eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum bisa membaca Flight Data Recorder (FDR) Pesawat Lion Air PK LQP. Di sisi lain, Kementerian Perhubungan juga telah melakukan pertemuan dengan pihak Boeing untuk melakukan penyelidikan.
Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengungkapkan pihaknya tengah melakukan pembersihan FDR. Alat tersebut terendam air laut sehingga belum bisa dibaca. ”Melibatkan tiga badan investigasi independen dari Amerika Serikat, Singapura, dan Australia,” tuturnya kemarin (3/11).
Saat ditemukan, bagian luar FDR rusak. Namun beruntungnya, memory cardnya tidak rusak. Kondisi yang masih basah membuat tim KNKT susah dalam membaca. ”Adanya garam menempel dalam memory card. Ada beberapa kendala tapi intinya kita belum menemukan adanya kerusakan komponen FDR,” beber Nurcahyo.
Setelah garam dibersihkan, proses tidak berhenti. Tim harus menyambung memory card ke black box lain yang kondisinya masih bagus. KNKT mendapat pinjaman dari Lion Air dengan jenis FDR yang sama. Satu lagi dipinjami Singapura. ”Besok (hari ini, Red) kita download,”
Terkait penemuan roda pesawat kemarin, Nurcahyo belum mendapatkan banyak informasi. Yang dia tahu, roda itu dari bagian belakang. Namun belum diketahui bagian kanan atau kiri.
Di sisi lain, Plt Ditjen Perhubungan Udara Pramintohadi Sukarno kemarin juga melakukan temu media untuk melaporkan perkembangan penyidikan jatuhnya Boeing 737 MAX 8. Ditjen Hubud, Lion Air, Boeing Representative, dan General Electric Representative sudah melakukan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut membahas permintaan kepada Boeing dan General Electric untuk memberikan support kepada Lion Air dan Garuda terkait operasional penerbangan jenis pesawat Boeing 737-8 MAX.”Boeing diminta untuk membantu dalam proses evaluasi terkait repetitive problems, pelaksanaan troubleshooting, kesesuaian antara prosedur dan implementasi pelaksanaan aspek kelaikudaraan,” ujarnya di Kantor Kemenhub. Permintaan lainnya, Boeing dan General Electric melakukan komunikasi secara intensif dengan Ditjen Hubud.
Sementara tim Disaster Victim Indentification (DVI) Polri kembali berhasil mengidentifikasi tiga korban kecelakaan Lion Air JT 610. Tiga korban tersebut, yakni, Endang Sri Bagusnita, 20, Wahyu Susilo, 31, dan Fauzan Azima, 25.
Kopala Operasi DVI Kombespol Lisda Cancer menuturkan, untuk korban bernama Endang dapat diidentifikasi melalui sidik jari. Serta, data medis yang dicocokkan tim. ”Untuk Wahyu teridentifikasi dari sidik jari dan properti, berupa jaket yang melekat di tubuh dan dicocokkan dengan foto jaket dari CCTV,” ujarnya.
Lalu, untuk Fauzan Azima dapat diidentifikasi melalui sidik jari yang tergolong masih baik. ”Sekaligus data medis, namun data medis ini tidak bisa kami buka ke publik,” paparnya ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara R. Said Sukanto kemarin.
Sementara Kepala Laboratorium DNA Pusdokkes Polri Kombespol Putut Tjahjo Widodo menuturkan bahwa untuk saat ini telah ada 306 sample DNA yang masuk ke laboratorium. Tahap pertama ada 87 sample DNA yang akan selesai diidentifikasi pada Sabtu malam atau dini hari. ”Kita akan lihat hasilnya Minggu pagi,” jelasnya.
Dia memastikan tim akan berupaya keras agar secepatnya menuntaskan identifikasi korban. sehingga, keluarga juga memiliki kepastian. ”Dan diupayakan segera dikembalikan atau diserahkan ke keluarga,” ungkapnya.
Untuk tes DNA tersebut dapat dipastikan akurat. Hanya ada kelemahan berupa mahalnya biaya sekaligus lamanya waktu identifikasi. ”Itu saja kelemahannya, butuh setidaknya empat hari,” papar polisi dengan tiga melati di pundaknya tersebut.
Identifikasi yang dilakukan tim DVI membantu proses santunan yang dilakukan Jasa Raharja sudah dilakukan. Jannatun Cintya Dewi, Monni, dan Chandra Kirana yang merupakan penumpang pertama yang berhasil diidentifikasi, kemarin mendapatkan santunan oleh Jasa Raharja.
”Jasa Raharja, telah menyerahkan santunan sebesar Rp. 50.000.000kepada masing-masing ahli waris yang sah dalam hal ini orang tua korban,” ucap Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) Budi Rahardjo Slamet. Santunan yang diserahkan kepada orangtua korban berdasarkan UU No 33 dan PMK No. 15 tahun 2017. (Jawa Pos/JPG)