eQuator.co.id – Jakarta-RK. Pembahasan RUU Antiterorisme terus dikebut. DPR menarget Jumat akhir pekan ini atau lusa (25/5) sudah bisa membawa RUU tersebut ke paripurna untuk kemudian diketok sebagai UU.
Keterangan tersebut ditegaskan oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo ketika diwawancarai usai hadir dalam agenda buka bersama di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Selasa malam (22/5).
Menurut pejabat yang akrab dipanggil Bamsoet itu, pembahasan RUU Aniterorisme tidak berhenti sejak masa sidang kembali dibuka. ”Sekarang sedang pembahasan besok (hari ini) dilanjutkan pembahasan dengan pemerintah,” terang dia.
Pimpinan DPR yang juga politisi Partai Golkar itu optimistis, pembahasan soal definisi terorisme yang sempat alot bakal segera rampung. ”Tinggal sedikit lagi bisa kami tuntaskan,” imbuhnya.
Karena itu, Bamsoet percaya diri pembahasannya bisa tuntas akhir pekan ini. ”Hari Jumat ketok palu UU Antiterorisme,” kata dia tegas.
Tidak hanya itu, dia juga memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU Antiterorisme sudah satu suara. Dengan begitu, DPR tinggal merangkumnya.
”Soal ideologi dan ancaman keamanan negara plus tujuan motif politik. Itu sedikit lagi. Mudah-mudahan malam ini atau besok bisa (selesai),” ujarnya.
Soal usulan mengubah status kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi Komisi Nasional Penanggulangan Terorisme (KNPT) yang disampaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bamsoet menyampaikan bahwa instansinya sudah menampung masukan itu. Keputusannya berada di tangan Panitia Khusus (Pansus) RUU Antiterorisme.
”Kami telah sampaikan ke pansus. Biar pansus memutuskan,” kata dia.
Di samping RUU Antiterorisme, Bamsoet juga menyampaikan bahwa DPR sudah menerima masukan KPK soal RUU Tipikor. Meski pun belum masuk ke meja DPR, dia memastikan bahwa instansinya turut mendorong RUU tersebut.
”Nanti kalau sudah masuk baru kami agendakan,” tegasnya. Menurut dia, RUU Tipikor termasuk salah satu yang urgen untuk dibahas oleh instansinya.
Di sisi lain, kasus pemberontakan napi teroris yang terjadi di Mako Brimob lalu membuat Polri berbenah. Salah satunya dengan memperbaiki kualitas Rumah Tahanan (Rutan) khusus teroris.
Dalam Rapat Terbatas terkait penanganan teroris di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (22/5), Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengajukan usulan pembangunan Rutan khusus terorisme. Tito beralasan, kondisi Rutan Mako Brimob yang selama ini digunakan untuk napi teroris sudah tidak layak.
“Di Mako Brimob tidak dipakai lagi karena tidak layak untuk tersangka terorisme,” ujarnya di Kantor Presiden.
Terkait lokasinya, Tito mengusulkan dibangun di kawasan Cikeas, Bogor. “Karena ada markas satu resimen brimob,” ujarnya. Dengan demikian, proses pengamanan diharapkan bisa lebih mudah.
Mantan Kepala BPNT itu menambahkan, ke depan kebutuhan Rutan maupun Lapas terorisme yang representatif tidak bisa ditawar. Apalagi, negara sudah menyatakan perang dengan teroris. Sehingga dapat dipastikan, penambahan kapasitas dibutuhkan jika penegakkan hukum dimassifkan.
Untuk diketahui, saat ini Indonesia sendiri belum memiliki Rutan ataupun lapas khusus terorisme. Sejumlah Lapas yang saat ini digunakan, yakni Rutan Mako Brimob, Rutan Gunungsindur, Lapas Nusakambangan, atau Lapas Cipinang masih bercampur dengan tahanan kasus lainnya seperti tahanan narkoba ataupun korupsi.
Kapolri menilai, kondisi tersebut tidak ideal. Sebab, dibutuhkan treatment khusus terhadap napi teroris. Selain itu, pencampuran juga dikhawatirkan bisa memengaruhi napi lainnya.
“Polri mengajukan agar dibangun rutan maksimum security. Ada masa penangkapan, penyidikan, penuntutan persidangan dimana tersangka atau terdakwa ditempatkan di tempat khusus,” tuturnya.
Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly menambahkan, usulan pembangunan rutan khusus teroris sudah disepakati. “Tadi sudah disepakati akan dibangun, kalau rutan yang rencananya di Cikeas Pak Kapolri yang melakukan,” ujarnya.
Untuk Lapas, Yassona mengatakan, pemerintah juga akan menambah di Nusakambangan. “Tambahan lapas pasir putih namanya karanganyar, super maximum security, sudah 40 persen, tinggal 60 persen lagi akan selesai tahun ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam pengarahannya meminta jajaran kementerian terkait untuk mengutamakan pendekatan preventif di luar uaya represif. “Pendekatan hardpower jelas sangat diperlukan tapi itu belum cukup,” ujarnya.
Jokowi beralasan, saat ini, ideologi terorisme sudah masuk ke ruang keluarga. Di mana perempuan dan anak-anak ikut terlibat. Dengan demikian, upaya preventif dinilai relevan untuk mengantisipasi ideologi culas itu masuk ke keluarga.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan membersihkan lembaga pendidikan dari penyebaran radikalisme. “Mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, Perguruan Tinggi dan ruang publik, mimbar umum dari ajaran ideologi terorisme,” imbuhnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan perlu koordinasi yang kuat antara polisi dan TNI dalam operasi penanganan teroris. Dia menyebut instansi yang menjadi leader itu sangat bergantung pada kebutuhan dan jenis operasi yang dijalankan.
”Kalau operasi untuk keamanan negara dari luar, otomatis itukan (TNI). Tergantung apa masalahnya. Tapi memang perlu koordinasi antar TNI dengan polisi, selalu dibutuhkan,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (22/5).
Baik TNI maupun polisi punya kelebihan masing-masing. Bila dua kekuatan itu disatukan tentu akan semakin lengkap dan kuat. Sedangkan tugas mereka pun sudah diatur sesuai dengan undang-undang. ”Karena kalau tidak koordinasi kekuatan kita kan lemah, apalagi ada hal-hal tertentu masing-masing punya kelebihan,” imbuh dia.
Selain itu, perlu koordinasi yang baik antara TNI dan polisi dalam penanganan terorisme agar tidak terjadi friksi di lapangan. Dia mencontohkan dalam penanganan teroris di Poso yang berjalan bagus koordinasinya. Apalagi dulu TNI dan polisi berada dalam satu institusi.
”Jangan lupa waktu, yang namanya dulu tahun 1990-an sebelum refromasi ya polisi di bawah ABRI. Bukan baru pernah terjadi di bawah satu komando oleh panglima ABRI,” tegas dia. (Jawa Pos/JPG)