– Nama Anda siapa?
+ Pak Cik Abin, pak.
– Maksud saya, nama Anda yang sebenarnya…
+ Pak Cik Abin pak. Ini kartu nama saya…
Dia berdiri mengambil dompet dari saku celana. Menyerahkannya ke saya. Di situ tertulis namanya: Pak Cik Abin.
Saya tahu dia bohong. Tapi saya tidak ngotot mengusut lebih lanjut.
Dalam hati saya justru kagum. Kagum pada konsistensinya untuk memajukan bidang usahanya.
Dia telah rela mengubur nama aslinya. Mewujud (meminjam istilah dalam kitab Injil) dalam merk usaha yang lagi ditekuninya.
Anak muda itu memang seorang pengusaha. Yang semangatnya melebihi Barcelona saat ingin membeli Countinho dari Liverpool.
Dia sengaja memilih duduk di kursi kosong di sebelah saya. Langsung minta foto bersama. Rupanya dia kenal saya. Saat itulah saya bertanya siapa namanya.
– Usaha Anda apa?
+ Nasi goreng.
– Di mana?
+ Malang, Mojokerto, Sidoarjo dan ini ada tawaran buka di Johor Baru Malaysia.
Saya pun merangkulnya. Untuk difoto. Bukan main. Jualan nasi goreng berada di ruang tunggu Bandara Internasional Juanda. Satu pesawat dengan saya menuju Singapura.
Saya akan check up kesehatan. Dia akan meneruskan perjalanan ke Johor Baru untuk ekspansi usaha. Nasi goreng.
Saya pun antusias menggali latar belakangnya. Sambil belajar bagaimana mulai bangkit menjadi pengusaha.
Ternyata Pak Cik Abin sudah punya enam restoran. Nama restorannya, ya itu tadi, Pak Cik Abin. Dengan logo sosok dirinya. Yang mungkin akan bisa seperti logo KFC nantinya. Amiin.
Usut punya usut, nasi goreng itu ternyata hanya satu saja dari puluhan menu di Pak Cik Abin. Menu lainnya adalah mie aceh, roti jala, nasi lemak, laksa dan makanan Melayu Medan lainnya.
– Mengapa ketika pertama saya tanya tadi Anda mengatakan jualan nasi goreng?
+ Kalau saya jawab jualan masakan melayu nanti bapak meragukan saya. Kok di Jatim jualan masakan Melayu. Bodoh anak ini. Mana laku…
– Hahahaa…. Anda ini pinter sekali. Anda ini orang marketing sejati. Konsekwen dalam membangun brand dan tahu cara menghindari resiko diremehkan…
Pak Cik Abin memang nama yang sangat Melayu. Ternyata dia memang orang Pangkalan Susu. Setelah malang-melintang bekerja di berbagai proyek infrastruktur dia kenal wanita asal Malang. Saat itu Pak Cik Abin bekerja di proyek listrik Paiton, Probolinggo.
Di Malanglah Pak Cik Abin memilih jualan nasi goreng. Di pinggir jalan. Ternyata laku. Lalu dia kembangkan menjadi restoran masakan Melayu.
Orang tuanya yang di Pangkalan Susu dia boyong ke Malang. Semua adiknya juga dibawa ke Malang. Semua dia ajak bekerja keras mengembangkan Pak Cik Abin.
Kami berpisah di bandara Changi. Saya menuju rumah sakit. Bertemu dokter Benjamin Chua yang mengoperasi aorta saya. Pak Cik Abin jalan darat menuju Johor Baru.
Seminggu kemudian…… saya WA Pak Cik Abin.
– Jadikah buka Pak Cik Abin di Johor Baru?
+ Rupanya jadi pak. Lokasinya cocok. Tempatnya juga baik.
– Tapi di Johor Baru harga jual makanan kan murah sekali…bisa untung?
+ Memang diukur dari pendapatan masyarakat termasuk murah sekali tapi masih bisa.
Saya suka anak ini. Rendah hati. Mudah bergaul. Tidak segan mengatakan hanya tamat SMA di Pangkalan Susu. (dis)