eQuator.co.id – Pistol. Lalu pisau. Lantas kantongan. Tiga kata itu populer di Tiongkok. Sejak Xi Jinping jadi presiden. Empat tahun lalu.
Itulah tahapan strategi. Dalam pemberantasan korupsi. Sekaligus menyelamatkan keuangan negara. Terutama akibat ancaman kredit macet gila-gilaan di bank pemerintah.
Pistol adalah perlambang angkatan bersenjata. Pisau melambangkan kepolisian. Kantong simbol dari pengusaha.
Tahap pertama Presiden Xi Jinping menertibkan dulu lingkungan angkatan bersenjata. Di samping jabatan presiden dia memang panglima tentara. 路海空 (lu hai kong). Darat, laut, udara. Polisi tidak menjadi bagian lu hai kong.
Tahap berikutnya adalah membersihkan kepolisian. Dua tahap itu dilakukan dalam dua tahun pertama masa jabatannya.
Setelah dua tahap itu, presiden lebih mudah membersihkan yang lain-lain. Termasuk kalangan pengusaha.
Anbang, perusahaan asuransi dari Ningbo itu (baca disway sebelumnya) tidak berkutik. Bekingnya, dari kalangan pistol dan pisau sudah tidak ada. Wu Xiaohui, bos besar Anbang, terlalu pede. Mokong. Tidak kooperatif. Kini dia tidak bisa lagi selamat.
Perusahaannya diambil alih pemerintah. Sepenuhnya. Wu Xiaohui ditangkap. Tunggu hukuman mati. Paling hoki seumur hidup. Tanpa potongan.
Konglomerat lain berpikir tujuh keliling. Ada yang langsung kooperatif: contohnya grup Wanda. Perusahaan real estate terbesar di Tiongkok.
Pemiliknya: Wang Jianglin. Orang terkaya No 2 di Tiongkok. Topnya ampun-ampun. Bisnisnya merambah dunia. Ke Hollywood. Dan ke sepakbola Eropa.
Ke mana pun pergi Anda akan bertemu mal grup Wanda. Kemarin siang, di Ningbo ini, saya juga makan di mal Wanda. Ada Walmartnya. Saya kembali jadi orang kuno di mal ini. Akan saya ceritakan tersendiri kapan-kapan.
Wang Jianglin tidak mau senasib dengan Wu Xiaohui dari Ningbo. Pak Wang langsung ambil putusan: jual aset grup Wanda. Jual. Jual. Jual.
Begitu banyak mal yang dijual. Juga real estatenya. Di berbagai kota. Juga theme parknya. Di mana-mana. Juga sahamnya di beberapa perusahaan di Hollywood.
Minggu kemarin deal lagi: jual sahamnya di Atletico Madrid. Klub sepakbola di Spanyol itu. Dari 20 persen dia sisakan tinggal 3 persen.
Pak Wang memang berusaha seirama dengan program pemerintah. Termasuk dalam hal membeli Atletico Madrid itu. Tiongkok memang pengin membangun habis-habisan bidang yang paling gagal selama ini: sepakbola.
Presiden Xi Jinping sendiri yang ingin memajukan sepakbola Tiongkok. Agar bisa ikut Piala Dunia tahun 2030an.
Tiongkok sudah bisa unggul di segala bidang. Mengapa sepakbolanya memble.
Didoronglah pengusahanya masuk ke sepakbola. Mulailah ada yang beli klub di Italia. Di Spanyol. Dan masih selalu gagal nego dengan klub di Inggris.
Kompetisi dalam negerinya juga dibenahi. Pemain-main mahal dunia mulai merumput di Tiongkok. Kelak beberapa pemain Tiongkok akan dititipkan di klub Eropa.
Sepakbola Tiongkok memang hancur sejak lama. Akibat perjudian dan taruhan. Yang merajalela. Merusak pemain, pelatih, wasit dan pengurusnya. Bahkan sampai merusak rumputnya.
Pak Wang sudah menjual hampir separo asetnya. Untuk membayar hutangnya ke bank pemerintah. Untuk menyehatkan perekonomian negara. Tapi hidupnya bebas. Tetap mengendalikan grup Wanda. Tidak seperti Wu Xiaohui. Bahkan bulan lalu pak Wang masih tercatat sebagai orang terkaya nomor 4 di Tiongkok.
Dan pak Wang tetap membantu program pemerintah di bidang ini: sepakbola. Dia ingin memajukan sepakbola di kota kelahirannya: Dalian. Kota setingkat kabupaten di propinsi Liaoning.
Pak Wang membeli klub Dalian Yifang FC di kota itu. Kota tempat Wanda memulai usaha. Juga kota …hahaha… tempat anak pertama saya Azrul Ananda …. hahahha … bermalam berhari-hari bersama Ivo …. hahaha … dan hamil pula istrinya itu. Hamil pertama. Lahirlah Ayrton Seninha Ananda.
Maka guyon kami sekeluarga: cucu saya itu made in China. Waktu itu, 11 tahun yang lalu, mereka ikut lama di Tiongkok. Menunggu saya. Menjelang operasi ganti hati di Tianjin.
Pak Wang ingin menyelamatkan klub di kota asalnya itu: Dalian. Yang sekarang, minggu ini, berada di posisi terbawah. Terancam degradasi.
Jual, jual, jual, adalah strategi pak Wang menghadapi keseriusan pemerintah menyelamatkan ekonomi negara.
Grup Wanda sebenarnya juga merambah Jakarta. Bekerja sama dengan salah satu real estate terbesar Indonesia. Entahlah. Apakah keikutsertaannya di situ juga dilepaskannya.
Sikap pak Wang dari Dalian itu bertolak belakang dengan Wu Xiaohui dari Ningbo. Dua-duanya jadi model. Baik dan buruk. Bagi konglomerat lainnya.
Tapi ada satu model lagi. Ada unsur dramanya. Dilakukan oleh konglomerat muda yang coba-coba. Tidak mokong seperti Wu Xiaohui. Tapi juga tidak kooperatip seperti pak Wang. Dia punya cara sendiri. (dis/bersambung)