Kenaikan 100 Persen Iuran BPJS Tinggal Tunggu Perpres

Ilustrasi - NET

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) aturan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan segera diterbitkan. Nantinya, biaya kenaikan iuran jaminan sosial tersebut akan mengalami kenaikan hingga 100 persen setiap kelasnya.

Penegasan itu disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo ketika ditanya soal kelanjutan kenaikan iuran BPJS. Ia menyatakan bahwa kenaikan besaran iuran yang disepakati bukan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), melainkan usulan dari Menkeu Sri Mulyani.

“Ini sudah kita naikan, segera akan keluar Perpresnya. Itungannya seperti yang disampaikan ibu menteri pada saat di DPR itu,” kata Mardiasmo di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Adapun usulan kenaikan dari iuran BPJS Kesehatan yang diajukan Sri Mulyani jauh lebih besar ketimbang usulan DJSN. Yakni, kenaikan iuran penerima bantuan iuran (PBI) naik dari Rp 23 ribu per jiwa menjadi Rp42 ribu.

Sedangkan untuk peserta penerima upah (PPU) badan usaha akan dinaikkan menjadi sebesar 5 persen dengan batas upah dari yang sebelumnya Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta. Selanjutnya, iuran peserta penerima upah (PPU) pemerintah, akan berlaku tarif iuran sebesar 5 persen dari take home pay dari yang sebelumnya 5 persen dari gaji pokok plus tunjangan keluarga.

Sementara itu, untuk peserta bukan penerima upah (PBPU), iurannya masing-masing akan naik 100 persen. Rinciannya, jaminan sosial untuk kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas II dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu dan Kelas III dari 25,5 ribu menjadi Rp42 ribu jiwa per bulan.

Menurut Mardiasmo, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu dimaksudkan agar keuangan lebih sehat untuk menekan angka defisit yang diperkirakan akan mencapai Rp32,8 triliun sampai akhir tahun. Nantinya, uang yang didapatkan dari kenaikan iuran juga akan digunakan untuk memperbaiki sistem jaminan sosial.

“BPJS akan memperbaiki semuanya baik sisi purchasing nya. Karena ada UU bahwa setiap 2 tahun (iuran) harus dievaluasi. Jadi dihitung agar defisit bisa ditutup,” bebernya.

Lebih lanjut, Mardiasmo menyatakan pemerintah optimistis kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mampu menambal defisit anggaran. “Insyaallah tidak ada lagi (defisit) dengan optimalisasi semuanya. Jadi sudah dihitung, kalau sudah semuanya, tidak akan defisit lagi,” tandasnya.

Sebagai informasi, rencananya, kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional ini mulai berlaku pada 2020 mendatang. Namun itu hanya berlaku untuk peserta segmen pekerja mandiri atau PBPU. Sedangkan untuk segmen PBI, PBI APBN dan PBI APBD akan dimulai pada Agustus 2019 ini. (Jawa Pos/JPG)