Malang nian nasib kakek Donwori. Di usianya yang sudah ke 80 tahun, pria uzur yang juga veteran perang warga Gubeng Kertajaya, Surabaya itu harus mengalami konflik dengan ketiga anaknya, menuntut untuk secepatnya membagi warisan.
Langkah Donwori sudah tidak bisa gesit. Dia harus dibantu dengan tongkat. Kendati demikian, ketiga anaknya tetap cuek bebek dengan keadaan sang ayah yang demikian.
Bahkan, ketiga anaknya tega tertawa-tawa sembari melangkah dengan cepat meninggalkan Donwori yang terengah-engah berjalan. Mereka seperti sengaja ingin mengejek kondisi ayahnya yang sudah renta dimakan usia.
Maklum, hari itu, sudah akan ada keputusan inkrach terkait dengan warisan tanah dan rumah milik Donwori seluas 350 meter persegi di kawasan Gubeng Kertajaya.
“Mungkin anak-anak sudah tidak betah ngekos atau ngontrak, jadi rumah bapak (Donwori) mau dijual,” ungkap Donwori setelah duduk sembari beristirahat menunggu sidang putusan warisan di Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya.
Menurut Donwori, tanah dan rumahnya jika dijual seharga Rp3 miliar. Karena, tanah dan rumahnya berada di tepi jalan besar. Namun sebenarnya, dia cukup berat menjual tanah dan rumahnya itu, karena merupakan warisan dari orangtuanya.
Namun, Donwori seakan tak berdaya, karena ketiga anaknya sampai sekarang tidak ada yang punya rumah.
Maklum, harga tanah dan rumah di Surabaya rata-rata sudah lebih dari Rp1 miliar. Sedangkan ketiga anaknya hanya pegawai swasta. Ada yang jadi guru honorer, pegawai rendahan di bank dan kerja serabutan. “Gajinya sedikit, makanya anak-anak nggak bisa beli rumah,” jelasnya.
Sebenarnya sebelum keputusan membagi warisan, Donwori mengaku sempat muncul ide menggadaikan sertifikat rumah, untuk mendapatkan modal bagi anak-anaknya membuka usaha wiraswasta.
Namun, lagi-lagi ketiga anaknya menolak, karena tidak akan sanggup membayar cicilan utang di bank, jika mereka menggadaikan sertifikat.
Akhirnya, muncul ide untuk menjual rumah dan tanah dari ketiga menantunya. Baik menantu pertama, kedua dan ketiga menyampaikan, bahwa rumah sebaiknya segera dijual dan uangnya nanti dibagi rata bertiga untuk membeli rumah yang lebih kecil dan murah di Surabaya Barat dan Timur.
Selain itu, ketiga anak dan menantunya itu juga berjanji akan merawat Donwori yang sudah lama menduda, setelah ditinggal mati istrinya pada 1988 silam. Caranya, Donwori sebulan sekali akan tinggal di rumah anak-anaknya yang satu ke yang lain secara bergantian.
“Alhamdulillah, sebulan lalu (rumah) sudah laku. Tapi bukannya ditampung di rumah anak-anak, mereka malah nyuruh saya ngekos sementara. Alasannya, uang pembelian rumah belum dibayar seluruhnya dari pembeli. Surat penetapan waris dari Pengadilan Agama juga belum turun,” jelasnya.
Kini, mantan veteran itu hanya bisa pasrah. Dua bulan ini, Donwori mengaku hanya diberi uang Rp2 juta oleh anak-anaknya. Uang itu digunakan untuk biaya kos dan kebutuhan sehari-hari.
“Saya ndak tahu apa kemauan anak-anak. Paling tidak sampai setahun nanti, saya paling sudah dipanggil sama Gusti Allah. Tapi kalau memang warisan itu bermanfaat bagi anak-anak, saya ikhlas kok,” pasrahnya. (Radar Surabaya/JPG)