eQuator.co.id – Pukul 01:00. Juragan Coklat Point itu tiba-tiba menelepon. Membangunkan saya yang baru saja terlelap di mess pegiat lingkungan sungai Citarum, Bandung.
Isi teleponnya itulah yang membuat rasa kantuk itu hilang seketika. ‘’Saya sudah menemukan konsep warung kopi yang unik untuk memasarkan kopi Arabica Sipirok,’’ katanya.
Seperti apa konsepnya? ‘’Nantilah. Masih saya matangkan lagi,’’ jawabnya.
Taufiq Rahman, pemilik 250 gerai waralaba Coklat Point itu, memang sedang saya minta untuk mencari gagasan warung kopi yang unik. Yang bisa menjadi waralaba baru. Kalau pun konsep warung belum bisa ditemukan, minimal membuat resep minuman kopinya. Untuk dipasarkan di outlet Coklat Point.
Saya tahu, permintaan ini akan dikerjakannya secara serius. Sebab, ia jebolan pesantren. Anak seorang kyai berpengaruh di Jawa Timur. Pemilik pondok pesantren ternama di Batu, Malang.
Sedangkan kopi Arabica Sipirok yang saya minta dipikirkan jalurnya adalah amal usaha Pesantren Darul Mursyid. Pasti ia mau. Terbukti, ia memang mau. Dan bersungguh-sungguh. ‘’Saya mau ujicoba dulu konsep ini di Semarang. Saya bikin 2 atau 3 outletnya. Kita pelajari sama-sama perkembangannya sebelum dibesarkan ke seluruh Indonesia,’’ katanya dengan antusias.
Warung kopi itu, lanjut Taufiq, hanya akan menjual kopi Arabica Sipirok. Tidak menjual kopi dari daerah lain. ‘’Pertama, kopinya enak. Saya sudah coba. Kedua, variannya banyak. Kopi lanang, kopi luwak, kopi wine, kopi red cherry. Ketiga, continuity-nya terjamin karena punya kebun sendiri. Keempat, rasanya pasti konsisten, karena diolah sendiri. Kelima, belum ada warung kopi yang berani menjual kopi Sipirok saja. Deferensiasi produk kita sangat tinggi,’’ kata Taufiq.
‘’Masih ada lagi,’’ lanjut Taufiq. ‘’Konsep penyajiannya harus menggunakan saringan bambu Ciburial dengan holder bambu dari Sipirok. Ini akan menjadi identitas warung kopi kita.’’
Kapan dimulai? ‘’Tunggulah. Saya matangkan dulu satu-dua minggu,’’ jawabnya.
Alhamdulillah. Menjelang sepertiga malam ini, Allah membukakan pintu rezeki untuk para petani kopi di SD Hole, Sipirok.
Rasanya, tak sabar menunggu waktu dua minggu itu.(jto)