Konsolidasi Belum Berhenti

Presiden Undang Ormas Islam

Presiden Jokowi

eQuator.co.id – Konsolidasi Presiden Joko Widodo terkait aksi demonstrasi akbar 4 November lalu rupanya belum berhenti. Kemarin (9/11), Jokowi mengundang sejumlah pimpinan ormas Islam ke Istana Merdeka. Dia mengapresiasi upaya para pimpinan ormas Islam dalam menjaga situasi umat tetap kondusif.

Tampak hadir dalam pertemuan tersebut, beberapa di antaranya Yusnar Yusuf, Hamdan Zoelva, Habib Nabil Al Musawa, Mahfud MD, dan KH Abdullah Jaidi. Para tokoh itu mewakili sejumlah organisasi seperti Jam’iyatul Washliyah, Syarikat Islam, KAHMI, Majelis Rasulullah, dan Al Irsyad Al Islamiyah.

Dalam pertemuan tersebut, Jokowi mengungkapkan apresiasinya atas kontribusi para ulama dalam menyejukkan suasana menjelang hingga usai 4 November. Termasuk dengan memberikan pernyataan-pernyataan agar aksi berlangsung damai. ’’Karena saat ini kita memerlukan statemen yang menyejukkan di tengah berbagai isu dan ujaran yang mempertajam perbedaan di umat dan masyarakat,’’ ujarnya.

Dia juga kembali menegaskan sikapnya atas aspirasi yang telah disampaikan para demonstran. Meski tidak menemui langsung, namun dia sudah menugaskan wapres untuk berdialog. ’’Saya tegaskan bahwa saya tidak akan pernah mengintervensi apalagi melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama dalam proses hukum yang sdang berjalan,’’ lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Usai pertemuan tertutup selama satu jam, yusnar Yusuf yang ditunjuk menjadi juru bicara menyatakan, yang disebut presiden sebagai aksi demonstrasi itu sebenarnya bukanlah demo. ’’Tapi menunjukkan bahwa Islam itu damai sehingga ratusan ribu umat Islam yang hadir itu sebenarnya tidak digerakkan oleh ormas,’’ ujarnya.

Ketua Umum Jam’iyatul Washliyah itu memastikan para ulama sudah siap untuk menenangkan umat Islam bila pemerintah memperhatikan aspirasi mereka. Bahwa orang yang melakukan penistaan agama diproses hukum dengan benar dan adil. Bagaimana nanti hasilnya, pihaknya masih menunggu.

Berkaitan dengan rencana aksi demonstrasi berikutnya 25 November mendatang, Yusnar menyatakan informasi tersebut belum sampai ke pihaknya. ’’Tentunya isu itu bisa saja dibangun oleh orang-orang yang tidak sepakat dnegan apa yang dilakukan hari ini,’’ lanjutnya.

Ketua Umum Syarikat Islam Hamdan Zoelva menuturkan penegak hukum harus peka dengan keresahan jutaan umat Islam atas dugaan penistaan agama oleh Ahok. Bila salah dalam bersikap akan berpotensi menjadi keresahan sosial. “Ini menyangkut keamanan nasional. Ini sangat menganggu,” ujar dia sebelum bertemu dengan presiden di Istana Merdeka sore kemarin (9/11).

Dia menyebut penegakan hukum yang tepat akan jadi kunci. Sebab, dalam kasus dugaan penistaan agama itu, hukum memerankan diri sebagai alat untuk menjaga ketertiban sosial dan menjamin keutuhan bangsa. “Kenapa jutaan orang turun? Karena hatinya merasa terluka. Persoalan sekarang bukan semata-mata logika dan bahasa hukum,” jelas mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Hamdan menilai bila masyarakat dihadapkan pada keputusan penyidik kepolisian yang berbeda dengan sikap MUI maka warga muslim akan lebih percaya MUI. “Jadi siapa yang harus diikuti? Ikutilah fatwa MUI,” tegas dia.

Habib Nabil Al Musawa, sesepuh Majelis Rasulullah SAW, menuturkan bahwa para ormas Islam itu tentu akan merujuk pada pernyataan MUI. Apalagi pernyataan keagamaan MUI itu ditelurkan dalam rapat yang lebih tinggi dari komisi fatwa. Mereka ingin agar kasus tersebut bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya. Itu pula yang disampaikan kepada Presiden Jokowi. “Kami menjadikan MUI rujukan satu-satunya,” ujar dia usai pertemuan.

