Kisah Warga Parit Baru Mendulang Rupiah dari Jamur Tiram

Empat Tahun Gagal, Dua Tahun Terakhir Baru Berhasil

OMZET JUTAAN. Fredy saat menunjukkan budidaya jamur tiram, kemarin. Dari budidaya ini Fredy mampu menghasilkan omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan. (Nova Sari-RK)

Jamur tiram dikenal sebagai bahan pangan eksotis yang memiliki banyak manfaat untuk tubuh. Diantaranya kaya akan vitamin B dan dapat menurunkan kolestrol.

Nova Sari, Parit Baru

eQuator.co.id – Maka tak heran jika pamor jamur tiram semakin menanjak. Banyak restoran, kafe bahkan hotel yang menghidangkan menu berbahan dasar jamur sebagai tambahan.

Bisnis menggiurkan ini pun dilakoni seorang warga Parit Baru, Kabupaten Kubu Raya. Adalah Fredy mengembangkan budidaya ini sejak 2014 lalu.

“Modal awal usaha ini sekitar Rp5 jutaan. Waktu coba enam tahun lalu itu tidak langsung berhasil. Kebetulan usaha ini juga dilakukan bersama keluarga saya, jadi selama empat tahun gagal terus. Tapi kami tak mau putus asa, kita coba terus dan akhirnya 2 tahun terakhir ini berhasil,” ujar Fredy saat dijumpai beberapa waktu lalu.

Pria berusia 27 tahun ini menjelaskan, dengan modal Rp 5 juta tersebut, ia memulai usaha budidaya jamur tiram dengan membeli sejumlah bahan baku. Seperti serbuk gergaji halus, gilingan padi atau dedak, serta kapur bukit. Semua komponen tersebut diperlukan sebagai sarana untuk membudidayakan jamur tiram.

“Usaha jamur memang harus membutuhkan banyak tenaga dan sedikit rumit. Seluruh bahan baku dicampur menjadi satu dan kemudian dihaluskan dengan alat pencampur. Setelah menjadi satu, diamkan hingga satu hari penuh. Setelah itu, dimasukkan ke dalam wadah plastik yang disebut baglog. Dan untungnya sekarang serbuknya bisa didapat gratis,” tuturnya.

Kemudian, ia mengatakan, media tanam ini dikukus selama dua belas jam agar bahan baku media tanam tersebut steril dan bersih. Setelah selesai, baglog tersebut dikeluarkan dan langsung diisi dengan bibit jamur tiram.

“Terus didiamkan selama kurang lebih dua bulan. Nah, barulah jamur tiram tersebut bisa dipanen. 1 baglog itu dapatnya bisa sekitar 2 ons,” jelasnya.

Saat ini, Fredy sudah mempunyai 150 media tanam jamur tiram (baglog). Satu baglog sendiri bisa bertahan hingga tiga bulan sebelum diganti dengan media tanam yang baru.

“Untuk pemasaran jamur tiram sendiri, sejauh ini kita tidak begitu kesulitan. Waktu itu kita coba tawakan ke pasar Flamboyan dan langsung banyak peminatnya. Jadi setiap jam 2 subuh kita sudah kirim ke pasar. Kemudian sudah banyak restoran dan hotel di Pontianak yang jadi pelanggan tetap kita,” ungkapnya.

Tak hanya jamur, ia pun merambah ke budidaya sawi kering dan tanaman daun katuk. Saat ini ia juga sudah mulai mengelola sawi asin kering. Untuk 1 keranjang sawi segar bisa menghasilkan 1,5 sawi asin kering. 1 kilogramnya itu Rp 250 ribu, tentu lumayan harganya.

“Dalam seminggu kita bisa 2 kali supply ke pasar. Dan untuk daun katuk dalam seminggu bisa menghasilkan 10 kilogram,” terangnya.

Dengan permintaan pasar yang sudah cukup banyak, saat ini Fredy bisa meraup omzet sebanyak Rp300 ribu per hari. Bahkan jika digabungkan untuk ke 3 komoditi tersebut, dalam sebulan Fredy mengatakan dirinya bisa mengasilkan lebih dari Rp10 juta.

“Untuk ke depannya kami mau mencoba tanam jamur sintake dan jamur kancing. Mau memanfatkan limbah-limbah padi. Sekarang lagi tahap riset, semoga berhasil,” ucapnya.

Di samping keuntungan, ia mengatakan, kendala yang kerap dihadapi dalam proses pengembangan budidaya jamur adalah musim kemarau panjang yang melanda Kota Pontianak. Yang membuat produksi jamur tiram menurun drastis.

“Sejak musim kemarau tahun ini, panen dari budidaya jamur tiram kita turun drastis hingga 60 persen. Hal ini disebabkan oleh panasnya suhu udara selama musim kemarau,” katanya.

Akibat kemarau tersebut, kini produksi jamur tiram menurun sekitar 60 sampai 70 persen dibanding kondisi normal. Dari semula bisa panen 50 sampai 60 kilogram perharinya, sekarang maksimalnya paling hanya 10 kilogram perharinya. Bahkan jumlah ini juga dibilang sulit untuk diperoleh.

“Kondisi saat ini menyebabkan jamur tiram tidak dapat tumbuh dengan optimal bahkan ada jamur yang tumbuh kerdil. Biasanya jamur-jamur ini selalu disiram sehari 2 kali biar hasilnya bagus. Sekarang tetap 2 kali sehari cuma kita menggunakan air sumur yang juga sudah hampir kering. Apalagi warna air sumurnya kuning yang menyebabkan jamurnya juga menguning. Pernah kita coba pakai tawas tapi hasilnya jamurnya kerdil,” papar Fredy.

Padahal, jika dilihat saat ini, ia menyebut, permintaan pasar tengah banyak-banyaknya. Tapi ia tidak dapat memenuhi permintaan tersebut.

“Namun kita juga ada menyiapkan tandon air untuk bertahan sampai hujan tiba. Semoga hujan cepat turun biar produksi kembali normal,” pungkasnya.

 

Editor: Andriadi Perdana Putra