eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kunjungan warga Kuching, Malaysia ke Kalbar semakin berkurang. Sebaliknya, warga Kalbar semakin banyak pergi ke negeri tetangga.
“Bahkan warga Kuching lebih memilih Bandung dibanding ke Pontianak,” kata Gubernur Kalbar Sutarmidji saat rapat koordinasi kesiapan dan optimalisasi pelayanan lalu lintas dan angkutan antarbatas lintas negara yang berlangsung di Ruang Praja 1 Kantor Gubernur, Rabu (6/2).
Untuk itu, kata pria yang karib disapa Midji ini ada hal-hal yang perlu dikaji bersama. Di antaranya pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Kabupaten Sintang dan Bengkayang. Ia pun mengkritik kedua kabupaten tersebut yang baru akan menyeriusi pembangunan PLBN. “Jangan bicara ‘baru akan’, ini sudah akan dibangun. Sudah ada payung hukum,” tuturnya.
Menurutnya, kawasan border yang ada tidak perlu dibicarakan sebagai kawasan untuk berfoto ria. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah membuat kawasan tersebut memiliki nilai tambah bagi perekonomian warga sekitar. “Jangan bicara soal foto-foto. Kita harus rencanakan bagaimana kawasan perbatasan memiliki nilai tambah untuk perekonomian,” tukasnya.
Dikatakan mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini, perlu ada survei pasar. Misalnya, melihat apa yang diinginkan warga Kuching saat berada di Indonesia. Mengapa mereka memilih ke Bandung dibanding Pontianak? “Apakah ada objek wisata di Bandung? Tidak,” jelasnya.
Warga Kuching kata Midji, lebih sering ke pasar. Berbelanja pakaian sesuai fashion. Hal ini yang seharusnya bisa dilakukan di kawasan perbatasan Kalbar. “Jadi tidak perlu jauh-jauh ke Bandung. Cukup ke Aruk atau Entikong,” katanya.
Perbatasan pun seharusnya bisa dikembangkan menjadi kawasan transaksi bisnis. Apa yang bisa dipasarkan? “Apa yang bisa dilakukan di kawasan tersebut?,” tanyanya.
Midji ambil contoh durian. Di Malaysia juga ada festival durian. Bahkan dikunjungi banyak orang. Padahal durian yang ada di sana asalnya dari Sanggau.
“Jadi jangan sampai komoditi itu bisa keluar masuk tanpa kita lindungi. Jangan sampai kita tidak mengambil keuntungan dari situ,” tuturnya.
Kemudian kata dia, perlu ada data jumlah warga yang hendak ke negara tetangga. Perlu diketahui juga apa keperluan mereka di sana. Perlu membuat sebuah kuesioner yang diisi warga Indonesia yang hendak ke negeri jiran. “Perlu juga ditanya. Misalnya untuk keperluan berobat. Berapa besar biaya berobatnya?,” tukasnya.
Kuesioner tersebut agar ke depannya bisa menjadi sebuah acuan untuk membuat kebijakan di bidang bersangkutan. Nantinya orang Kalbar tidak perlu lagi berobat ke negara tetangga. “Data yang ada, 80 persen pasien rumah sakit di Kuching berasal dari warga Kalbar,” paparnya.
Ditemui di ruang kerjanya usai memimpin rapat, Midji berharap semua pihak terkait dapat bersinergi dalam memaksimalkan keberadaan PLBN yang ada di Kalbar. Sehingga dapat memaksimalkan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Rakor digelar untuk menyamakan persepsi dalam upaya memaksimalkan keberadaan PLBN di Kalbar. “Makanya, saya mengundang semua pihak terkait agar bisa sama-sama menyatukan persepsi dalam upaya tersebut,” katanya kepada awak media.
Menurutnya, pemerintah pusat sangat serius membenahi PLBN seluruh Indonesia, termasuk di Kalbar. Sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, Pemprov Kalbar akan melakukan langkah-langkah untuk mendukung kebijakan tersebut. Dari seluruh PLBN di Kalbar, baru Entikong yang sudah mulai menunjukkan perkembangannya. “Namun, kita menginginkan agar semua PLBN yang ada di Kalbar bisa berkembang sama seperti Entikong,” harapnya.
Pemprov Kalbar saat ini juga sudah menyediakan lahan untuk pembangunan PLBN di Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang dan Sungai Kelik Kabupaten Sintang. Ini harus pihaknya siapkan menyusul terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan. Untuk masalah lahan, sama sekali tidak ada masalah di Jagoi Babang dan Sungai Kelik. “Karena lahan untuk pembangunan Pos PLBN itu sudah tersedia,” jelasnya.
