eQuator – Kesal dan merasa tertipu, keluarga pasien BPJS Kesehatan akan menempuh jalur hukum dengan menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kurangnya sosialisasi menjadi dasar kekesalan keluarga pasien tersebut.
“Kami kecewa. Kenapa pihak BPJS tidak menyosialisasikan perubahan dan peraturan BPJS itu ke masyarakat. Kami merasa tertipu, karena administrasi telah kami penuhi tapi ternyata tetap kena biaya oleh rumah sakit,” keluh Ya’Aiy Bonar, Senin (16/11) lalu.
“Kami merasa BPJS tidak transparan dan konsekwen dalam menjalankan tugas sesuai fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Seharusnya transparan untuk memberikan penjelasan sampai ke desa-desa seperti kami ini,” ucap warga Ngabang, Kabupaten Landak ini.
Kekesalannya memuncak usai melakukan pertemuan dengan pihak BPJS beberapa waktu lalu. Padahal segala administrasi yang dipinta rumah sakit untuk pengobatan keluarganya sudah dipenuhi. Tapi pembayaran tetap dihitung umum tanpa adanya tanggungan dari BPJS Kesehatan.
“Dengan adanya kejadian seperti ini baru mereka menjelaskan, kami merasa tertipu. Apakah untuk mendapatkan informasi itu tunggu ada kejadian barulah tahu? Tugas mereka sebagai pelayan publik itu seperti apa, hanya duduk di kantor, aturan disimpan di dalam meja. Kami kecewa dan kami mendesak BPJS untuk memberikan toleransi kepada keluarga kami, yang sudah menjalankan semestinya tidak dikenai biaya, tapi harus membayar penuh,” harapnya.
Lantaran sudah melakukan pertemuan dengan BPJS Kesehatan, namun tidak menemui kesepakatan, akhirnya keluarga pasien yang akrab disapa Ya’Aiy ini menegaskan pihaknya akan menempuh jalur hukum dengan menggandeng LBH dalam waktu dekat.
“Kalau memang tidak ditanggapi, kami akan mengambil langkah hokum dengan meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Karena kami masyarakat awam merasa ditipu dan dibohongi atas minimnya sosialisasi perubahan itu,” ujarnya.
Berdasarkan pertemuannya dengan pihak BPJS Kesehatan, Ya’Aiy menjelaskan bahwa sudah menjadi ketentuan jika peserta BPJS Kesehatan mandiri tidak melakukan pembayaran berturut-turut sampai enam bulan, masuk di bulan ketujuh BPJS tersebut sudah tidak lagi berlaku.
“Kami merasa kecewa dari pelayanan bahwa memang ketentuan BPJS yang disebutkan Dr. Chaterine tidak bisa berlaku. Dengan alasan tidak membayar selama 10 bulan dari pendaftaran. Jadi sewaktu kami diminta untuk pembayaran oleh pihak BPJS, memang aktif tapi tidak bisa digunakan. Mereka bilang bisa digunakan setelah 14 hari kerja,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur BPJS Provinsi Kalbar, Unting Patria Wicaksono Pribadi menjelaskan, ketentuan BPJS Kesehatan mandiri terdapat kadaluarsanya. Biarpun merupakan program dari pusat, ketentuan menyangkut keuangan juga telah ditanggung pemerintah.
Namun tentu harus ada sinergitas masyarakat dalam memberikan kewajiban. Yakni dengan menyetorkan rutin setiap bulan sebelum masa berlakunya habis.
“Kalau untuk kategori peserta mandiri, memang menjadi kewajiban membayar setiap bulan. Kalau misalnya masa tunggakannya itu enam bulan, masih dilayani. Tapi kalau masuk bulan ketujuh, pasti akan nonaktif dan harus melunasi dulu baru mendapatkan pelayanan,” ulasnya. (agn)