Kejutan Baru dari Mahathir

Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan

eQuator.co.id – Begitu lama kursi Jaksa Agung itu kosong. Hampir sebulan.

Yang lama sudah diberhentikan: Tan Sri Muhamed Apandi Ali. Hanya dua hari setelah koalisi Barisan Nasional kalah. Dalam pemilu dramatik 9 Mei.

Jaksa Agung yang lama dianggap bagian dari masalah 1MDB: menyatakan tidak ada masalah. Juga menyatakan: uang Rp 9 triliun yang mengalir ke Najib Razak itu bukan korupsi dari 1MDB. Melainkan pinjaman dari seorang pangeran di Arab Saudi. Dan sebagian besar sudah dikembalikan.

Jaksa Agung yang baru sulit sekali ditemukan: harus bisa mengemban reformasi hukum. Juga harus bisa menarik kembali uang negara yang hilang itu.

Mahathir Mohamad tahu: sebaiknya jaksa agung dari suku Melayu dan beragama Islam. Tapi tidak mudah mencarinya. Sampai jadwal pengangkatannya molor terus.

Pilihan Mahathir akhirnya jatuh pada nama ini: Tommy Thomas. Satu kejutan besar. Heboh.

Pertama kali ini jaksa agung bukan Islam. Bahkan juga pertama kali bukan suku Melayu. Kecaman pun meluas.

Sejak masih dalam bentuk usulan sudah heboh. Petisi menolaknya berseliweran. Salah satunya ditandatangani 11.000 orang.

Bahkan internal koalisi Pakatan Harapan pun bergolak. Beberapa pengurusnya melancarkan kritik. Misalnya: Kita benci kroni-kronian. Pengangkatan jaksa agung ini mengulang sistem kroni pemerintahan lama.

Maksudnya? Tommy Thomas adalah pengacara Lim Guan Eng. Yang saat ini menjabat menteri keuangan. Saat Guan Eng menjabat menteri besar Penang. Yang sempat dituduh korupsi. Kok sekarang jadi jaksa agung.

Tapi dukungan pada pengangkatan Tommy juga kuat. Seluruh tokoh pengacara mendukungnya. Bulat. Ini karena reputasi Tommy tak tertandingi. Di bidang hukum. Sudah 40 tahun jadi pengacara. Kondang. Konsisten. Intelektual. Pemikir. Ahli tata negara. Ahli konstitusi. Sering menang dalam perkara internasional: berhasil menarik yang dituntut klien ke Malaysia.

Tommy juga penulis yang handal. Kumpulan tulisannya audah dibukukan. Laris. Dua bukunya itu: “Abuse of Power” dan “Anything About Laws”.

Anwar Ibrahim akhirnya juga sepakat. Tidak ditemukan pilihan yang lebih baik. Anwar menghadap Yang Dipertuan Agong. Untuk menjelaskan latar belakang pengusulan Tommy.

Agong memang sempat menahan usulan itu. Bahkan sempat minta diajukan usulan baru. Tapi setelah Anwar Ibrahim menghadap Agong, bereslah.

Agong langsung menandatangani persetujuannya. Bahkan Agong minta agar seluruh masyarakat Malaysia menerimanya. Demi kebaikan negara.

Agong juga menjamin pengangkatan jaksa agung non-melayu dan non-muslim ini tidak akan mempengaruhi hak-hak mayoritas.

Soal tuduhan kroni tadi, juga tidak kuat. Publik tahu. Publik bisa membaca bahwa tuduhan korupsi pada Guan Eng itu tuduhan jadi-jadian. Lantaran penguasa lagi tidak suka ia.

Akhirnya Tommy Thomas dilantik. Umur: 66 tahun. Keturunan India. Kristen. Sekolah hukumnya di Manchester. Mengambil doktor di London School of Economics.

Di Malaysia Tommy Thomas dikategorikan tidak hanya ahli hukum. Juga intelektual. Pemikir.

Tommy juga pernah jadi editor majalah Insaf. Yang membahas soal-soal hukum dan penegakan keadilan. Soal kritik di media sosial yang dahsyat itu Tommy sangat cool.

”Kita sudah sepakat untuk memberi kebebasan pada rakyat. Bicara apa pun boleh,” katanya kepada pers minggu lalu. “Saya lebih senang dikritik daripada dipuji,” tambahnya.

Belum banyak yang tahu kepribadian Tommy Thomas. Ketika kata ‘Tommy Thomas’ dipasang di Google yang banyak keluar adalah Tomny Thomas yang lain.

Bahkan ada postingan yang salah: menyebut umurnya baru 55 tahun. Tapi yang ini benar: tinggi 173 cm. Berat badan 78 kg. Ukuran sepatu 8.

Sebagai pemikir hukum Tommy Thomas menyatakan akan konsisten: melakukan pemisahan kekuasaan. Termasuk di lingkungan kejaksaan agung.

Memang, katanya, perlu waktu. Tapi reformasi hukum akan dimulai dari kejaksaan agung. Dengan memisahkan kekuasaan di kejaksaan sendiri. Pemisahan itu, katanya, begini: fungsi jaksa agung akan dipisahkan dengan fungsi jaksa sebagai penuntut umum.

Kita tunggu wujud pemisahan itu. Bisa menjadi pelajaran yang sangat baik. Bagaimana reformasi hukum dilakukan di Malaysia.

Mahathir berhasil memilih orang yang tepat untuk itu. Mestinya.

Memang publik tidak akan lupa mengenai sikapnya selama ini. Misalnya ketika heboh kata ‘Allah’ lebih dari 10 tahun lalu. Saat itu pengadilan mengabulkan tuntutan agar hanya orang Islam yang boleh menggunakan kata Allah.

Ahli hukum sedunia mengecam putusan itu. Termasuk Tommy Thomas.

”Pengadilan di sebuah negara yang bobrok sekali pun tidak akan membuat keputusan seperti itu,” komentarnya di zaman itu.

Tommy juga bikin heboh ketika menyatakan ini. Dulu sekali: Malaysia bukan negara Islam. Melainkan negara sekuler. Buktinya: hukum hudud tidak diberlakukan di Malaysia.

Partner Tommy di kantor pengacaranya rela kehilangan pemimpin. Demi negara. Ada lima pengacara di kantor Tommy Thomas Advocates & Solicitors. Satu berdarah Spanyol (Alan Gomez), dua berdarah India dan dua berjilbab (Nur Ashikin Rahim, Rahayu Mumazani).

Harus diakui ada satu kelemahan Tommy: bahasa melayunya belepotan.

”Bahasa melayu saya memang terlantar. Empat puluh tahun saya terus membaca dokumen berbahasa Inggris,” katanya. ”Saya akan poles lagi. Agar lebih mengkilap,” tambahnya.

Mungkin Tommy Thomas juga sudah lupa pepatah ini. Meski banyak orang hafal bunyinya: Burung pipit terbang melayang, Hinggap di ranting tangkainya mati; Bukan ringgit nan dipandang orang, Budi bahasa tambatan hati. (dis)