eQuator.co.id – Pontianak-RK. Penggunaan anggaran pemerintah sudah seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Terutama perbaikan serta percepatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan.
“Fokus pembangunan di Kalbar adalah sektor pendidikan dan kesehatan masyarakat,” kata Gubernur Kalbar Sutarmidiji saat memberi sambutan dalam kegiatan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kepada seluruh Wali Kota dan Bupati se Kalbar bertempat di Balai Petitih kantor Gubernur, Kamis (13/12).
Dikatakan pria yang karib disapa Midji ini, anggaran daerah untuk pendidikan dan kesehatan telah melebihi dari 40 persen. Hal ini merupakan sebuah terobosan. Untuk sektor infrastruktur, ada peningkatan jumlah anggaran. “Peningkatannya signifikan. Namun dalam penyusunan dan perencanaannya belum begitu matang,” tuturnya.
Gubernur juga meminta kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Perbendaharaan Kalbar untuk mengurangi belanja modal provinsi dengan bagi hasil pajak untuk daerah tingkat dua.
“Kalau tidak, maka target dan aturan yang dibuat oleh Kementerian Perbendaharaan tidak akan tercapai,” katanya.
Karena bagi hasil pajak dari total Rp5,9 triliun telah mencapai hampir Rp900 miliar. Kalau persentase belanja modal dari Rp5,9 triliun itu belum dikeluarkan bagi hasilnya yang jelas merupakan hak daerah tingkat dua, maka persentase belanja modal relatif kecil. “Tapi kalau dikurangkan itu, kita hampir bisa memenuhi persyaratan,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan kepada semua jajaran pemerintahan untuk lebih hati-hati. Mengingat fokus pembangunan Kalbar pada perbaikan kualitas SDM, maka jangan main-main dengan anggaran pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Jika ada jajaran Pemprov Kalbar melakukan pungutan liar (pungli), lebih baik berhenti sebagai pegawai. “Bila ada yang bawa-bawa nama saya, konfirmasi dulu kepada saya. Jangan main belakang. Saya serius,” tegasnya.
Midji memastikan, pengawasan tidak hanya dilakukan Inspektorat, namun lebih dari itu. Ia tidak ingin nantinya pungli kembali terdengar di waktu yang akan datang.
“Laporan-laporan bahkan untuk mengambil Surat Keputusan berkala saja harus pakai uang jasa. Itu luar biasa sekali. Saya tidak ingin ke depannya hal tersebut terdengar lagi,” ucapnya.
Gubernur juga menyinggung mengenai sistem kepegawaian di lingkungan pemerintahannya. Menurutnya, BKD harus membuat sistem tentang pengangkatan, rotasi dan promosi pegawai secara terukur. “Harus transparan juga. Jangan berpikiran yang tidak-tidak,” lugasnya.
“Tempatkan orang-orang sesuai dengan latar belakang pekerjaannya. Supaya mendapatkan hasil yang baik dari setiap belanja anggaran yang sudah diserahkan kepada kita,” timpal Midji.
Saat diwawancara awak media, Midji menyampaikan bahwa pesan Presiden bahwa fokus pemerintah adalah membangun SDM untuk memperbaiki pendidikan dan kesehatan. Tahun 2019, Pemprov sudah meningkatkan anggaran pendidikan dan kesehatan dengan serapan lebih dari 40 persen. “Mudah-mudahan bisa lebih besar,” jelasnya.
Pembangunan, nantinya harus menyelesaikan hal-hal pokok dan menunjang. Kemudian perlu untuk menghindari rapat dan perjalanan dinas.
“Banyak juga undangan rapat dinas dari Pusat. Kalau semuanya dituruti, saya tidak akan pernah ada di Kalbar. Makanya saya seleksi mana yang benar-benar penting,” ungkapnya.
Midji mengingatkan seluruh penguasa penggunaan anggaran mau pun yang bertanggung jawab terhadap anggaran tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Termasuk memotong dan membuat anggaran fiktif atau mark up. “Saya tidak akan toleransi. Kalau dinas provinsi yang melakukan itu, saya minta masyarakat untuk melaporkan mengenai segala urusan yang seharusnya gratis namun dimintai biaya,” tegasnya.
Midji mengatakan, anggaran-anggaran yang ada harus transparan. Hal ini akan ia sampaikan kepada seluruh perangkat daerah di lingkungannya. “Saya juga mendengar ada sebuah instansi yang dikuasai oleh tenaga kontrak. Saya pindahkan tenaga kontrak tersebut,” ucapnya.
Menurutnya, dalam perjalanan dinas keperluan tenaga kontrak hanya pada hal-hal yang spesifik. Misalnya ada tenaga kontrak yang ahli IT. Bila di instansi tersebut tidak memiliki ahli IT, maka tenaganya bisa digunakan.
“Tapi kenyataannya tenaga kontrak malah digunakan untuk hal-hal remeh seperti bawa tas dan lainnya. Bahkan dalam perjalanan dinas bisa ada enam tenaga kontrak yang ikut. Ini menghabiskan anggaran juga,” demikian Midji.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kalbar, Sahat MT Panggabean, melaporkan besar dana untuk DIPA serta dana transfer daerah dan dana desa pada tahun 2019. Untuk Kalbar, sebanyak 527 DIPA dengan jumlah Rp8,8 triliun. Terdiri dari 61 DIPA dari SKPD sebesar Rp393 miliar. “Kemudian 466 DIPA satuan kerja instansi vertikal sejumlah Rp. 8,4 triliun,” jelasnya.
Untuk belanja pegawai, DJPb mencatat sebesar Rp3,2 triliun. Belanja barang Rp3,8 triliun, belanja modal Rp1,8 triliun serta belanja bantuan sosial Rp13,3 miliar. “Untuk pencairan dana DIPA dapat dilakukan pada enam KPPN,” jelasnya.
Pertama, KPPN Pontianak melayani Pemprov Kalbar, Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah. Total DIPA sebanyak 261 dengan nilai Rp6,4 triliun. Kedua, KPPN Singkawang melayani Kota Singkawang, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang dengan total DIPA 82 senilai Rp801 miliar.
Kemudian ketiga, KPPN Sintang melayani Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi. Total DIPA sebanyak 46 senilai Rp607 miliar. Keempat KPPN Sanggau yang melayani Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak dan Kabupaten Sekadau dengan total 63 DIPA senilai Rp459 miliar. Kelima yaitu KPPN Ketapang yang melayani Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara sebanyak 47 DIPA senilai Rp333 miliar. “Terakhir, KPPN Putussibau melayani Kabupaten Kapuas Hulu dengan total 28 DIPA senilai Rp228 miliar,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa tahun 2019 ditetapkan Rp19,5 triliun. Dengan rincian dana bagi hasil pajak Rp572, 1 miliar, dana bagi hasil sumber daya alam Rp220,4 miliar, dana alokasi umum Rp12,1 triliun.
Kemudian Sana alokasi khusus fisik sebesar Rp1,4 triliun, dana alokasi khusus non-fisik Rp3 triliun dan insentif daerah Rp127, 5 miliar. “Sedangkan dana desa sejumlah Rp1,9 triliun,” tuntas Sahat.
Laporan: Bangun Subekti
Editor: Arman Hairiadi