eQuator.co.id – Warga Desa Teluk Empening, Terentang, Kubu Raya terbentuk tahun 1974. Masyarakat di sana mempercayai, hutan tidak hanya dihuni binatang buas dan langka, tetapi juga makhluk halus.
Kepercayaan terhadap adikodrati atau hal-hal yang dianggap di luar kodrat alam, keberadaannya sudah dipercaya secara turun temurun. Dari cerita orangtua, diwariskan kepada anak cucu. Bahkan warga Desa Teluk Empening sudah menyepakati dalam bentuk kebijaksanan lokal, bersikap bijaksana untuk saling menghormati dan tidak untuk saling mengusik antara manusia dan mahluk halus.
“Selama ini, kami di sini tidak pernah ‘diganggu’,” kata Arfandi, tokoh masyarakat Teluk Empening.
Arfandi mengaku, sudah puluhan tahun dirinya tinggal di desa tersebut. Namun dia dan warga tidak pernah melihat atau mendengar tentang keberadaan sosok “pengunggu hutan”. Mungkin dengan alasan tertentu, warga desa jarang membicarakan perihal mahluk halus itu.
Namun cerita mahluk halus penunggu hutan kembali dibuka warga, paska kebakaran hebat yang melanda hutan Teluk Empaning, September 2015 lalu. Ditemukan kejadian-kejadian ganjil yang dialami para pendatang. Khususnya tim pemadam kebakaran yang bertugas memadamkan api siang dan malam.
“Kami sebenarnya tidak tahu juga, kalau tidak ada yang cerita ke kami. Awalnya mereka diam-diam, sampai salah satu tim pemadam cerita, kalau mereka ada ‘didatangi’. Nah dari situ, terbongkar semua, rupanya banyak anggota tim yang mengaku kalau mereka juga mengalami hal yang sama,” jelas Arfandi dengan rokok kretek di bibirnya.
Saat bercerita di hadapan wartawan dan anggota JARI Borneo Barat, Arfandi mempersilakan rombongan untuk mencicipi tiga bungkus biskuit, roti, dua kotak air mineral, rokok dan tak ketinggalan dua teko penuh kopi, 25 Mei lalu.
Selama tiga hari disana, rombongan jurnalis dan JARI Borneo tak pernah kekurangan kopi. Air hitam itu selalu standby siang dan malam. Inilah salah satu bentuk keramahan warga Desa Teluk Emepning kepada pendatang. Selain itu, meskipun tidak kenal, setiap melihat rombongan, warga selalu menyapa duluan. Mereka selalu memberi informasi untuk menjaga rombongan, agar tidak tersesat di desanya.
Kisah Arfandi dan beberapa tokoh desa setempat mengenai penampakan makhluk astral, membuat bulu kuduk merinding. Ceritanya dimulai dari salah satu tim pemadam yang menginap di hutan, mengantisipasi agar api tidak muncul pada malam hari.
Mereka lima orang. Masing-masing tenda cukup jauh, berdasarkan titik-titik penempatan yang ditentukan. Karena sepi, seorang rekan tim kebakaran mencoba membuat gurauan, agar suasana malam terasa ramai dan lebih santai. Gurauan mrmbuat mereka terbahak-bahak. Namun menurut ceritanya, gurauan itu semakin menjadi-jadi, bahkan mulai menyerempet kepada hal-hal berbau porno.
“Gurauan mereka sudah belebih-lebih, istilahnya mereka ni semacam ‘merawak’ lah,” kata warga menyambung obrolan.
Tak lama kemudian obrolan mereka tertahan, karena melihat seorang bapak-bapak tua, bawa parang yang diselempangkan di bahu, dari arah hutan. Mereka tidak menyadari, karena mengira sosok orangtua ini mungkin salah seorang penduduk desa setempat. Lelaki tua itu seperti baru pulang dari kebun. Orang tua itupun singgah ke tenda mereka untuk mengingatkan agar jangan ribut. Setepah itu orang tua itu pun berlalu.
Setelah berlalu, salah seorang petugas baru melihat, kalau ternyata orang tua barusan itu tidak menggunakan alas kaki. Dan dengan santainya dia memijakkan kakinya ke tanah yang panas sisa kebakaran, bahkan api ada bara api. Dari situ mereka sadar, kedatangan orang tua itu misterius. Dan setahu mereka tidak ada kebun lagi yang tersisa di hutan sana.
Yang membuat mereka aneh dan yakin bahwa yang mendatangi mereka bukanlah manusia, karena tidak pernah melihat orang tua tersebut, sebelum maupun sesudahnya. Lagi pula tidak ada warga desa, sesuai ciri-ciri yang mereka lihat.
“Macam-macam ceritanya. Ada juga petugas yang mendengar musik seperti gamelan. Padahal tidak ada yang tinggal di dalam hutan,” ungkap Arfandi menyambung ceritanya.
Beberapa hari setelah itu, tim dari satuan keamanan setempat juga mengaku mengalami hal aneh. Namun kali ini dia bercerita, saat tengah asik berjaga, tiba-tiba seorang temannya berdiri, tatapannya kosong dan dengan sekuat tenaga langsung lari ke arah hutan. Beberapa personil yang ikut menjaga pun panik, karena bingung.
“Lari dia ke dalam hutan, letih yang lain menangkapnya. Kalau tak salah saya, sudah mau paginya baru ketemu. Didekat situ (titik pertama) juga. Wajahnya pucat,” katanya.
Setelah agak siuman, agak terbata, anggota yang melarikan diri tersebut mengaku, malam itu dia dipanggil seorang perempuan berusia setengah abad, menggunakan mahkota di kepala, mengajaknya masuk ke dalam gerbang. Anggota ini seolah tak berdaya melawan ajakannya, seperti ditarik. Setelah itu dia tidak sadar apa yang dialaminya, hingga ditemukan dalam keadaan lunglai.
Cerita yang diperoleh Rakyat Kalbar ini tidak bersumber dari satu warga saja. Hampir setiap warga yang ditemui menceritakannya. Selain itu, dari laporan yang tertulis di daftar buku tamu Desa Teluk Empening, salah satu lembarannya, terdapat pengunjung yang menuliskan sebuah kalimat ganjil dalam laporannya. Tidak terlalu jelas arti dan maksudnya, tapi tulisan itu kira-kira berbunyi “Bersilaturrahmi dengan Something”. (*)
Fikri Akbar, Kubu Raya