eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pengamat Ekonomi Universitas Tanjungpura, Muhammad Fahmi mendorong koperasi-koperasi besar yang ada di Kalimantan Barat untuk melakukan pemekaran atau spin off usahanya. Ini dilakukan guna membangun bisnis koperasi yang lebih luas dan kuat.
“Diketahui bahwa pemerintah pusat memang mendorong agar koperasi menjadi lebih produktif, melalui upaya spin off, atau pemisahan kelembagaan koperasi,” ujar Fahmi, Kamis (11/7).
Dia menilai, tak banyak koperasi simpan pinjam di Kalbar memiliki kelayakan mengekspansi usaha melalui spin off tersebut. Terutama koperasi yang sudah mampu mencatatkan laba besar.
“Sehingga dengan begitu kita memandang ini harus segara bertransformasi menjadi koperasi yang produktif dengan membangun anak usaha. Sebab kita bisa melihat uang atau dana yang sudah ada ini untuk apa? Apakah untuk anggota yang melalukan pinjaman saja? Sebenarnya akan lebih baik bila dikembangkan di usaha-usaha yang lebih produktif,” paparnya.
Dengan begitu, kata Fahmi, tentu tidak hanya laba yang menjadi tolak ukurnya. Akan tetapi untuk koperasi yang dikatakan layak untuk melakukan spin off, tentu telah memenuhi kriteria sebagai koperasi yang sehat.
“Yang pastinya harus memiliki RAT (Rapat Anggota Tahunan) yang bagus, bersertifikasi standar, dan lain-lain,” katanya.
Sejauh ini, kata Fahmi, sudah ada beberapa koperasi di provinsi ini yang telah menerapkan model jaringan bisnis dengan upaya spin off. Salah satunya Koperasi Keling Kumang. Yang mana menurutnya koperasi tersebut sedikit banyak telah memberikan dampak yang nyata dari sisi ekonomi.
Fahmi melanjutkan, spin off ini dilakukan agar terwujudnya koperasi sebagai badan usaha yang sehat, tangguh, kuat dan mandiri. Sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat yang lebih berperan dalam perekonomian nasional.
“Adapun kelembagaan koperasi ini nantinya membentuk badan hukum baru yang beroperasi di bawah sistem grup, holding atau konsorsium. Sehingga anak usaha koperasi yang dibentuk itu, nanti saling berinteraksi. Contohnya koperasi yang mendirikan Yayasan Pendidikan, dapat menawarkan SDM mereka ke perusahaan yang ada dalam satu grup,” sebutnya.
Mengingat dampak ekonomi yang dihasilkan dari spin off tersebut, maka ia pun mendorong koperasi agar malakukan pemekaran. Melalui penciptaan lembaga-lembaga baru di bawahnya yang bersifat produktif.
“Di Kalbar sendiri sudah banyak yang layak untuk lakukan spin off. Sedangkan koperasi-koperasi lainnya tinggal perlu dorongan agar kelasnya naik,” tutupnya.
Kementerian Koperasi dan UKM sendiri telah memberikan restu bagi koperasi untuk spin off. Izin melakukan spin off oleh koperasi tertuang dalam UU Koperasi Nomor 25 tahun 1992. Tapi sayangnya, tak banyak koperasi yang berani mengambil langkah tersebut.
Kementerian mendata, koperasi di Indonesia selama ini dinilai terlalu fokus pada kegiatan usaha yang ditetapkan pada awal pembentukan. Sehingga melewatkan banyak kesempatan lain yang sebenarnya memiliki potensi bisnis tinggi.
Contohnya, banyak pekerja di sebuah kantor mendirikan sebuah koperasi konsumsi, dengan tujuan dapat mengambil keuntungan dari transasksi belanja karyawan yang bekerja di kantor tersebut.
Namun, dalam operasionalnya, koperasi konsumsi ini tidak berjalan efektif, dan malah berganti fungsi ke koperasi simpan pinjam.
Kendati demikian, ini bukanlah sebuah kesalahan. Hanya saja, pengelola koperasi seharusnya dapat melihat kesempatan tersebut dan melakukan spin off dengan membuka koperasi simpan pinjam, sehingga peluang bisnis dapat termanfaatkan.
Sebagai informasi, Berdasarkan UU Koperasi Nomor 25 Tahun 1992, sektor usaha koperasi dikelompokkan menjadi koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran dan koperasi jasa.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa, koperasi dapat melakukan pembagian usaha menjadi beberapa koperasi, yakni dengan melakukan perubahan anggaran dasar koperasi, dan membagi harta, utang dan anggotanya untuk pembentukan koperasi baru tersebut.
Spin off yang dimaksud adalah koperasi dapat membuat koperasi serba usaha, baik vertikal (merambah ke sektor usaha lain), horizontal (usaha yang berkaitan dengan rantai usahanya), membuka pereseoran terbatas (sebagai anak usahanya), atau bahkan melantai ke bursa efek.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring pada medio awal tahun lalu menyebutkan, koperasi seharusnya memiliki keberanian yang cukup kuat dalam melakukan spin off, karena konsumen dari koperasi adalah anggota setianya sendiri.
Dia mengatakan, bagi koperasi yang telah dapat mengumpulkan anggota dan aset yang cukup besar, seharusnya berani membuka anak usaha dalam bentuk perseroan terbatas (PT). Namun, PT yang terbentuk juga harus mengedepankan kebutuhan ekonomi dari anggotanya terlebih dahulu. Sehingga kepastian pendapatan koperasi dapat diprediksi dengan baik.
Jumlah koperasi di Indonesia saat ini mencapai 152.714 unit usaha, dan 23.551 unit diantaranya merupakan koperasi simpan pijam.
Laporan : Nova Sari
Editor : Andriadi Perdana Putra