Kepercayaan Publik Terhadap Penyelenggara Pemilu Menurun

Deklarasi Pembentukan JaDI Kalbar

JADI. Deklarasi pembentukan JaDI Kalbar yang diselenggarakan di Aula Magister Fisip Universitas Tanjungpura, Pontianak, Selasa (22/1). Rizka Nanda-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Jaringan Demokrasi (JaDI) Kalbar terbentuk. Deklarasi resmi terbentuknya JaDI di Kalbar diselenggarakan di Aula Magister Fisip Universitas Tanjungpura, Selasa (22/1).

Presidium Nasional (Pesnas) JaDI, Juri Ardiantoro menuturkan kehadiran JaDI merupakan suatu bentuk tanggungjawab orang-orang yang pernah menjadi pihak penyelenggara pemilu baik tingkat pusat maupun daerah. Sehingga kehadiran JaDI itu bisa memperkuat penyelenggaraan pemilu. Kemudian juga bisa bersinergi serta memberi masukann kepada pihak penyelenggara pemilu saat ini.

“Tetapi sisi lain JaDi juga bisa menjadi elemen kritis yang berupaya untuk membangun keseimbangan jangan sampai penyelenggara pemilu tidak bisa menjalankan tugasnya,” ungkapnya ketika diwawancarai.

Ia menuturkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu adalah sesuatu yang harus dan mutlak dilaksanakan pihak penyelenggara pemilu. Karena penyelenggara pemilu itu adalah pihak yang mengatur kontestasi persaingan. Penyelenggara pemilu mesti membangun kepercayaan publik itu semakin kuat.

“Belakangan ada survei dari lembaga yang kredibel. Bahwa kepercayaan publik terhadap pihak penyelenggara pemilu sedikit turun. Jadi ini adalah PR yang harus diselesaikan. Sehingga setiap tahapan yang dilaksanakan tidak menimbulkan kontroversi,” tegasnya.

Juri mengatakan penyelenggara pemilu harus memastikan setiap tahapan dan program yang dibuatnya memiliki landasan hukum kuat. Penyelenggara pemilu juga harus membuka partisipasi publik seluas-luasnya. Untuk memberikan masukan dan memberikan pandangan terkait hal-hal yang membutuhkan input dari publik. Kemudian juga harus menunjukkan bahwa pihak penyelenggara itu profesional.

“Bisa menyelenggarakan dan juga mempraktekkan seluruh tahapan yang harus dilakukan dan memperlihatkan KPU dan Bawaslu itu adil terhadap seluruh rakyat Indonesia,” ucap Juri.

Tantangan lain adalah fenomena hoax. Menurutnya hoax adalah fenomena yang bisa mendegradasi legitimasi pemilu. Dan hoax itu adalah penyakit didalam pemilu Indonesia. Semakin keras usaha bangsa memerangi hoax maka semakin kuat juga legitimasi pemilu. “Sehingga penyelenggara pemilu, pemerintah dan parpol harus sama-sama berkomitmen dan memerangi hoax,” paparnya.

Juri menilai pemilu 2019 ini juga merupakan tantangan baru bagi pihak penyelenggara. Karena pertama kalinya Indonesia melakukan pemilihan serentak antara legislatif dengan presiden dan wakil presiden. Meskipun secara teknis bukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Kendati begitu dari sisi pengelolaan politiknya ini yang harus juga diwacanakan dan dikelola dengan baik. “Agar tidak membangun akses negatif terhadap proses pemilu,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Presidium JaDI Kalbar Umi Rifdiyawati mengatakan keberadaan JaDI lebih kepada partisipasi masyarakat dalam ikut berperan terhadap proses demokratisasi di Kalbar. Sebetulnya, JaDI ini sudah berjalan duluan. Sehingga baru sanggup mendeklarasi hari ini.”Harapan kami dengan adanya keberadaan jadi ini nanti juga akan diikuti oleh kabupaten dan kota,” ucapnya.

Ia menuturkan hal yang bisa dilakukan JaDi adalah melakukan banyak diskusi bersama pihak penyelenggara dan peserta pemilu. Memastikan bagaimana pihak penyelenggara dapat meyakinkan peserta pemilu bahwa mereka sudah bekerja sesuai ketentuan. “Ayo publik percaya dengan pekerjaan kami. Itu yang salah satunya bisa kami lakukan,” ungkapnya.

Selain itu, kehadiran JaDI juga bisa menjadi tempat para media yang ingin mendapatkan konfirmasi dan tanggapan. Karena ia menganggap kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu itu penting. “Karena itu adalah modal utama. Ketika mereka menggunakan hak pilihnya maka suaranya akan aman. Peserta pemilu juga percaya bahwa suaranya dari TPS sampai ke pusat itu juga aman oleh penyelenggara pemilu,” beber Umi.

Umi menyatakan penyelenggara pemilu ini hirakis dari pusat hingga ke daerah. Apalagi dengan kemajuan media sosial semua orang dapat mengakses informasi dengan cepat. Jika pihak penyelenggara pemiliha tidak responsif dan tidak menjawab isu yang bertaburan dengan efektif maka akan menjadi blunder.

“Nah, jadi penting juga komunikasi publik dari KPU dan Bawaslu untuk menjelaskan landasan kebijakan yang telah mereka putuskan secara efektif kepada publik. Supaya isu yang berkembang itu tidak membesar,” pungkas Umi. (riz)