eQuator.co.id – Jakarta-RK. Sidang perdana kasus suap Jaksa Ahmad Fauzi akan digelar hari ini. Komisi Yudisial (KY) pun turun langsung memantau persidangan anak buah Kejati Jatim Maruli Hutagalung itu. Hakim diminta fair dalam menyidangkan kasus tersebut.
Kasus suap Jaksa Fauzi menyita perhatian publik. Sebab, uang suap yang diterima cukup besar. Selain itu, jaksa tersebut tertangkap tangan setelah menerima uang Rp 1,5 miliar. Commitment fee yang dalam penanganan kasus penyimpangan surat tanah di Sumenep itu sebesar Rp 4 miliar. Jadi, belum semua uang diserahkan.
Komisioner KY Maradaman Harahap menyatakan, pihaknya siap melakukan pemantauan terhadap sidang yang akan digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya itu. “Kami punya perwakilan di Jawa Timur yang siap memantau,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (12/12).
Tanpa ada permintaan dari masyarakat, KY akan tetap turun melakukan pemantauan. Yang penting, papar dia, perkara tersebut mendapat perhatian publik. Apalagi ini sudah ada laporan dan permintaan dari Jatim Corruption Watch agar komisinya melakukan pengawasan terhadap proses persidangan Jaksa Fauzi.
Mantan hakim itu berharap hakim yang mengadili perkara tersebut bersikap independen dan netral dalam menangani perkara itu. Jangan sampai ada intervensi dari pihak berperkara. Apalagi intervensi itu sampai mempengaruhi putusan perkara. Hakim harus betul-betul menjaga netralitas dan memutuskan perkara sesuai fakta yang ada.
Jika ada hakim yang mempunyai kedekatan dengan pihak berperkara, sehingga khawatir mempengaruhi putusan, maka lebih baik hakim itu mengundurkan diri dan diganti dengan hakim lain. “Jangan ada lagi hakim yang menerima hadiah atau janji dalam memutuskan perkara,” jelas Maradaman.
Sudah banyak hakim yang diberi sanksi atau ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, karena menerima suap dari pihak berperkara. Kasus hakim nakal itu bisa menjadi pelajaran bagi hakim lain agar melaksanakan tugasnya dengan baik dan memutuskan perkara bukan karena pesanan dari pihak lain.
Maradaman yakin hakim yang menyidangkan Jaksa Fauzi akan bersikap adil dalam menangani perkara itu. Apalagi masyarakat juga ikut memantau persidangan yang akan digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya. Jadi, terang dia, hakim tentu akan bekerja secara profesional.
Terkait dengan kasus Jaksa Fauzi, dia juga berharap agar perkara itu dibongkar semua. Pihak yang diduga terlibat harus diproses. Tidak mungkin dia hanya bermain sendiri. Apalagi nilai suap yang diterima cukup besar. Dia menduga ada pihak lain yang juga ikut terlibat. Seperti kasus yang menjerat hakim yang menerima suap. Maka tidak mungkin hanya hakim itu saja yang bermain. Pasti ada pihak lain yang juga harus bertanggungjawab.
Peneliti Indonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar menyatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) hanya berhenti pada Jaksa Fauzi saja. Pejabat penting di Kejati Jatim juga harus diproses. Jangan sampai hanya Fauzi yang dikorbankan.
“Kasus itu harus dibongkar tuntas. Kalau ada pejabat yang bermain harus segera diproses,” terang dia.
Jika mau bersih-bersih di internal, maka tidak boleh ada perkara yang ditutup-tutupi. Kalau ada pejabat Kejati Jatim yang dilindungi, hal itu menjadi bukti bahwa Kejagung belum serius membersihkan diri. Kasus Fauzi menjadi pertaruhan Jaksa Agung M Prasetyo dalam melakukan pembenahan kejaksaan.
HUKUMAN BAKAL
LEBIH BERAT
Sementara itu, ada prediksi sidang berlangsung penuh kejutan. Sebab, informasinya, Fauzi akan buka-bukaan tentang siapa saja yang terlibat. Apalagi, selama ini, ia mengaku hanya tukang petik atas duit hasil pemerasan Rp1,5 miliar itu.
