KUHP Baru Lebih Menonjolkan Hukum Pidana Lokal, Bukan Warisan Belanda

eQuator – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) terus dikebut. Meski dalam beberapa kali rapat, yang hadir tak pernah lebih dari 10 anggota Panitia Kerja (Panja) DPR.

Namun, Direktur Jenderal (Dirjen) Peraturan Perundang-undangan, Prof Widodo Eka Tjahjana mengungkapkan, ‘pertarungan’ argumentasi dalam pembahasan RUU itu tetap berlang­sung alot. Ada sejumlah perdebatan yang cukup tajam terkait beberapa usulan khususnya soal asas legalitas. Simak wawancara lengkap Rakyat Merdeka dengan Prof Widodo Eka Tjahjana berikut ini;

+Apa ada hal-hal yang perlu dirumuskan ulang terkait Rancangan UU KUHP ini?
-Memang ada beberapa hal yang harus dirumuskan ulang. Misalnya menyangkut prinsip ultimum remedium (penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi pamungkas (terakhir dalam penegakan hukum, red).

+Poin pentingnya?
-Sanksi pidana sebagai altenatif terakhir itu tampaknya harus ada relokasi penempatan pasal. Ter­masuk alasan pemaaf untuk tindak pidana yang dilakukan korporasi. Ini nanti akan kita kelompokkan.

+Sejauh ini, apa ada per­bedaan pemahaman dengan DPR terkait hal itu?
-Secara prinsipil, saya kira sudah ada banyak kesepahaman. Sejauh ini sampai terakhir di bab II antara pemerintah dan DPR. Karena memang ini menyangkut masalah yang sifatnya ketentuan umum dan asas-asas.

+Ada perubahan yang paling mendasar dalam pembahasan RUU KUHP kali ini?
-Saya belum melihat, tapi ada asas-asas hukum pidana yang mencerminkan karakter hukum pidana Indonesia.

+Maksudnya?
-Seperti misalnya, sistem hukum pidana Indonesia mengakomodir konsep hukum yang hidup dalam masyarakat. Itu kemajuan yang saya kira luar biasa sampai ada perdebatan yang cukup tajam di antara DPR menyangkut penerapan asas legalitas.

+Kenapa bisa sampai ada perdebatan terkait hal itu?
-Karena selama ini ada pemahaman di KUHP lama asas legalitas itu kan sesuai dengan rumusan bunyi undang-undang. Tapi ada rumusan baru yang disodorkan oleh tim perumus. Dalam draf itu tolong diperhatikan juga konsep hukum yang berkembang ini.

+Apa kelebihan dari konsep hukum yang baru itu?
-Nah konsep ini yang saya kira lebih menonjolkan karakteristik hukum pidana nasional kita yang asli dari sini. Kalau itu yang ke­marin kan dari Belanda. Itu salah satu perkembangannya.

+Nanti mekanisme penera­pannya bagaimana. Sebab konsep hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia kan berbeda-beda?
-Nanti kita lihat pasal-pasal berikutnya. Termasuk saat kita memasukkan jenis-jenis sanksi pidana. Itu ada usulan di draf itu termasuk kerja sosial. Itu masuk di dalam kerja sosial.

+Ini artinya pemerintah juga akan mengakomodir hukum-hukum adat di Indonesia?
-Ya, memang akan ada keten­tuan di berikutnya nanti. Karena ini masih bab I dan bab II, di buku satu yang sifatnya masih prinsip-prinsip umum.

+Respons DPR bagaimana sejauh ini?
-DPR memang memperdebat­kan itu, tapi kita ada satu kesepa­haman untuk itu.

Re-editing: Andry Soe

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.