Lebih Memilih Kerja di Malaysia Ketimbang Ikuti UN

UN. Pelajar SMP Negeri 3 Entikong tengah mengikuti UN, kemarin--Warga for RK
UN. Pelajar SMP Negeri 3 Entikong tengah mengikuti UN, kemarin--Warga for RK

eQuator.co.id – Entikong-RK. Dua siswi SMP Negeri 3 Entikong di Kabupaten Sanggau dipastikan tidak lulus sekolah. Karena keduanya mengundurkan diri sebelum mengikuti Ujian Nasional (UN). Bukan tanpa alasan. Kedua siswi tersebut, masing-masing lebih memilih kerja di Malaysia dan tersandung persoalan keluarga.

“Dua siswi mengundurkan diri sebelum UN berlangsung. Penyebabnya yang pertama itu karena satu siswi pergi ke Malaysia dan tidak kembali. Dia bekerja di Malaysia. Satu siswi lagi karena ada masalah keluarga,” kata Kepala SMPN 3 Entikong, Taufik dalam keterangan pers yang diterima Rakyat Kalbar, Rabu (25/4).

Ia mengatakan, sampai hari ini pelaksanaan UN di SMPN 3 berjalan lancar. Dikatakannya, tahun ini di sekolah yang ia pimping menyelenggarakan UN berbasis kertas dan pensil. Karena menurutnya, sarana prasarana penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) belum tersedia.

Terpisah, Anggota DPRD Kabupaten Sanggau Eko Agus Permadi mengaku miris dengan adanya salah satu peserta UN di SMPN 3 Entikong yang memilih bekerja ke Malaysia dari pada mengikuti UN.

Dia mengungkapkan, hal ini terjadi lantaran sejumlah faktor. Antara lain kemampuan ekonomi keluarga yang kurang mendukung dan kondisi daerah pelosok di perbatasan. Kemudian tempat asal salah satu siswi ini belum banyak tersentuh pembangunan.

“Ini bukan masalah nasionalisme, kalau nasionalisme warga perbatasan saya kira tidak diragukan lagi. Cuma karena keterbatasan, karena keterpaksaan mau gimana lagi,” ujar dia.

Maka dari itu, ia meminta pemerintah ditingkat pusat dan daerah untuk mencukupi kebutuhan dasar masyarakat. “Terutama yang di daerah pelosok sana,” kata Eko.

Ia mengatakan, alasan warga bekerja di Malaysia hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pasalnya, lapangan pekerjaan di perbatasan saat ini cukup minim apalagi untuk para remaja yang memiliki kemampuan terbatas.

“Di Malaysia juga tidak menjanjikan apa-apa. Mereka bekerja di sana cuma cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja. Jadi tidak untuk mencari kekayaan. Gaji di sana juga biasa-biasa saja. Makanya begini, saya harap guru, di samping dia menjadi pendidik, mereka juga bisa menjadi motivator yang bisa memberi pandangan lah supaya murid semangat untuk belajar dan melanjutkan pendidikan,” harapnya. (oxa)