eQuator.co.id – SURABAYA- Dua jurnalis yang mengalami intimidasi dan perampasan kamera akhirnya melapor ke Polisi Militer Kodam (Pomdam) V Brawijaya, kemarin siang(12/2).Fotografer Darmono dan reporter Layla Ratri dari Radar Malang (JawaPos Group)diterima oleh Mayor CPM Heriawan, kepala Seksi Penyelidikan dan Pengamana (KasiLidpam), dan Kapten CPM Anas Jatmiko, komandan Satuan Pelaksana Penyidikan (DansatlakIdik) di markasnya di kompleks Kodam V Brawijaya.
“Kami tidak berwenang memeriksa, karena yang dilaporkan personel TNI AU. Tetapi, silakan tetap membuat pengaduan, kami akan gunakan sebagai laporan kepada atasan,” kata Kapten Anas kepada kedua jurnalis yang didampingi Ketua Ombudsman JawaPos Group Choirul Shodiq. Dalam struktur komando, Pomdam berada di bawah panglima Kodam.
Kedua jurnalis kemudian menuliskan laporannya dalam bentuk tulisan tangan. Masing masing dua lembar. Laporan kronologis kejadian yang dialami kedua wartawan itu saat meliput jatuhnya pesawat latih Super Tucano TNI AU di Blimbing, Malang (11/2). Setelah menerima lembar laporan itu, Mayor Heriawan menyarankan kedua jurnalis melapor kepolisi militer TNI AU di Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh, Malang.
Seperti diberitakan, jurnalis itu diinterogasi, dicaci dengan kata-kata kasar (antara lain dianggap maling), serta kamera dan ID Card dirampas. Drone untuk mengambil gambar lokasi kejadian, juga sempat diambil oknum TNI-AU. Darmono dipaksa menghapus foto dengan ancaman. Memory card yang berisifoto-foto milik Leyla dirampas. Bahkan, fotografer Darmono juga dibawa ke Pangkalan TNI-AU Abdulrachman Saleh untuk diinterogasi.
Rangkaian peristiwa yang mengganggu tugas jurnalistik itu setidaknya melibatkan enam oknum.
Selesai membuat laporan di Pomdam, Darmono dan Layla Ratri bersama langsung meluncur ke Malang. Selain didampingi Choirul Shodiq, keduanya juga didampingi tim hukum Jawa Pos Group Bambang Janu Isnoto, serta fotografer senior JawaPos Mohammad Subecky, dan DoliSiregar.
Rombongan tiba di Pangkalan TNI AU Malang sekitar pukul 19.00. “Oleh petugas piket kami diminta kembali pada jam kerja di hari Senin. Dia menelepon komandannya, disarankan begitu,” kata Choirul Shodiq. Meski harus tertunda, dia bertekat mendorong penyelesaian kasus ini secara hukum.(Radar Malang/JPG)