Rencananya dalam waktu dekat, dia akan memanggil Bupati Bengkayang dan Sintang guna mempercepat pembangunan PLBN tersebut. Tidak hanya itu, ke depan dirinya akan membuat regulasi terkait pintu border tersebut. Agar bisa menjadi pintu ekspor Indonesia. “Sehingga bisa menjadi kawasan ekonomi bagi warga perbatasan dan juga Kalbar,” tuntas Midji.
Sebelumnya saat membuka Rakor, Asisten 1 Pemprov Kalbar Alexander Rombonang mengatakan, bangunan PLBN di Kalbar saat ini lebih bagus dari sebelumnya. Bila di masa lalu, masyarakat Kalbar ingin berfoto di Malaysia. Maka saat ini mereka ingin berfoto di PLBN Kalbar. “Bahkan beberapa warga Malaysia pun senang berfoto di sana,” jelasnya.
Dijelaskannya, pembangunan PLBN Jagoi Babang dan Sungai Kelik diperkirakan selesai tahun 2020. Artinya, tahun 2020 setiap kabupaten perbatasan di Kalbar telah memiliki PLBN sendiri. Namun, tidak boleh juga untuk terlalu berbangga hati hanya dengan bangunan yang megah saja. Pemerintah menginginkan agar PLBN menjadi sebuah kawasan ekonomi baru dan menjadi pintu ekspor impor. “Tidak hanya sebagai pos perlintasan orang semata,” tuturnya.
Saat ini, yang sudah berfungsi penuh sebagai perlintasan orang baru PLBN Entikong Kabupaten Sanggau. Baik orang maupun kendaraan pribadi sudah bisa lewat di sana. Sedangkan PLBN Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu dan PLBN Aruk Kabupaten Sambas masih belum beroperasi secara maksimal. “Masih ada beberapa kendala yang harus dibicarakan secara tuntas,” jelas Alexander.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kalbar, Manto mengatakan, Rakor kemarin merupakan wadah untuk saling bertukar pikiran agar dapat menyatukan langkah satu sama lain.
“Bayangkan bila kita tidak memadukan langkah, tentu sinergisitasnya akan berkurang,” ungkapnya.
Manto mengakui bahwa perspektif dan visi misi setiap orang berbeda satu dengan lain. Di sisi lain, masyarakat memiliki semangat yang menggelora. Menuntut pemerintah untuk memberikan yang terbaik untuk mereka. “Meski pun belum tentu terbaik untuk Negara,” sebutnya.
Antara dua kepentingan itulah yang sering terjadi di PLBN. Terutama yang terjadi pada tiga PLBN yang ada saat ini. Di sisi lain, Presiden menginginkan PLBN menjadi kawasan ekonomi rakyat untuk kesejahteraan warga perbatasan. Hal ini bermakna bahwa perlu adanya pengembangan bagi perekonomian warga di perbatasan semaksimal mungkin.
“Namun di sisi lain, regulasi yang ada mengamanahkan sebagai batas ujung negara yang menghadap langsung ke negara luar. Maka harus memperketat pengawasan serta perizinan,” ucap Manto.
Ia juga mengatakan bahwa fokus Rakor adalah permasalahan yang terjadi di setiap PLBN. Kepada tiga perwakilan Pemkab yang hadir pada rapat tersebut, Manto meminta agar memberitahukan permasalahan yang terjadi di PLBN kabupaten masing-masing.
Contohnya dalam Rakor dengan Menteri Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, meminta PLBN Aruk bisa segera dilewati arus ekspor impor. Dimulai dari kendaraan kecil atau pribadi. “Alhamdulillah, berhasil diresmikan lintasan pertama di Aruk. Personel sudah lengkap, walau masih ada kendala administrasi saat itu,” ujarnya.
Ditemui usai Rakor, Manto mengatakan, untuk mendukung perekonomian kawasan perbatasan tidak tergantung kepada banyaknya kendaraan wisata semata. Karena setiap PLBN memiliki permasalahan sendiri. “Tentunya perlu pemetaan permasalahan dari setiap kepala PLBN yang ada,” ujar Manto di hadapan awak media.
Menurutnya, sangat penting adanya sinkronisasi antara regulasi yang mengatur Indonesia dan Malaysia dengan kesiapan realisasi peraturan antara dua negara. Karena berdasarkan pengamatannya, masih ada titik yang belum sinkron dan dibuka. “Rakor ini bertujuan untuk menyatukan langkah demi kemajuan perekonomian warga perbatasan. Terlebih lagi warga Kalbar pada umumnya,” pungkas Manto.
Laporan: Bangun Subekti
Editor: Arman Hairiadi