Habib Al Musawa menuturkan mereka menerima penjelasan dari Presiden Jokowi tentang keseriusan pemerintah untuk mengusut kasus dugaan penistaan agama. Bahkan pada saat rapat itu, sejumlah petinggi ormas Islam ada yang mengusulkan agar Presiden juga menjalin komunikasi dengan Front Pembela Islam (FPI) yang jadi salah satu motor aksi Jumat (4/11) lalu. “Presiden bahkan berjanji akan salat Jumat di masjid Istiqlal. Kemungkinan Jumat ini dibicarakan dengan menteri agama tadi,” ujar dia.

Sementara itu, Menko Polhukam Jenderal (Pur) Wiranto mengatakan bahwa rencana adanya demonstrasi lanjutan terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok sudah diantisipasi oleh pemerintah, khususnya oleh Polri. Namun, pengamanan jalannya demo tidak jauh berbeda dengan demonstrasi 4 November lalu.

”Biasa-biasa saja. Pemerintah punya kewajiban untuk mengamankan dan melimdungi masyarakat. Kan begitu,” kata Wiranto di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin.

Wiranto juga menegaskan bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak pernah gentar dengan isu adanya aktor-aktor politik yang menunggangi demonstrasi 4 November dan demontrasi susulan nanti. Namun demikian, dia meminta aktor politik jangan sampai ikut memperkeruh suasana dengan memanfaatkan demonstrasi susulan nanti demi kepentingan pribadi atau golongannya.

“Karena itu kembali kami harus menyadarkan semua pihak untuk bersama bertanggung jawab. Apa itu aktor politik, pelaku demo, aparat keamanan, semua mempunyai hak yang sama. Kewajiban yang sama untuk membuat negeri ini aman,” terangnya.

Disinggung soal aktor politik yang sempat disinggung Jokowi dalam demonstrasi 4 November, Wiranto meminta agar masyarakat tidak usah mendesak presiden untuk mengungkapkan aktor politik yang dimaksud. Hal itu, lanjutnya, akan terungkap sendirinya seiring dengan proses hukum yang sedang berjalan. Proses hukum yang dimaksud diuga yakni terkait penelusuran aliran dana yang dipakai untuk menggelar demonstrasi kemarin.

“Oleh karena itu pada saatnya ada proses hukum bagi siapapun yang melanggar hukum dalam rangka reformasi hukum nasional saat ini,” ujarnya.

Terpisah, terkait proses hukum yang sedang berjalan, Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI) mengapresiasi penegasan yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo. Khususnya, terkait penegasan tidak akan melindungi Ahok. Pernyataan itu disampaikan usai bertemu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Selasa (8/11), lalu.

”Untuk itu KAHMI mendesak Komisi III DPR RI agar mengawal dan mengamankan pernyataan Presiden RI itu,” tutur Anggota Presidium Majelis Nasional KAHMI MS Kaban, di KAHMI Center, Jalan Turi 1, Kebayoran Baru, Jakarta, kemarin (9/10).

Di saat yang sama, dia juga menyoroti tentang dugaan adanya oknum aparat kepolisian yang terindikasi melakukan provokasi pada aksi 4 November lalu. Provokasi tersebut dianggap merugikan organisasi HMI karena berujung pada penahanan sejumlah kader.

Atas hal tersebut, KAHMI meminta kepolisian mengusut tuntas aparat yang diuga jadi provokator demo 4 November. Permintaan itu diasarkan pada rekaman video yang tersebar luas di media sosial Youtube. Bahwa, digambarkan kalau Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan yang mengeluarkan kata-kata provokatif dan tendensius ke massa aksi HMI.

”Di situ dengan jelas kapolda membuka helm, kelihatan betul wajah beliau,” tutur Kaban, kembali. Dia menyatakan, saat berhadapan dengan massa yang berkumpul dalam aksi damai, ada sejumlah kalimat provokatif yang dilontarkan. ”Isinya itu nuansanya seperti kata-kata lawan HMI, kejar HMI, tangkap HMI,” imbuhnya.

Kaban menegaskan kalimat-kalimat semacam itu tidak semestinya keluar. Apalagi, dari seorang kapolda. ”Karena, kita dari awal mengikuti aksi damai itu ya dama, tidak ada nuansa-nuansa lain. Karena itu, Kapolri harus melakukan pengusutan secara menyeluruh,” tandasnya. (byu/jun/dod/dyn)