Berdasar penetapan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, sidang akan dimulai pukul 09.00. Ahmad Fauzi dan Abdul Manaf (korban pemerasan) akan dibawa dari Lapas Delta Kelas II Sidoarjo dengan pengawalan sejumlah personel.
Juru Bicara PN Surabaya Efran Basuning memastikan tidak bakal mengistimewakan Fauzi. Meskipun, lanjut dia, penyidik korupsi di Kejati Jatim itu merupakan aparat penegak hukum. Alasannya, setiap orang memiliki kedudukan sama di hadapan hukum.
Tidak adanya persiapan khusus terlihat dari penetapan hari sidang dan hakim. Tahapan itu diproses seperti perkara korupsi lainnya. Pengadilan pun tidak menyiapkan hakim khusus untuk menyidang Fauzi.
Bukan itu saja, hakim senior di PN Surabaya tersebut juga menyatakan, jika terbukti bersalah, hukuman Fauzi bakal lebih berat daripada terdakwa kasus korupsi lainnya. ”Karena dia seorang penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum.” ujar Efran.
Soal hukuman yang lebih berat, alasan Efran cukup masuk akal. Sebab, Fauzi adalah penyidik sejumlah kasus korupsi yang menonjol. Salah satunya, dia juga menyidik dan menetapkan Ketua Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti dalam perkara dana hibah sebagai tersangka. La Nyalla akhirnya juga ditahan.
Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, surat dakwaan yang dibacakan jaksa bakal mengungkap sosok lain yang terlibat dalam pemerasan tersebut. Sosok itu sampai sekarang masih berstatus saksi. Hanya, penyidik dan jaksa kasus tersebut sudah mengungkap perannya secara jelas.
Bukan hanya itu, dalam sidang terbuka di pengadilan tipikor tersebut akan muncul sosok lain yang diduga terlibat dalam pemerasan. Sebab, sejauh ini baru dua orang yang menjadi tersangka. Padahal, sejumlah kalangan yakin si pelaku bukan mereka saja.
Apalagi, dalam penyidikan Fauzi di Kejaksaan Agung, penyidik sudah memeriksa pihak lain. Misalnya Abd yang disebut-sebut sebagai perantara, lantas tim penyidikan kasus Sumenep yang dipimpin jaksa Adam Ohoiled. Termasuk Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus Dandeni Herdiana.
Terpisah, M. Shiddik dari Jatim Corruption Watch meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memonitor perkara itu dengan perekaman sidang. Hal tersebut penting dilakukan karena bisa menjadi bukti ada tidaknya keterlibatan atasan Fauzi.
”Saya sudah berkoordinasi dengan KPK untuk melakukan korsup (koordinasi dan supervisi),” ucapnya.
Sebagai pihak pelapor kasus korupsi penjualan tanah kas Desa Kalimook, Sumenep, Shiddik yakin betul pemerasan itu tidak dilakukan sendiri oleh Fauzi. Apalagi, duit pemerasan disebut-sebut mencapai Rp 4 miliar. Shiddik yakin pengadilan bisa membuka secara terang siapa saja yang terlibat.
Seperti diberitakan, Fauzi ditangkap sesudah menerima uang hasil pemerasan dari Abdul Manaf Rp 1,5 miliar. Duit itu diminta Fauzi sebagai mahar untuk tidak menetapkan Manaf sebagai tersangka. Karena itu, selama ini status Manaf hanya saksi.
Di sisi lain, Jaksa Agung Prasetyo pernah berjanji mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus Fauzi. Dia akan menindak tegas jaksa yang terlibat tindak pidana korupsi.
“Jika ada dua, tiga jaksa yang melakukan pelanggar, kami akan tindak tegas,” ucap dia ketika menghadiri acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Balai Kartini dua minggu lalu.
Namun, janji Prasetyo belum juga terealisasi. Sampai kasus dibawa ke persidangan, hanya Fauzi dan Abdul Manaf selaku pemberi suap yang ditetapkan tersangka. Hingga kini belum ada pihak lain yang ikut dijerat. (Jawa Pos/JPG)