eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pertemuan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat, Agus Harimurti Yudoyono (AHY) dengan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, memantik kontroversi.
Sebab, Demokrat diketahui merupakan partai koalisi pendukung Capres Prabowo-Sandi. Yang sementara perolehan suaranya dibawah capres Jokowi-Ma’ruf, berdasarkan data real count sementara KPU.
Karena itu, pertemuan AHY dengan Jokowi dinilai sebagian publik sebagai manuver politik. Yang mengisyaratkan partai berlambang mercy itu akan meninggalkan Koalisi Adil Makmur. Selanjutnya, akan bergabung dengan petahana.
Namun, anggapan itu, buru-buru ditepis oleh Deputi Kogasma Partai Demokrat, Herzaky M Putra. Herzaky menegaskan, kalau Partai Demokrat saat ini masih tetap bersama Prabowo-Sandi.
Apalagi saat ini, tahapan pilpres belum selesai semuanya. Proses rekapitulasi suara sah masih tengah berjalan secara berjenjang. Hasil final Pilpres baru akan dimumkan pada tanggal 22 Mei 2019 oleh KPU. “Kita tunggu tanggal 22 Mei 2019. Apapun hasilnya, akan ada diskusi lebih lanjut di internal koalisi. Setelah itu, kesepakatannya seperti apa, tentunya tergantung dengan pengumuman hasil pemilu 2019 oleh KPU RI secara resmi,” kata Herzaky.
“Berbagai skenario tentunya sudah disiapkan, tapi sementara ini cukup konsumsi internal koalisi dan internal partai masing-masing,” tambahnya.
Soal pertemuanĀ AHY dengan Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (2/5) lalu, menurutnya, pertemuan itu hanya untuk memenuhi undangan sang Presiden.
Tiga hari sebelum pertemuan itu, AHY kata Herzaky, memang sudah menerima undangan tersebut melalui Mensesneg, Pratikno. Konteks pertemuan itu adalah pertemuan antara tokoh muda bangsa dengan Presiden Indonesia. Pertemuan selama 40 menit tersebut, hanya membicarakan persoalan-persoalan kebangsaan.
Bagi Herzaky, AHY telah menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik. Meski berbeda kubu dalam konstelasi pemilu, tetapi bukan berarti menutup diri dan menolak berdialog. “Kita tidak bisa menutup mata atas indikasi-indikasi kecurangan dan kejanggalan yang terjadi di Pemilu 2019 ini. Hanya saja, bukan berarti kita mesti menolak komunikasi dengan pihak manapun,” ucap Herzaky.
Ia berharap, pemerintah juga terbuka. Tidak menutup diri terhadap tuntutan oleh sejumlah pihak, agar dilakukan investigasi lebih lanjut, dalam berbagai laporan dugaan kecurangan dan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di pemilu ini. “Bagaimanapun, masukan-masukan dari kedua kubu harus didengarkan dan dicermati dengan seksama. Karena demokrasi harus mendengarkan suara rakyat,” imbuhnya.
Pasca pertemuan AHY dengan Jokowi, kemudian merebak kembali isu soal ‘pecah kongsi’ di Koalisi Adil Makmur. Lagi-lagi Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief mengeluarkan penyataan kontroversi.
Ia menyebutkan, ada kelompok setan gundul yang memberikan informasi menyesatkan soal klaim kemenagan Prabowo Subianto sebesar 62 persen.
Karena itu, Andi menyatakan, Demokrat hanya ingin melanjutkan koalisi dengan partai pengusung Prabowo-Sandi dengan Gerindra, PAN, PKS, Berkarya serta rakyat. Bukan ‘setan gundul’.
Pernyataan itu pun lantas memantik perdebatan. Kivelen Zen yang masuk dalam barisan BPN Prabowo sontak bereaksi. Ia berang dengan pernyataan Andi Arief.
Bahkan menurutya, Andi Arief lah yang ‘setan gundul’. Tak berhenti sampai disitu, Kivlen pun juga menyerang Demokrat. Bahkan, dia menuding sang Ketum Demokrat, tidak ingin Prabowo Subianto jadi Capres.
Tudingan yang mengarah ke SBY itu, dinilai Herzaky sebagai fitnah yang tak mendasar. Karena itu, Herzaky pun mengecam bentuk-bentuk politik hitam seperti itu. “Politik hitam sangatlah tidak sehat. Dan berpengaruh negatif untuk demokrasi kita. Apalagi, SBY bukanlah aktor yang berlaga dalam pilpres kali ini,” katanya. “SBY dan Demokrat berada di barisan koalisi pengusung Prabowo. Tapi, mengapa malah SBY dan Demokrat yang difitnah habis-habisan? Ada apa sebenarnya ini,” timpalnya.
Ia pun mengaku miris dengan tudingan yang menyasar ke sang ketum Demokrat. Apalagi, selama tiga bulan terakhir, SBY hanya fokus mendampingi pengobatan istirinya di Singapura. “Sungguh keterlaluan dan tidak punya hati orang-orang yang tega memfitnah Pak SBY saat ini. Elit politik dan kubu yang memfitnah Pak SBY saat ini, sepertinya sedang sakit jiwa,” katanya.
Menurutnya, apabila elit-elit politik terus menebar politik hitam, maka wajar saja kalau masyarakat akar rumput, akhirnya tidak rasional dalam berpolitik. “Seharusnya, jika mengalami permasalahan dalam konteks proses maupun hasil di Pemilu 2019, silakan gunakan mekanisme yang berlaku. Laporkan ke Bawaslu. Untuk hasil, silakan ke KPU dan MK,” katanya.
Ia berharap, kedua kubu yang berlaga di pilpres kali ini, bisa menjaga akal sehat, dan tidak menggunakan cara-cara tercela dalam mengawal proses penghitungan suara.
Laporan: Abdul Halikurrahman
Editor: Yuni Kurniyanto