eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Sitem zonasi juga berlaku dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) sejak Senin (1/7). Namun, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak menambah kuota 5 persen. Khusus peserta didik yang tinggal di perbatasan Kota Pontianak-Kabupaten Mempawah serta Kabupaten Kubu Raya.
“Itu hanya berlaku untuk daerah perbatasan. Tapi, untuk di pusat kota, kuota zonasi tetap 80 persen,” jelas Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Paryono ditemui di gedung DPRD Kota Pontianak, Selasa (2/7) siang.
Dijelaskannya, PPDB tingkat SMP tetap berdasarkan jarak terdekat dengan sekolah. Sama seperti sistem zonasi tingkat SMA. Namun, untuk siswa di daerah perbatasan, jika penambahan kuota 5 persen tidak terpenuhi, secara otomatis akan dikembalikan ke zona dalam Kota Pontianak.
Menurutnya, aturan itu sejatinya telah dijelaskan dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018. Bahwa, berdasarkan peraturan itu, kerjasama antar pemerintah di titik perbatasan, dalam PPDB memang diperbolehkan.
Dia mengklaim, proses PPDB tingkat SMP di Kota Pontianak berjalan lancar. Meskipun terjadi antrean peserta yang mendaftar. “Laporan dari kepala SMP negeri, tahun ini terjadi sedikit lenggang dibanding tahun lalu,” katanya.
Soal penerapan sistem zonasi, menurutnya hal itu bertujuan untuk ‘menghidupkan’ kembali sekolah yang dahulu tidak diminati masyarakat. “Jadi ini sebagai bentuk pemerataan pendidikan,” katanya. Dengan sistem zonasi itu, diharapkan sebutan sekolah favorit bisa dihilangkan. Untuk mencegah agar PPDB tingkat SMP tidak terjadi polemik seperti PPDB tingkat SMA, maka, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Pontianak, Mansyur memberi usul tiga poin yang harus dilakukan Pemerintah Kota Pontianak.
Pertama, kata dia, harus ada kuota khusus untuk warga kurang mampu. Sehingga bisa membuka peluang lebih besar bagi masyarakat kurang mampu itu bisa diterima di sekolah negeri. “Kuota itu bisa dibagi dalam jalur prestasi. Jalur prestasi itu 15 persen. Lima persennya untuk peserta didik kurang mampu,” katanya.
Disamping itu, Mansyur mengingatkan, proses seleksi PPDB SMP harus dijamin transparan. Kemudian, kedua lanjut dia, harus ada penambahan rombongan belajar (Rombel).
Penambahan rombel tersebut juga harus diberikan kepada peserta didik dari keluarga tidak mampu. Supaya mereka berkempatan belajar di sekolah negeri.
Ketiga, Pemerintah Kota Pontianak harus melakukan pemetaan peserta didik kategori kurang mampu. Jika masyarakat kurang mampu, tidak bisa diterima di sekolah negeri akibat sistem zonasi, maka pemerintah bisa menitipkan mereka di sekolah swasta dengan memberi bantuan biaya pendidikannya.
Menurutnya, kebijakan itu, boleh saja dilakukan Pemerintah Kota Pontianak. Sebab, saat ini sudah era otonomi daerah. Kebijakan tidak melulu sentralistik. “Pemkot harus memikirkan masyarakat miskin yang jauh dari daerah zonasi. Dan, harus memikirkan bagaimana masyarakat miskin mampu menempuh pendidikan,” pungkasnya.
PPDB sistem zonasi, dinilai menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan. Masyarakat dubuat resah akibat kebijakan yang diberlakukan oleh Menteri Pendidikan, Muhajir Efendi.
Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Pontianak, Rustam MPd Kons, mengaku miris dengan kondisi akibat pemberlakuan sisten zonasi itu. “Miris juga dizaman melinial ini kita masih dipertontonkan dengan hal-hal yang seperti ini,” katanya. “Melek lah ni. Siapa yang melek, dewan pendidikan ada, Dinas Pendidikan ada, kalau mau libatkan perguruan tinggi silakan. Mari duduk bersama membicarakan hal ini,” timpalnya.
Menurutnya, fenomena sengkarut sistem zonasi ini, bukan hanya terjadi di Kalbar. Namun diluar Kalbar juga juga terjadi demikan. “Akibat sistem ini, masyarakat yang mau mendaftarkan anaknya sekolah seperti antri sembako,” katanya.
Seharusnya kata dia, dunia pendidikan di indonesia sudah bergerak jauh. Tidak lagi berkutat dengan hal-hal yang tidak fundamental. “Tayangan itu, menunjukkan bahwa ada sistem yang kurang elegan. Membuat resah para orang tua,” ujarnya.
Namun menurutnya, di satu sisi, penerapan sistem zonasi menungutukan sekolah swasta. Karena menjadi alternatif bagi anak-anak yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri akibat sistem zonasi. “Namun, tidak dipungkiri, bagi masyarakat yang pendapatannya rendah, tentu akan berat dengan biaya. Karena di swasta SPP-nya malah,” katanya.
Jika begitu, maka kata Rustam, pemerintah harus hadir. Memberikan solusi. Memberikan bantuan. Untuk masyarakat tak mampu yang terpaksa menyekolahkan anaknya ke swasta. Akibat terdampak imbas sistem zonasi. “Beri bantuan sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan, jangan sampai banyak putra putri anak bangsa, tidak bisa masuk sekolah negeri karena zonasi, atau tidak punya biaya untuk sekolah swasta. “Pendapat saya yang lain, kita kayaknya sistem pendidikan kita mundur. Harusnya kita bisa maju. Seperi negara-negara berkembang. Harapan saya, ada suatu kebijakan yang betul-betul memecahkan masalah zonasi ini,” pungkasnya.
Laporan: Abdul Halikurrahman
Editor: Yuni Kurniyanto