-ads-
Home Features Kisah Santriwati Pencipta Pelumas Otomatis untuk Sepeda Motor

Kisah Santriwati Pencipta Pelumas Otomatis untuk Sepeda Motor

TAK CUMA BELAJAR AGAMA. Inilah sosok satu dari dua santriwati yang menciptakan pelumas otomatis sepeda motor. Radar Banjarmasin/JPG

eQuator.co.id – Tidak tepat anggapan bahwa santri atau santriwati pesantren hanya tahu ilmu agama. Buktinya, santriwati Pesantren Darul Hijrah Putri, Martapura mampu ciptakan pelumas otomatis motor.

SUTRISNO, Cindai Alus

Wajah Nor Ihda Safitri dan Norkhalisah terlihat sumringah, saat Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group) menemuinya di Ponpes tempat mereka menyantri yang terletak di Jalan Batung, Desa Cindai Alus, Martapura.

-ads-

Kebahagiaan mereka bukan tanpa alasan. Baru-baru ini kedua siswi kelas IX di SMP Darul Hijrah Putri tersebut mendapatkan medali perak dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mereka berhasil meraih juara dua dalam Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN).

Perlombaan yang digelar pada tanggal 26 hingga 27 September di Jakarta tersebut, Ihda dan Nor nama sapaan keduanya menampilkan karya ilmiah “Alat Pelumas Otomatis Pada Rantai Sepeda Motor”.

Melalui alat tersebut pemilik sepeda motor dapat melumasi rantai secara otomatis, hanya dengan menekan saklar yang sudah dipasang di dekat tombol klakson motor.

Nor ihda Safitri mengaku mendapatkan ide membuat karya ilmiah pelumas otomatis, karena mendengar banyak kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh putusnya rantai motor milik korban. “Rantai putus itu karena kering dan jarang dikasih pelumas. Dari situ kami berinisiatif membuat alat pelumas otomatis,” katanya.

Ia menuturkan, setelah mendapatkan ide mereka masih membutukan waktu hingga satu bulan untuk memikirkan bahan apa saja yang digunakan. Serta bagaimana cara bekerjanya. “Setelah satu bulan, kami mendapatkan ide semua alat yang kami gunakan dari printer bekas. Yaitu selang dan dinamo motornya,” ujarnya.

Usai menemukan ide alat dan cara kerjanya. Mereka masih membutuhkan waktu hingga empat bulan, untuk memastikan bahwa alat pelumas otomatis yang mereka buat dapat berjalan lancar. “Ada empat kali kegagalan selama empat bulan tersebut,” ungkap santriwati lainnya Norkhalisah.

Ia sedikit menjelaskan cara bekerja alat pelumas otomatis yang sudah mereka ciptakan. Alat bekerja melalui tenaga aki motor, dari tenaga aki dinamo motor akan bekerja memompa oli ketika tombol saklar ditekan. Oli kemudian secara otomotis mengalir melalui selang kecil yang diletakkan tepat di atas rantai motor.

“Oli pelumas yang mengalir kami berikan wadah khusus yang diletakkan di dalam jok,” jelasnya.

Guru Pembimbing Karya Ilmiah Bakarudin mengaku bangga dengan temuan kedua santriwatinya tersebut. Sebab, Lomba penelitian siswa nasional (LPSN) merupakan program tahunan dari Kemendikbud untuk meningkatkan kemampuan pelajar indonesia dalam budaya meneliti.

“Ini untuk umum, dari Kalsel hanya kita yang Ponpes. Sementara lainnya sekolah umum,” katanya.

Ia mengungkapkan, LPSN diikuti oleh 102 finalis yang sudah melalui proses seleksi naskah karya ilmiah yang dikirim langsung ke Kemendikbud. “Kemendikbud menerima 820 naskah karya ilmiah, namun hanya 102 yang dipilih menjadi finalis,” ungkapnya.

Lebih lanjut Bakarudin menuturkan, santriwati Darul Hijrah Putri sebenarnya sudah beberapa kali menembus perlombaan di level nasional. Salah satunya ialah kompetisi  young inventors award (NYIA) yang di selenggarakan oleh lembaga ilmu pengetahuan indonesia (LIPI).

“Di kompetisi ini karya santriwati kita yaitu alarm infus sudah mulai dipatenkan,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Kepala Sekolah SMP Darul Hijrah Putri, M Anshari. Santriwati mereka sudah mendapatkan medali sejak tahun 2010 diberbagai kompetisi, saat itu mendapatkan perak. Kemudian di tahun 2012 dan 2014 meraih perunggu. Lalu terakhir di tahun 2016 ini meraih perak.

“Di Darul Hijrah Putri memang ada ekstrakurikuler setiap hari Selasa, total ada 31 cabang karya ilmiah,” ungkapnya.

Dengan adanya tambahan pengetahuan, diharapkan para santriwati yang lulus mendapatkan bekal cukup. Bukan hanya ilmu agama tapi juga ilmu ilmiah. “Jadi kalau lulus mereka tidak harus menjadi Ustadzah, tapi bisa juga menjadi dokter, guru atau ilmiah,” pungkasnya. (*/JPG)

Exit mobile version