Ketika Jambret Beraksi

Oleh: Muyessaroh

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Tak ada akar rotan pun jadi. Ya, seperti itu yang ada di benak orang yang melakukan penjambretan baru-baru ini, tak ada pekerjaan yang halal, yang haram pun jadi, yang penting menghasilkan juga. Aksi penjambretan kembali terjadi di Kota Pontianak. Sebelumnya, jambret beraksi di depan Gereja Katedral Pontianak, Minggu (25/11) pagi. Sehari kemudian, jambret kembali beraksi di Jalan Kedah, Pontianak, Senin (26/11) pukul 10.26 WIB. Aksi tersebut diketahui dari rekaman CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian.

Aksi penjambretan seperti ini tentu akan membuat masyarakat tidak tenang dan aman, serta akan membuat was-was. Apalagi pelaku yang masih bebas berkeliaran. Di samping itu, kesejahteraan yang tidak merata membuat orang harus memutar otak agar bisa bertahan hidup. Terutama dengan kondisi sekarang, dimana “ada uang ada barang” alias tidak ada yang gratisan. Ditambah lagi, meningkatnya kebutuhan yang tidak dibarengi dengan ketersediaan lapangan kerja, membuat sebagian orang nekat berbuat kriminal demi mendapatkan uang.

Apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, dimana kebijakan pemerintah yang ada hanya mementingkan sekelompok orang dan elite-elite asing daripada rakyatnya sendiri. Lapangan pekerjaan yang ada hanya diberikan kepada asing. Lain halnya dengan negara yang menerapkan syariah Islam, kepala negara (khalifah) yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, sistem ini memperhatikan hal-hal yang menjadi tuntutan individu dan masyarakat dalam merealisasikan jaminan kehidupan, serta jaminan pencapaian kemakmuran seperti kebutuhan terhadap barang-barang tertentu berupa pangan, sandang dan papan, serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Ada lima langkah pemenuhan kebutuhan pokok. Pertama, memerintahkan kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja. Barang-barang kebutuhan pokok tidak mungkin diperoleh, kecuali apabila manusia berusaha mencarinya. Islam mendorong manusia agar bekerja, mencari rizki dan berusaha. Sebagaimana firman Allah SWT. “Dialah (Allah) yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, serta makanlah sebagian rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk : 15)

Kedua, negara menyediakan berbagai fasilitas lapangan kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawab negara. Rasullah SAW bersabda, “Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ketiga, memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika ternyata kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya, dan jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja, sehingga tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggungjawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya, sebagaimana firman Allah SWT, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan, karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian.” (QS. Al-Baqarah :233).

Ayat Alquran di atas menjelaskan bahwa adanya kewajiban atas ahli waris. Seorang anak wajib memberikan nafkah kepada orang tuanya (yang tidak mampu) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Maksud “al waarits” pada ayat tersebut, bukanlah hanya orang yang telah mendapat warisan semata, tetapi semua orang yang berhak mendapat warisan dalam semua keadaan. Rasulullah SAW telah bersabda, “Kamu dan hartamu adalah untuk (keluarga dan) bapakmu.” (HR. Ibnu Majah)

Keempat, mewajibkan kepada tetangga terdekat yang mampu untuk memenuhi sementara kebutuhan pokok (pangan) tetangganya yang kelaparan. Jika seseorang tidak mampu memberi nafkah terhadap orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya, baik terhadap sanak keluarganya atau mahramnya, dan iapun tidak memiliki sanak kerabat atau mahram yang dapat menanggung kebutuhannya, maka kewajiban pemberian nafkah itu beralih kepada baitul mal (negara).

Kelima, negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dari seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan. Menurut Islam negara (baitul mal) berfungsi menjadi penyantun orang-orang lemah dan membutuhkan, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya.

Sejarah juga mencatatkan, Ibnu Aljawzi melaporkan dalam bukunya mengenai masa hidup khalifah Umar Ibn Abdulaziz bahwa Umar bertanya kepada para gubernurnya di seluruh negeri untuk menghitung jumlah semua orang-orang buta, orang-orang berpenyakit kronis, dan orang-orang cacat. Ibnu Aljawzi juga meriwayatkan bahwa khalifah Umar meminta para gubernur itu untuk membawa kepadanya orang-orang miskin dan tidak mampu. Begitu mereka datang, beliau menutupi semua kebutuhan mereka yang diambil dari Baitul-Mal. Dia kemudian bertanya siapa diantara mereka yang punya utang dan tidak mampu membayarnya. Dia kemudian membayarkan utang-utang mereka secara penuh dengan dana yang diambil dari Baitul-Mal. Lalu dia bertanya siapakah yang ingin menikah tetapi tidak mampu, dan dia lalu membayar biaya untuk pernikahan mereka. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di bawah kekuasaan Islam adalah sedemikian baiknya selama masa pemerintahan Khilafah Umar Ibnu Abdulaziz, sehingga negara tidak dapat menemukan orang-orang miskin yang berhak untuk mendapatkan zakat.

Selain langkah-langkah di atas negara haruslah memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara. Adapun dalil yang menunjukkan bahwa keamanan adalah salah satu kebutuhan jasa pokok adalah sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memilliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (Al-Hadits).

Mekanisme untuk menjamin keamanan setiap anggota masyarakat, adalah dengan jalan menerapkan aturan yang tegas kepada siapa saja yang akan dan mengganggu keamanan jiwa, darah dan harta orang lain.

Allah SWT berfirman. “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Ma’idah:38).

Adapun perampok, korupsi akan dikenai sanksi ta’zir. Sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi/hakim, sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Hakimpun bisa menjatuhkan hukuman maksimal seperti hukuman mati. Begitulah aturan dalam Islam, permasalahan yang ada tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Karena sejatinya Islam merupakan seperangkat aturan untuk mengatur segala aspek kehidupan yang bersumber dari Alquran dan Assunnah. Sehingga Islam akan memberikan kesejahteraan serta keamanan bagi seluruh umat. Wallahua’lam bi ash-shawâb

 

* Warga Desa Kuala Mandor A , Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya