eQuator.co.id – Sebungkus permen di dalam kantong celana. Jadi sarapan. Rasanya yang manis berbaur dengan keindahan suasana di pinggiran Dermaga Senghie, Pontianak.
Bungkusnya yang kecil dibuang begitu saja di atas air. Sungai ini luas. Bungkus permen bukan masalah baginya.
Mesin sepit (baca: sampan bermesin) dihidupkan. Sepit melaju menuju dermaga seberang. Pagi itu, Minggu (15/4), Forum Pemerhati Wisata Alam (FPW) Kalimantan Barat (Kalbar) beserta Komunitas Organik Pontianak akan ikut dalam agenda “pungut sampah” di Kampung Beting, Pontianak Timur.
Sepit merapat di dermaga Kampung Beting. Sekitar seratus orang berkumpul menyambut. Sesuai rencana gotong royong pun dilakukan.
Kampung Beting adalah deretan rumah yang berada di atas air. Tepatnya di pinggiran Sungai Kapuas.
“Kita melihat keadaan sampah di sekitar kita ini sangat memprihatinkan. Berefeknya ke kualitas air yang tidak bisa digunakan bahkan untuk mandi,” ungkap salah seorang Warga, Abdullah.
Batin sontak berteriak. Bukankan beberapa menit lalu. Di seberang sana. Bungkus permen mungil baru saja mendarat di Sungai ini.
Abdullah pun lanjut bercerita. Kondisi air yang memprihatinkan membuatnya bergerak masuk ke dalam sungai mengeruk sampah. Dan dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS).
“Pertama saya mulai sendiri turun, ada beberapa kawan lihat saya turun bersihkan, dan ikutlah mereka. Setelah itu barulah musyawarah. Kalau ada orang yang tidak turun, itu hak mereka,” tuturnya.
Yang penting, menurut dia, warga sekitar sudah diajak. Telah diberitahu.
“Barang siapa yang berbuat, insya Allah dia akan dapat,” tutur Abdullah.
Gotong royong ini sudah berjalan kurang lebih 3 minggu. Di hari pertama, diperkirakan sekitar 5 ton sampah berhasil terkeruk dari dalam sungai.
Warga bersama-sama turun berendam sembari menyeret keranjang sampah. Bahkan ada yang sampai menyelam.
Setelah keranjang penuh, giliran warga yang berada di atas sungai bertugas. Sampah dipindahkan ke dalam karung.
“Kalau hanya berkoar-koar saja, susah mau menggerakkan masyarakat di sini, terus terang saya. Jadi kita tidak hanya bicara tapi kita bekerja. Dan alhamdulillah menurut saya ini efek yang luar biasa, masyarakat semakin banyak turun,” ungkap Abdullah.
Berdasarkan data terakhir Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak, pada Maret 2018, volume sampah di kota Khatulistiwa ini mencapai 400 ton perhari. Ketua FPW Kalbar, Gusty Hendra, menuturkan kegiatan ini rencananya rutin dilakukan.
Pihaknya akan terus mempererat kerja sama dengan warga Beting. Termasuk mengusahakan memperbanyak tempat sampah. Sekaligus pengangkutan rutin dari dalam kampung ke tempat penampungan sampah di pasar.
Kegiatan yang berlangsung selama kurang lebih 4 jam itu berhasil mengumpulkan puluhan karung sampah. Yang didominasi limbah plastik, kayu, kaleng, dan pecahan kaca.
“Jadi ini membuktikan bahwa warga Kampung Beting siap untuk bekerja sama. Selama yang dikerjakan baik dan untuk kepentingan bersama,” tegas Hendra.
Kini, anak-anak bisa terjun bebas dan bekubang lagi di sungai tanpa harus geli dengan bau menyengat. Ibu-ibu bisa meneruskan gosip harian mereka di tangga pemandian sembari mencuci baju. (*)