KPAID Ditutup Anak-anak Terancam

Logo KPAI : Internet

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar yang beralamat di Jalan Daeng Abdul Hadi resmi ditutup, tak lagi melayani penerimaan pengaduan sejak 1 Januari.

Bukan karena dihapus pemerintah, tetapi dikarenakan berakhirnya masa jabatan para komisioner KPAID Kalbar, terhitung 31 Desember 2016. Sementara komisioner yang baru belum juga dipilih. KPAID mengalami kekosongan komisioner dan memutuskan untuk menutup layanannya.

“Kita sudah sampaikan permasalahan ini kepada pemerintah daerah dan DPRD terkait kondisi ini. Termasuk mengusulkan perpanjangan pengurus sekarang, sampai komisioner yang baru terpilih, agar layanan di KPAID ini bisa terus berjalan. Namun sampai sekarang kami belum mendapatkan jawaban,” tutur Achmad Husainie, komisioner KPAID Kalbar saat konfrensi pers akhir masa jabatan KPAID Kalbar di kantornya, Kamis (29/12) lalu.

Dalam koferensi pers tersebut, Achmad Husainie didampingi dua komisioner KPAID lainnya, Hasanah yang menjabat wakil ketua dan Ruminah, Pokja Rumah Tangga dan Keuangan KPAID Kalbar. Ketiganya menjelaskan, dengan berakhirnya masa jabatan mereka, beberapa tugas pendampingan terhadap kasus anak yang masih berjalan tak lagi bisa dilakukan.

“Karena kita tak lagi punya legitimasi mewakili lembaga, kecuali kita diminta pendapatnya sebagai personal. Kalau itu tetap akan kita penuhi,” ujar pria yang juga menjadi tenaga pengajar di beberapa universitas di Kota Pontianak tersebut. Ia juga menyayangkan dengan kekosongan komisioner KPAID ini. Pengaduan masyarakat tak lagi bisa diterima. “Sampai Sabtu tanggal 31 masih kita terima, tanggal 1 resmi kita tidak menerima. Nanti kita akan pasang tulisan di depan, kalau kantornya tutup,” tegas Achmad.

Menurut Achmad, pihaknya bukan tanpa upaya. Ia sudah beberapa kali kirim surat, baik kepada pemerintah daerah maupun DPRD Kalbar. Namun hingga 31 Desember tiba, tidak juga mendapatkan jawaban tentang nasib KPAID Kalbar ke depannya.

“Terakhir kita tegaskan di surat, bahwa ini kondisi darurat, termasuk juga kami undang untuk hadir ke konferensi pers ini. Namun seperti yang teman-teman bisa lihat sendiri,” ujarnya kepada awak media.

Achmad mengaku tidak tahu masalah birokrasi, apa yang membuat permasalahan ini kurang mendapat respon. Namun ia yakin banyak masyarakat yang akan merasa dirugikan akibat ditutupnya KPAID Kalbar ini.

Dia menilai, seharusnya pemrintah provinsi dalam hal ini Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) yang menjadi leading sektor masalah perlindungan anak, bisa lebih sigap menyikapi hal ini. Menurutnya, ini menjadi catatan buruk bagi perlindungan anak di Kalbar.

“Padahal perlindungan anak sudah menjadi isu nasional, di sini malah mengalami kemunduran,” kesalnya.

Pemprov Kalbar sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2015 tentang Perlindungan Anak. Dalam Perda tersebut diatur berbagai perihal tentang perlindungan anak. Mulai dari kriteria anak-anak, tugas pemerintah dan masyarakat dalam perlindungan anak, kota layak anak hingga pembentukan Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang akan berganti nama menjadi Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Darah. Komisi ini bertugas untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan perlindungan anak.

Meski sudah diundangkan sejak 21 Juli 2015, namun pelaksanaannya masih belum serius. Salah satunya dapat dilihat dari peraturan pelaksanaan dari Perda tersebut. Semestinya telah ditetapkan paling lama satu tahun sejak Perda tersebut diundangkan atau pada Juli 2016. Tapi sampai awal tahun 2017 ini belum juga ada.

“Padahal ketentuan lanjutan termasuk soal pembentukan KPAID yang menjadi KPPAD itu dalam bentuk Pergub. Tapi sampai sekarang Pergub yang dinanti itu tak juga terbit,” jelas Achmad.

Terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi menyayangkan tutupnya pelayanan pengaduan kasus anak di KPAID Kalbar. “Nah, kalau KPAID tutup, masyarakat mengadunya kemana ini?” tanyanya.

Agus mengaku belum mempelajari mengenai aturan yang mengatur tentang kewajiban Pemprov untuk membentuk KPAID di Kalbar. Namun menurutnya, ruang pengaduan kasus anak harus tetap berjalan. “Jadi untuk sementara jalan tengahnya, misalnya mungkin bisa lewat Komnas HAM atau lembaga lainnya yang mungkin sesuai,” jelas Agus.

Agus menilai, keberadaan KPAID masih dibutuhkan di Kalbar. Dia mengapresiasi kerja-kerja perlindugan anak yang dilakukan KPAID Kalbar. “Harus diakui mereka hebat. Sangat serius mengawal kasus kekerasan dan kejahatan seksual kepada anak,” papar Agus.

 

Laporan: Deska Irnansyafara, Imam Santosa

Editor: Hamka Saptono