyedia jasa kesehatan di Kota Pontianak?
Laporan: Fikri Akbar dan Syamsul Arifin
Editor: Mohamad iQbaL