Lebih Menghargai Kehidupan, Mensyukuri Nikmat Tuhan

Terapis Wicara, Vini Selalu Berhadapan dengan Anak Alami Gangguan

TELATEN. Hervini Dwi Rahmawati sedang melakukan terapi pada seorang anak dengan cara latihan oral motor, Kamis (24/10). Hidayatul Wathoni/Lombok Pos

Profesi ini tidak biasa. Perlu kesabaran ekstra. Karena memahami bagaimana dunia seorang anak yang memiliki gangguan. Tentu bukan perkara mudah. Berikut kisahnya.

Yuyun Erma Kutari, Mataram

eQuator.co.id – Bola mainan dan kartu bergambar tersusun rapi. Dinding ruangannya putih. Namun lantainya bergambar. Tokoh kartun favorit anak-anak. Ruangan itu bukan taman kanak-kanak. Melainkan ruangan terapi.

Untuk anak-anak yang susah menelan. Telat berkembang. Gagap. Gangguan artikulasi atau bicara tidak jelas. Gangguan artikulasi karena kerusakan saraf pusat. Kesulitan belajar, dalam membaca, mengeja, atau menulis. Down syndrome ataupun autisme.

Koran ini sedang asyik mengamati. Pelan-pelan dalam diam. Memperhatikan sang terapis menuntun seorang anak. Untuk membaca. Menunjukkan kartu bergambar. Sampai bersiul. “Ini untuk meningkatkan penguasaan otot-otot mulut, tenggorokan, dan lidahnya,” kata Hervini Dwi Rahmawati.

Gadis yang biasa disapa Vini itu kini berumur 24 tahun. Asal Lombok Timur. Sudah dua tahun bekerja sebagai terapis wicara. Di RSUD Kota Mataram. “Kadang suka sedih aja gitu ngelihat mereka datang ke sini, yang ada gangguan bicara atau gangguan lainnya, padahal mereka lucu-lucu,” ujar Vini.

Ia selalu bahagia. Jika berhadapan dengan anak-anak. Sungguh menggemaskan. Vini bilang begitu. Soal profesi jadi terapis wicara. Memberikan banyak hal baru. Membuat ia lebih menghargai kehidupan. Mensyukuri nikmat Tuhan. Vini mengatakan, anak-anak yang mengalami gangguan tadi. Tergolong anak-anak yang tidak biasa.

Bukan tanpa ujian. Menghadapi anak-anak yang mengalami gangguan. Saat masih duduk dibangku kuliah. Di Poltekkes Surakarta. Vini bilang butuh waktu tiga bulan. Ia belajar memahami karakter anak. Mengobservasi tingkah laku anak.

Begitupula, untuk beradaptasi. Harus bisa merebut hati sang anak. Karena tidak semua anak, akan cepat akrab dengan orang baru.

“Karena karakter anak ini beda-beda dari anak pada umumnya, misalnya ada yang tantrum, ileran, nangisan, dan masih banyak lagi,” terang Vini.

Namun di balik itu semua, ada rasa bahagia yang tidak bisa ia ungkapkan. Vini mengakui, sebenarnya anak-anak yang ia terapi. Adalah anak-anak yang lucu dan menghibur. Dengan kebiasaan dan tingkah laku mereka. Justru bisa menghibur orang-orang di  sekitarnya.

Profesi ini pun sangat melatih kesabarannya. Apalagi menghadapi anak tantrum. Suka lempar-lempar. Belum bisa duduk tenang. Suka lari-larian. Selain sabar, harus ada ekstra tenaga. Tetapi Vini sudah tahu cara menenangkannya.

“Saat kita bilang ‘duduk’, itu harus ada penegasan diintonasi kita jadi bukan ngebentak tetapi memang begitu, kita harus tegas. Nanti pasti bakal diam,” kata dia.

Menghadapi anak down syndrome juga berbeda. Karakternya cenderung melembut. Bahkan seperti anak yang tidak bertenaga. Maka cara mengajak bicara pun dengan lemah lembut. Anak-anak yang mengalami gangguan bahasa. Terapinya menggunakan kartu bergambar. Untuk anak yang susah menelan. Pakai media namanya sikat oral motor. Lakukan massage mulut dan leher.

Vini bilang, profesi ini memiliki kelebihan. Hanya dengan melihat tingkah anak sekali saja. Akan tahu bagaimana sebenarnya karekater anak tersebut. Ia bisa melihat, sejak anak itu masuk ke ruang terapi. Ia langsung tahu. Tentang cara menanganinya.

Karena sudah terbiasa. Menghadapi perbedaan karakter anak-anak. “Gregetan sih pasti ada ya, manusiawi saya sebagai terapis tetapi itu tadi, saya disini ikhlas ingin bantu orang tua yang anaknya memiliki gangguan, saya bersyukur bisa punya profesi seperti ini,” pungkasnya. (*/Lombok Pos)